Keesokan harinya, mereka bersekolah seperti biasa. Para guru berulang kali mengingatkan siswanya mengenai ujian semester yang akan dilaksanakan minggu depan. Guru-guru juga menekankan materi-materi penting yang harus mereka pelajari untuk persiapan ujian semester itu.
Waktu belajar yang membosankan itu akhirnya berakhir saat bel istirahat berbunyi.
"Ada nggak cara belajar ekonomi yang mudah? Belum lagi pelajaran sosiologi, trus sejarah? Duh... Seandainya belajar sejarah itu seperti baca novel pasti langsung ingat...", Helena mengeluh saat Pak Michael, guru bahasa inggris keluar dari ruang kelas mereka.
Anka yang mendengarkan keluahan itu lun berbalik.
"Kemarin yang dapat nilai bahasa inggris paling tinggi siapa ya?" Tanya Anka pada Helena. Eka sudah mengatur kursinya juga menghadap Helena dan Lilis.
"Kalau nggak salah sih Haikal! Dia kan memang jago bahasa inggris", jawab Lilis.
"Koq bisa ya? Pelajaran lainnya dia parah lho!" Helena melihat siswa yang sedang mereka bicarakan.
"Kayaknya dia jago bahasa inggris bukan karena belajar, tapi karena main game online! Untuk grammar masih kacau, tapi penguasaan kosakatanya bagus! Masing-masing memang punya cara belajar sendiri ya?" Jawab Anka. Ia mengeluarkan buku utamanya. Buku catatan yang dikhususkan untuk merangkum semua pelajaran lalu ia pelajari kapanpun ia mau.
"Anka selalu belajar pakai buku itu ya? Nggak capek kah tulis ulang semua pelajaran lagi?" Lilis melihat buku yang dipegang Anka.
"Kalau menulis sih capek, tapi diriku takkan hapal kalau cuma dibaca, jadi kalau ditulis ulang nggak tahu kenapa selalu lebih ingat", jawab Anka.
"Wow... Ada yang lewat tuh!" Tiba-tiba Helena berseru. Ketiga gadis yang lain melihat ke arah yang sama dengan Helena. Ke arah jendela kaca yang berjejer di sisi samping kelas mereka. Posisi jendela kaca yang cukup rendah memperlihatkan siapa saja yang berjalan atau berdiai di samping kelas itu.
Di sana, terlihat dua orang kakak kelas yang mereka kenali sedang berjalan. Tidak biasanya kak David dan kak Reno menghabiskan waktu bersama. Selain berbeda kelas, mereka juga tidak akrab. Kak Reno adalah kakak kelas yang selama ini disukai oleh Eka. Mereka sebenarnya sudah akrab, tapi Eka selalu dianggap sebagai adik oleh kak Reno.
Kak Reno melihat ke dalam kelas, ia melambai pada Eka dan memberi isyarat untuk menemuinya di sana. Eka pun beranjak. Ia juga tersenyum senang karena dipanggil oleh kak Reno.
Dari dalam kelas, Anka, Helena dan Lilis dapat melihat kedua kakak kelas itu sedang berbicara dengan Eka di bawah pohon mangga di belakang kelas X-1. Kak David tidak banyak bicara, tapi jelas-jelas mereka sedang mendiskusikan sesuatu. Tidak mau puaing dengan hal yang tidak mereka ketahui, akhirnya Anka, Helena dan Lilis mengobrol bersama lagi. Membahas mata pelajaran yang sulit bagi mereka.
Obrolan mereka terhenti ketika Andri datang bergabung, "eh, nanti sore di aula lagi kan?" Tanyanya.
"Iyalah, mau dimana lagi?" Jawab Helena.
"Hermas sama Ronal gabung boleh gabung nggak?" Tanya Andri lagi.
"Buat apa? Kan timnya cuma kita?!" Helena cukup kaget mendengar permintaan Andri. Hermas dan Ronal pun akhirnya bergabung melihat usaha Andri yang seperti tanpa hasil.
"Eh, Andri ini yang selalu bantu kami belajar selama ini. Sudah mau ujian semester, kalau belajar dari dia kami lebih paham! Kalau kalian ambil dia, kami yang kesulitan belajar tahu...", Rinal memberi alasan.
"Yeeee... Itu salah sendiri kenapa bergantung sama orang lain!" Kata Helena.
"Eh, kalau nilai rapor kami turun! Kalian lho yang tanggung jawab!" Hermas mengancam.
"Kalian kan bisa belajar sama dia di jam belajar pagi dan malam! Kamj kan cuma ambil jam belajar sore!" Anka ikut memprotes.
"Masalahnya, kalau pagi kami selalu ngantuk, jadi nggak bisa belajar sama dia. Kalau malam, ya terganggu dengan teman yang lain. Tahu sendiri kalau anak cowok kumpul belajar, pasti rame! Nggak ada yang belajar pokoknya! Baru pura-pura belajar kau Pak Doklas datang absen. Hahaha... Iya nggak?" Hermas tertawa saat membuka rahasia penghuni asrama putra.
"Ih, aku mau ikut juga dong! Pusing tahu kalau kalian nggak ada. Percuma lho aku belajar, nggak ada tempat bertanya juga!" Lilis pun menambahkan.
"Jadi gini aja, biar Hermas dan Ronal gabung, Lilis juga gabung. Nanti aku yang minta ijin sama Pak Doklas. Kita berenam belajar bersama. Tenang aja, pasti damai koq! Nggak akan ada yang jahil lagi nanti!" Pinta Andri. Walaupun ia memiliki tubuh yang kecil, tapi aura kepemimpinannya paling terasa di antara mereka.
"Gimana?" Helena bertanya pada Anka.
"Demi Lilis ajah... Diriku tak masalah", jawab Anka.
Semua mata tertuju pada Helena, menanti jawabannya.
"Yaudah, boleh deh! Tapi kamu yang ijin ya?" Kata Helena akhirnya pada Andri."Syaratku satu aja, kalian harus bawa cemilan...", tambah Helena akhirnya kepada Hermas dan Ronal.
"Gampang!" Jawab Hermas.
Eka sudah kembali, ia terkejut melihat keakraban Viva Angels dan Karat Devils.
"Eh, tumben damai?" Celetuknya. Ia lalu duduk di kursinya. Tepat saat bel masuk kembali berbunyi. Para Karat Devils pun kembali ke tempat duduknya di belakang kelas.
"Kamu ngapain tadi?" Tanya Anka pada Eka. Mereka memutar kembali posisi kursinya ke arah depan sebelum guru berikutnya datang.
"Cuma lagi bicarain kamu di sana!" Jawab Eka. Anka pun memasang wajah bertanya-tanya.
"Itu kak David pengen tahu, kamu itu suka apa. Kamu itu orangnya gimana. Kamu itu suka sama orang yang gimana. Pokonya tanyain kamu terus deh...", lanjut Eka lagi.
"Kenapa dia nggak tanya diriku langsung?" Tanya Anka.
"Ya malulah... Kamu sih, kalau ada yang PDKT cuek banget!" Jawab Eka.
"Memangnya harus bagaimana? Kalau mereka mau tahu diriku yang sebenarnya, kenapa juga berharap diriku jadi orang lain? Kalau memang diriku cuek, ya kenapa harus jadi nggak cuek?" Jawab Anka.
"Ughhh... Itu kak David intinya lagi naksir kamu!" Eka berbisik. "Coba kamu lebih ramah sama dia, pasti kalian langsung jadian!"
Dengan berbisik Anka menjawab, "biarkan dia berusaha lebih keras dulu!"
Dan akhirnya guru mata pelajaran berikutnya memasuki kelas. Pelajaran dilanjutkan.