Chereads / The Dark Witch / Chapter 14 - Bang Arino

Chapter 14 - Bang Arino

Bang Rino menghadang kami didepan pintu. Wajahnya menilik Aldo dengan teliti. Seperti yang sudah kuberitahu, dia adalah Arino Darkblood, saudara kandungku satu-satunya. Bisa kalian lihat bahwa dia adalah seorang sister complex atau siscon atau bisa disebut sebagai orang mesum yang menyukai adik perempuannya sendiri. Karena aku memiliki mata dan wajah seperti ayah dan rambut seperti ibuku, dia menjadi sangat overprotektif padaku dan selalu menjauhkanku dari cowok lain yang mendekatiku. Aku jadi ingat kalau ibu pernah bilang bahwa bang Rino pulang kerumah hari ini.

"Eh.. Abang ga kuliah?"

"Kan sebenernya abang masih libur.. . Ett! Jangan ganti tema pembicaraan yaa. Btw itu siapa?"

"Aldo, teman sekelas. Lagipula abang gausah ikut campur. Aku mau keatas. Bye!" Aku bergerak cepat, melepas sepatu dan menarik Aldo dengan cepat menuju kelantai atas.

"Misi bang..." Aldo melepas sepatunya dengan cepat sesuai arahanku. Bang Rino terlihat heran dengan tingkah kami.

Aku meniti tangga dengan cekatan, semakin lama aku berbicara dengan abang yang menjengkelkan itu, maka pasti akan terjadi perdebatan yang tidak akan kunjung selesai. Kulihat kearah belakang nampaknya dia juga sedang mengikuti kami.

"Abang ngapain ikut juga sih!" Aku terhenti didepan pintu kamarku.

"Pasti kalian mau ngapa-ngapain kan?, Ya kan!?"

"Ngga bakal ngapa-ngapain. Cuma main doang kok!"

"Yaudah kalo gitu abang juga ikut"

"Hadeuhh" gumamku.

Aku membuka pintu kamarku yang bertuliskan my sweet room, dan memperlihatkan pada kedua cowok ini sebuah kamar berantakan yang penuh dengan lautan buku novel dan komik fantasi. Entah takjub atau bagaimana, Aldo nampak tercengang dan ternganga melihat keindahan kamarku. Aku tau baru kali ini kau masuk kamar remaja perempuan, jadi jangan heran.

"Gua mau duduk dimana nih Rin?"

"Tuh.." Aku menunjuk sebuah bagian kecil karpet yang belum terjamah lautan buku, berharap Aldo merapikannya sendiri. Bang Rino hanya berdiri didepan pintu memperhatikan kami dengan penuh seksama.

"Gimana nih Rin?" Aldo mendekatiku dan berbisik pelan. Kulihat bang Rino mengernyitkan dahinya.

"Ga tau nih.." Aku menjawab pelan.

Aku jadi bingung, Aku harus bisa menyelesaikan hal ini. Sebelum perjalanan kesini, Aku dan Aldo sempat berbincang tentang kekuatan yang kami punya dan siapa saja yang sudah mengetahuinya. Tetapi Aku jadi bisa sampai lupa kalau masih ada hambatan lain dalam kepergianku.

Aku lalu beranjak berdiri. Ditengah gerakanku, Aldo memberikan isyarat dengan tangannya. Sepertinya dia akan setuju dengan solusiku yang satu ini, walaupun Aku belum memberitahunya.

Aku mendekati bang Rino dengan perlahan. Berjalan mendekat sedikit demi sedikit ke arah dia berdiri. Dia nampak mulai curiga dengan gerakanku.

"Bang.." Aku langsung meraih tangannya dengan cepat.

Aku seperti tersedot masuk kedalam sebuah terowongan gelap, dan sesaat kemudian sebuah cahaya semakin terang menerpa tubuhku.

Sebuah ruangan serba putih dengan gelembung-gelembung bening kembali kulihat. Berdasarkan survei ku setelah tiga kali melakukannya, Aku bisa mengetahui bahwa Aku telah sampai di ruangan memorinya.

Aku melayang dengan cepat melewati bola-bola gelembung yang ukurannya bermacam-macam itu. Aku masih bingung harus melakukan apa disini. Jika Leo bilang, Aku dapat mengubah persepsi seseorang lalu bagaimana caranya?.

"Ga guna..., ga guna..., ga guna... Arghh!"

Aku sibuk memilah-milah memori-memori yang sangat banyak disekitarku. Banyak sekali memori tidak penting yang sudah ku lewatkan.

"Eh tunggu.."

Setelah ku teliti, memori-memori yang kulihat selama ini adalah memori yang masih baru. Karena sejak awal ku masuk, yang kulihat pertama kali adalah memori ketika dia melihat Aku dan Aldo duduk berdua di kamarku. Jika bagian terluar dari tempat ini adalah memori yang masih baru, berarti Aku dapat menuju  ke intinya jika menyelam lebih dalam lagi. Seperti mendapatkan sebuah ide cemerlang, Aku menepuk kedua tanganku dan langsung bergegas menelusuri tempat ini.

Aku melayang lurus dengan cepat didalam ruangan putih, luas dan seperti tak berdasar ini. Bahkan tidak ada sebuah pembatas diruangan ini. Lama-lama Aku jadi muak melihat hal yang sama terus menerus.

Jam 14:57 tertera di jam digitalku. Sudah 12 menit Aku disini melayang tanpa tujuan diruangan tanpa gravitasi ini. Sesekali Aku melihat beberapa gelembung memori yang kulewati.

"Ah, ini memori dua hari yang lalu"

Memori tersebut menunjukkan bang Rino yang berpamitan untuk kekampusnya. Aku melepaskan gelembung tersebut dan lanjut mencari.

"Hahhh.. hahh.."

Nafasku menjadi berat, udara disekitarku terasa lebih pekat dan susah dihirup. Entah kenapa gerakanku menjadi lebih lambat dan terus melambat.

"Hah.."

"Hahhh..."

"Hah....."

Kesadaranku mulai menghilang. Apakah aku akan mati disini?. Lalu buat apa Aku kesini?. Bagaimana jika bang Rino mengetahuinya setelah Aku keluar?.

Tiba-tiba badanku sudah tidak dapat digerakkan lagi. Aku terjatuh dan tidak bisa mempertahankan posisi melayangku ini. Jatuh ke jurang yang tak memiliki dasar

Mataku mulai berkedip dan menutup perlahan. Tiba-tiba suara tapak sepatu dari arah kanan terdengar. Seorang pria melihatku jatuh dan tersenyum sinis. Aku tidak sempat mengenali wajahnya.

"Ah yang benar saja..."

.....

"Ah.. aduh.."

Aku mengelus kepalaku yang sedikit pusing. Dua suara yang berbeda terngiang-ngiang menyuruhku untuk bangun. Aku lalu membuka mataku secara perlahan.

"Rin, bangun.. "

"Oh syukurlah kamu sudah siuman.."

Bang Rino menggenggam tanganku dengan erat disampingku, sedangkan Aldo berdiri dibelakang bang Rino melihatku penuh iba.

Entah kenapa tiba-tiba energiku muncul kembali. Aku langsung beranjak duduk dan merapikan rambutku.

"Rin, kamu ngga kenapa-napa kan?. Abang ambilin air putih ya.." Bang Rino langsung bergegas kebawah meninggalkan kami berdua. Aldo memperhatikan bang Rino sampai benar-benar hilang dari pandangannya.

"Huft.. aman.." ucap Aldo sambil mengurut dadanya.

"Do.., tadi gua ngapain aja?"

"Tadi itu ya, lu megang tangan abang lu sampe 15 menit loh. Kalian berdua kayak lagi dalam keadaan tidur gitu. Bahkan gua gabisa bangunin kalian. Hebat juga..." Aldo mendekatiku dan berbicara dengan penuh semangat.

"Maksudnya setelah itu.."

"Oh.. Terus lu pingsan dan diangkat sama abang lu kekasur..."

"Hah!?. Terus dia bilang apa setelah gua pingsan?"

"Kan lu pingsan nih, terus jatuh nih, terus abang lu bangun nih, terus abang lu diem doang dan ngangkat lu kekasur. Udah gitu doang!" Aldo terlihat malas menjelaskan ulang padaku.

"Gitu doang!?" Ucapku dengan heran.

"Ya gitu doang. Lu ga diapa-apain kok... tenang aja... Selow..."

Aku semakin ragu dan bingung dengan perkataan Aldo. Tidak mungkin abangku tidak merasa aneh dengan kejadian itu. Sedangkan Aldo saja mengetahui jika diriku memasuki kepalanya. Tapi apakah karena dia memang manusia biasa?. Argh aku pusing!!.

"Jadi gimana?" Aldo tiba-tiba bertanya dan membuyarkan pikiran-pikiranku.

"Gua belum ngapa-ngapain..." Aku tertunduk lesu.

"Selama itu tapi ga ngapa-ngapain!?" Aldo langsung tersentak.

"Tapikan karena gua belum tau caranya!!... duh.."

Sebuah suara tapakan kaki datang dari arah tangga menuju lantai atas. Pandangan kami berdua langsung terfokus pada pintu didepan kami.

"Nih abang udah bawain air putih buat kamu..."

Bang Rino muncul dari depan pintu dan tersenyum.