Chereads / The Dark Witch / Chapter 15 - Kemungkinan

Chapter 15 - Kemungkinan

Bang Rino mendekatiku dengan sebuah gelas berisi air putih yang ada didalam genggamannya. Dia menyodorkannya padaku tanpa sepatah katapun. Sebenarnya setelah pingsan itu, Aku tidak merasa sakit, hanya saja saat ini Aku lapar sekali. Aku menerima gelas tersebut dan menenggaknya sampai habis.

"Habis ini kamu tidur aja ya rin.. . Dan kamu juga sebaiknya pulang aja" Bang Rino melihat Aku dan Aldo dengan datar. Ia lalu meninggalkan ruangan ini dengan tenang.

"Jadi gimana nih Rin..?. Bagaimana jika bahasnya diluar aja.. atau lu bisa panggil Leo kesini" ucap Aldo dengan lirih.

"Bahaya jika ketahuan sama bang Rino do.. . Gua masih curiga sama abang gua satu ini."

"Bukannya dia ga bisa liat Leo ya?"

"Ketahuan bicara sendiri kan juga bahaya.."

"Berarti jalan satu-satunya cuma diluar. Lu bisa keluar ga untuk saat ini?"

"Bisa sih.. tapi abang gua itu orangnya overprotektif. Ga mungkin dia ngizinin gua keluar setelah pingsan kayak gini... . Kalaupun ngizinin juga kita bakal diikutin. Jadi sama aja..."

"Yaudah berarti besok aja ya!. Gua balik dulu..." Aldo meraih tasnya yang tergeletak dilantai. Dia lalu bergegas keluar dan ke lantai bawah. Aku mengikutinya dari belakang.

"Do, hati-hati dijalan.."

"Yop!. Pulang dulu bang!.." Aldo berpamitan dengan abangku, tapi bang Rino diam tak menjawab.

Setelah Aldo pulang, bang Rino menyuruhku kembali ke atas untuk istirahat. Aku meniti tangga dengan lesu tanpa semangat. Seharusnya hari ini Aku berangkat mencari informasi tentang ayahku, tetapi hambatan memang selalu ada disaat yang tidak tepat.

.....

"Leo... Leo...." Aku berbisik memanggilnya. Sebelum melakukan itu Aku sudah mengunci pintu dan menutup tirai.

Bzzzt!

Zip!, Sebuah bola bulu hitam tiba-tiba muncul dari sebuah portal. Lingkaran hitam itu kemudian menutup dan menghilang. Dia langsung turun dan berdiri dengan sigap.

"Kau sudah siap nak?" Leo langsung berubah menjadi wujud manusianya dan duduk diatas kasurku.

"Jangan bahas itu dulu, ada yang lebih penting. Kau bisa mendengarku kan?" Aku menjawab sambil berbisik.

"Baiklah, ada apa itu?"

"Abangku.., Arino.. sedang dirumah. Kau mengenalnya kan?"

"Tentu saja Aku mengenalnya nak. Bahkan sejak dari bayi."

"Baiklah, bagus kalau begitu. Dia menjadi hambatan kita untuk saat ini. Bagaimana caraku untuk menyingkirkannya?" Mataku menatap lurus mata Leo dengan tajam.

"Maksudmu, dia mengetahui soal tentang kita?"

"Bukan juga, tetapi Aku sudah memasuki pikirannya barusan. Tetapi karena Aku tidak tau cara memanipulasi persepsi seperti katamu itu. Aku gagal dan kembali dalam keadaan pingsan."

"Kau melakukannya!?. Kau sungguh nekat sekali nak, padahal belum tau caranya.."

"Shtt!!!. Suaramu keras sekali!." Aku menutup mulutnya dengan cepat.

"Dia tidak akan bisa mendengarnya, jika dia manusia biasa" Leo melepaskan tanganku.

"Bagaimana jika tidak?"

"Benar juga katamu nak... . Kita harus bisa seminimal mungkin menghindari orang yang mungkin bisa mengahadang jalan kita. Bahkan jika itu keluargamu sendiri."

"Apakah ada kemungkinan bang Rino memiliki kekuatan penyihir?"

"Ada... Ehh... Maksudmu...."

Leo tiba-tiba memegang kepalanya, melihat entah kemana dan mengucapkan kata-kata yang tidak kumengerti dengan cepat. Dia terlihat pusing seperti baru menyadari sesuatu yang penting.

"Kemungkinannya adalah seratus persen nak!"

"Apa!?!" Aku langsung menutup mulutku karena tidak sengaja berbicara dengan keras.

"Anak dari seorang penyihir legenda merupakan seorang penyihir murni nak. Berapapun jumlah anaknya dan siapapun istri/suaminya, anak mereka adalah seratus persen seorang penyihir nak!" Leo langsung bicara dengan berbisik-bisik setelah menyadari ini.

"Penyihir legenda?, Tunggu-tunggu jadi intinya abangku juga seorang penyihir?"

"Benar nak... Setiap penyihir punya masa matangnya sendiri dalam menggunakan sihir. Kau baru bisa menggunakan sihir tepat pada umur 16 tahun. Ahhh!!, Mungkin saja abangmu itu baru mendapatkannya baru-baru ini. Karena sebelumnya dia tidak dapat melihat maupun mendengarku selama ini. Argh! Kenapa Aku baru menyadarinya sekarang..." Leo menggerutu dan menggertakkan giginya

"Ja-jadi apa kekuatan abangku itu?"

"Anak selain sang pewaris hanya mewarisi satu diantara empat jenis sihirmu nak. Aku tidak tau pasti..." Jawab Leo lirih.

Kami diam sejenak selama 10 menit, termenung dan tidak bicara sepatah katapun. Aku langsung beranjak berdiri dan menyingkirkan selimut yang ada diatas kakiku.

"Kau mau kemana nak?"

"Aku dan dia pasti memiliki keinginan yang sama Leo, jika dengan ibu berhasil, maka tidak mungkin jika dia akan berlaku sebaliknya"

"Astagaa... Apa yang kau lakukan nak.... Bagaimana jika-"

"Kau terlalu paranoid Leo.., dia mungkin bisa membantu kita. Kau juga ikut denganku." Aku langsung membantah Leo dan menarik jubahnya.

Aku dan Leo turun ke lantai bawah untuk menemui bang Rino. Dari balik pintu sebelum tangga, kulihat dia sedang memainkan smartphonenya diatas sofa. Wajah Leo cemas setengah mati mengikutiku dari belakang.

"Bang..."

Dia menoleh kearahku. Wajah datarnya kemudian berubah menjadi senyum menjengkelkan yang biasa dia lakukan setiap hari.

"Ada apa adekku sayang...?"

"Cih,, ada ingin kutanyakan.." Leo yang tadi dibelakangku sekarang berada disebelah kananku. Wajahnya menjadi serius dan postur tubuh nya berubah.

"Apa?" Bang Rino menjawab santai.

"Abang bisa liat dia?" Aku mengangkat tanganku kearah kanan seperti mengenalkan Leo. Bagi manusia biasa mungkin ini akan terlihat aneh.

"Maksudmu meja itu?, Sekarang kamu sudah memberinya nama ya?, Haha pantas saja kau memanggilnya dengan sebutan dia" Bang Rino tertawa kecil.

"Ap-apa!?, Maksudku orang yang berada disebelah kananku ini loh!!" Aku menggerutu kesal.

"Hahaha!, Apa kamu berhalusinasi lagi Rin?. Jika kau memang segitunya, bermimpilah tentang abangmu ini dek. Ahahahhah..." Kali ini dia tertawa lepas. Wajahku memerah, Aku malu sekali saat ini. Raut wajah Leo berubah heran karena sikapnya.

"Ish!!" Jawabku kesal.

"Haha.. et tunggu dulu..." Bang Rino kembali mengecek smartphonenya, Ponsel tersebut tiba-tiba berbunyi. Dia langsung mengangkatnya dan langsung keluar untuk berbicara dengan seseorang. Kudengar sepertinya dia sedang berbicara dengan teman kuliahnya. Dia tertawa lepas tanpa menghiraukan keberadaan kami.

"Leo, bagaimana ini?" Aku menatap Leo dengan lemas.

"Mungkin saja dia memang manusia biasa nak. Kemungkinan itu hanya terjadi jika ayahmu menikah dengan penyihir juga. Untuk saat ini, kita biarkan dulu saja. Tapi kita harus tetap mengawasinya, mengerti?"

"Me-mengerti..." Jawabku dengan tegas.

"Tapi bagaimana dengan rencana kita hari ini?"

"Kita tunggu ibumu pulang dulu saja. Kau hanya akan berbicara dengannya saja. Kita akan melakukannya setelah itu."

"Baiklah...."

.....

"Sayang, hari ini ibu ada keperluan dulu siang ini. Ga lama kok, nanti sore juga bakal pulang. Mumpung abangmu udah pulang, sekalian ibu udah nyuruh dia buat masakin makan siang. Take care sayang...!

Oh ya kalau dia ngga bikinin, pukul aja, gapapa kok! Hihi"

Sebuah nota tempel berwarna kuning tertempel didepan kulkas. Aku mengurungkan niatku untuk makan mie instan kali ini. Kulihat didalam tudung sajiku sudah tersedia makan siang favoritku dari kecil. Aku langsung melahapnya tanpa sisa. Entah kenapa setelah menggunakan kekuatan tadi itu perutku lapar sekali. Aku akui memang abangku ini sangat pintar memasak dibandingkan ibu. Karena lapar, Aku jadi tidak peduli itu buatan siapa.

"Kwesyellllll!!" Aku menggerutu sambil mengunyah makanan yang masih ada dimulut.