Jam pelajaran pertama berakhir. Eka yang duduk di samping Anka berharap rencana ketiga gadis itu tidak benar-benar dilakukan. Cukuplah keributan yang selalu mereka lakukan. Meskipun tidak menjadi masalah besar, tapi kehebohan itu kadang sangat mengganggu. Padahal mereka adalah siswa-siswi yang terkenal pintar di kelas. Jadi sikap bermain-main ini sebenarnya tidak perlu untuk mencari perhatian. Mereka sudah mendapatkan banyak perhatian dari guru-guru mata pelajaran.
Anka menoleh ke belakang kelas, kondisi meja para Karat Devils sepi. Para pemuda itu menghabiskan waktunya bercanda bersama teman lelakinya di lapangan voli. Dengan matanya Anka memberi kode pada Helena dan Lilis. Dan niat itu pun dilaksanakan oleh Helena yang mengingat kembali kekesalan hatinya.
Helena melangkah ke sudut kelas, disanalah tempat sampah yang telah penuh dengan sampah diletakkan. Helena membawa tempat sampah itu ke arah tempat duduk para Devils. Ia mengeluarkan isinya dengan tangannya, lalu memasukkannya ke dalam laci meja Ronal dan Hermas. Andriawan lolos dari perlakuan ini karena ia dianggap paling mustahil menjadi pelaku.
"Len... ", panggil Endah dari tempat duduknya.
"Kali ini aja Ndah, mereka yang mulai duluan koq!" Jawab Helena. Ia kembali ke tempat duduknya.
Beberapa saat kemudian Hermas dan kawan-kawannya datang. Para Angels bersiap menunggu kemarahan mereka. Dan benar saja, ketika melihat laci mejanya penuh dengan sampah, Hermas berseru, "Waahhhh!! Helena... Pasti perbuatan ini kan?"
Helena diam. Para Angels pura-pura sedang membaca buku.
"Astaga... Baunya sampah ini!" Ronal mengeluarkan sampah itu sedikit demi sedikit. "Parah memang pipa-pipa WC ini!" Ia menambahkan. Masih menyinggung "pipa". Para Angels pun mendengar kata itu.
Hermas mengambil sampah itu, berniat membuangnya. Tapi sebelum ia melangkah keluar kelas, ia menempelkan dulu sampah itu di wajah Anka yang pura-pura membaca buku.
"Uaahh! Hermas!" Anka berseru. Hanya sedetik, sampah yang muncul di depan wajahnya langsung menghilang begitu saja. Hendak menyemburkan kekesalan pun, orang yang bersangkutan telah pergi melarikan diri.
Para pemuda itu tidak bisa terlalu marah. Memang salah mereka memulai perang ini. Lagi pula sekarang mereka berada di sekolah. Jika membuat masalah ini menjadi lebih besar, mereka bisa dilaporkan kepada guru dan mengakibatkan pemanggilan kepada kepala asrama. Sanksi dari guru bukanlah masalah, tapi dari kepala asrama itu pasti akan berupa sanksi yang memalukan.
Lagipula, Endah sudah memberikan tatapannya kepada mereka berenam. Sebagak siswi yang bukan penghunj asrama, Endah tidak mau tahu masalah mereka di luar sekolah. Ia hanya ingin kelas X-1 menjadi kelas yang tenteram.
Lanjutkanlah perseteruan kaliam di asrama, bukan di sini. Kata Endah dalam hati.