Aku kembali masuk kedalam ruangan serba putih dengan gelembung-gelembung bening yang terikat dengan tali merah. Entah kenapa Aku langsung mengerti dan refleks melakukan hal ini setelah disuruh oleh Leo yang baru ini terlihat seperti itu.
Aku melayang diantara gelembung-gelembung memori tersebut untuk mencari memori yang bersangkutan. Aku sudah tidak mengerti lagi kenapa Aku bisa langsung paham dengan keadaan ini walaupun baru kedua kalinya melakukannya.
Aku menyentuh dan memeriksa gelembung tersebut satu-persatu. Seperti sebuah video, Aku dapat melihat kejadian yang terekam dalam ingatan Aldo dengan jelas, bahkan Aku bisa menggesernya untuk mempercepat atau memperlambat video tersebut. Sungguh canggih sekali.
Tidak lama kemudian Aku menemukan sebuah gelembung yang memutarkan kejadian terlihatnya Leo oleh Aldo.
"Mungkin Aku dapat membuat dia lupa dengan hal ini jika Aku memutuskannya." Pikirku.
Aku lalu menyentuh tali merah yang menyambungkan gelembung tersebut dengan gelembung yang lain. Aku langsung memberanikan diri menyentuhnya walaupun sebelum itu Aku masih takut jika akan terkena panas tadi.
"Oh.. ini tidak panas.."
Ini berbeda dengan sebelumnya, Aku dapat menyentuhnya!.
"Aduh!!. Apa ini kuat sekali!"
Tali tersebut sangat kuat sekali hingga Aku sampai terpental dibuatnya. Bahkan tidak seperti tali lainnya, tali ini bagaikan sebuah pipa besi yang tidak terpatahkan. Aku mengetahuinya karena melihat tali yang lain bergerak melambai seperti terkena angin, tidak seperti tali ini.
Segala cara sudah kucoba untuk memutuskannya, tetapi hasilnya tetap sama. Tidak ada kemajuan sama sekali. Akupun sudah sedikit putus asa.
Aku lalu melayang mendekati tali lain dengan muka murung. Tali ini loyo dan terlihat seperti seutas benang wol. Disebelahnya terdapat gelembung memori yang memutar video tentang kejadian Aldo mengetuk-ngetuk meja seperti sebuah drum. Sungguh memori yang tidak penting.
Aku lalu mencoba menyentuh tali tersebut. Sangat lembut dan cukup rapuh. Setelah kupikir-pikir, kekerasan dan kekuatan tali ini tergantung sang pemilik mengingat hal ini sebagai ingatan penting atau tidaknya. Semakin berharganya sebuah ingatan maka semakin kuatlah tali ini mengikat gelembung-gelembung memori ini. Aldo pasti memiliki ingatan yang lebih kuat dari ini.
Aku lalu melepaskan tali rapuh itu, dan melayang tanpa tujuan. Aku tidak tega melukai memori orang lain, bahkan jika itu tidak penting sekalipun pasti ada sesuatu yang berharga disana.
Aku lalu mengangkat tanganku dan mencoba meraih langit. Tidak lama kemudian, Aku langsung seperti tersedot keluar meninggalkan ruangan serba putih itu.
.....
"Nak..!,, Bangun.."
Sebuah tangan kecil membangunkanku dari kegelapan.
"Hah...?", Aku kemudian duduk dan mengucek mataku.
"Kau lama sekali didalam nak!. Apa kau sudah menghapus memorinya tentangku?"
"Belum..", Aku langsung menjauhkan pandanganku dari Leo.
"Apa!?, terus disana melakukan apa?"
Aldo yang seperti tertidur dalam keadaan berdiri kemudian membuka matanya perlahan. Ia kemudian melihat kami dari atas dengan tatapan yang tajam.
"Gua sekarang sudah tau apa yang ingin lu lakuin Arina.."
Aku hanya menunduk dan diam tanpa menjawab.
"Lu ingin mencoba melakukan sesuatu dengan ingatan gua kan?.", Aldo kemudian menjongkok agar menyamakan tatapannya denganku.
Aku tetap tidak menjawab. Leo hanya melihat kami dari kejauhan.
"Pas yang waktu tadi pagi itu, gua refleks pake kekuatan karena dalam bahaya. Tapi sekarang ga gua apa-apain untuk ngetes lu."
"Hah....?"
"Gua paham kok kenapa lu mau ngelakuin itu. Kita bukan manusia biasa Rin... Mungkin kalo gua diincer orang jahat, mungkin gua juga bakalan ngelindungin diri. Tapi gua bukan orang itu Rin. Lu bisa percaya gua kok."
Aldo menyentuh daguku dan mengangkatnya dengan perlahan, membuat tatapan mata kami menjadi sejajar.
"Apa yang kau lakukan pada Arina!!", Leo langsung melompat dan melepaskan tangan Aldo dari wajahku.
"Aku tidak tau siapa dirimu, jadi jangan pernah menaruh tangan kotormu pada Arina!!"
"Eh Maksudlu gua?, Maaf gua belum ngenalin diri. Nama gua Aldo Flareo, temen sekelas Rina."
Leo langsung menjauh dan terkejut mendengar kata dari Aldo itu.
"Apa maksudmu!?. Fla-flareo yang itu?"
"Apa maksudmu Leo?" Aku lalu langsung mendekatinya.
Leo langsung mendekati Aldo dengan cepat. Tubuhnya kemudian meninggi dan berubah menjadi wujud manusianya. Tingginya bahkan melebihi tinggi Aldo yang notabene seorang pemain basket.
"Si-siapa nama ibumu?", Leo menyentuh pundak Aldo dan menatapnya dengan tajam. Aldo pun terkejut kucing ini bisa berubah menjadi seorang manusia.
"Aku tidak mengenal ibuku.. Aku anak piatu.. . Maaf.."
Aku lalu meraih tangan Leo dan menjauhkannya dari Aldo.
"Maksudmu apa nanya seperti itu hah!?. Itu tidak baik tau!", Aku menatar Leo seperti ibunya.
"Maaf ya Leo emang suka gitu orangnya.."
"Eh gapapa kok. Gua belum pernah ketemu ibu sejak lahir jadi ngga sedih deh. Hehe", Aldo menggaruk kepalanya dan tersenyum.
"Apakah kau mengenal Myria Flareo?" Leo kembali menatap Aldo penuh keyakinan, walaupun dia sedang berhadapan denganku.
"Oh!. Maksudmu ini..?. Dibuku ini ada tertulis nama itu.."
Aldo kemudian merogoh sebuah buku merah nan kusam dari belakang punggungnya. Dia lalu memperlihatkannya pada kami. Buku tersebut memiliki cover berbahan kulit, dibagian depan bertuliskan "The Fire Witch", memiliki ornamen-ornamen seperti tanaman merambat berwarna emas sebagai margin nya dan terdapat pola segi 12 dibagian tengah yang berwarna oranye, sedangkan dibagian belakang terdapat dua garis hitam membentuk sudut 120°. Setelah memeriksa buku tersebut, Leo terperanjat dan sedikit menjauh.
"Kau benar-benar mengejutkanku nak!", Leo menatap Aldo penuh keyakinan.
"Sekarang apa lagi maksudmu Leooo!!"
Aku meraih lengan Leo dan mengguncang-guncangkannya karena sudah pusing dengan ketidakpahamanku ini.
"Maafkan Aku karena telah sedikit kasar padamu tadi nak", Leo kemudian menjabat tangan Aldo dengan muka bahagia. Sedangkan Aldo hanya membalasnya dengan tertawa tidak jelas.
"Heiii!!. Jangan abaikan Aku!"
Setelah Leo menjabat tangan Aldo dengan penuh bahagia, Leo kemudian mendekatiku dengan wajah penuh bahagianya. Walaupun dia cukup tampan dalam wujud manusianya, gigi taringnya merusak hal tersebut.
"Ini merupakan sebuah keajaiban Nak!. Bertemu penyihir legenda secepat ini memang suatu keberuntungan!!"
"Tunggu.. tunggu.. . Sebegitu pentingkah bisa bertemu penyihir lain sekarang?" Aku menatap Leo penuh heran.
Aku lalu mengintip Aldo yang berada di belakang Leo. Sekarang dia menunjukkan muka kemenangannya padaku.
"Hei hei shuttt!!.." Leo menaruh jari telunjuknya pada bibirku.
"Dia bukan sekedar penyihir biasa nak!. Dia adalah seorang penyihir legenda!. Sama sepertimu, kau dan dia termasuk 6 penyihir terkuat yang pernah ada!"
"Aduhhh... Sekarang Aku yang makin pusing..."
Aku sudah cukup pusing dengan sikap Leo yang memang tiba-tiba suka berubah. Mungkin juga karena Aku belum tahu banyak tentang apa yang sedang dibicarakannya.
Aldo yang sedari tadi dibelakang Leo kemudian ikut masuk kedalam percakapan kami.
"Lagi cerita apaan sih?. Penyihir?, Legenda?, Ada hubungannya sama kalian yah?
Leo kemudian menjadi lebih tenang setelah mendengar perkataan Aldo. Dia merasa bahwa dia punya kewajiban untuk memberitahukan kebenarannya. Leo kemudian mendekati Aldo dan memegang pundaknya dengan kedua tanganya.
"Nak.."
"Ya..?" Aldo menatap Leo dengan heran.
"Kau adalah seorang penyihir nak.."
"Hah!?..."
"Hei..! Lu ga lagi bercanda kan?"
Aldo lalu melepas tangan Leo dan sedikit melebarkan jarak diantara kami.