Pagi berikutnya, Ah Shen yang sudah berdandan rapi dengan kemeja putih dan jas kerja memasuki kamar Feng Cang saat dirinya tak kunjung melihat gadis itu.
Dia berkacak pinggang saat melihat Feng Cang yang masih tertidur pulas. Setelah berpikir selama tiga detik, dia memutuskan untuk menggendong Feng Cang dan melemparkan tubuh gadis itu ke dalam bak mandi.
"Ah Shen!"
Pagi itu juga, teriakan Feng Cang bergema di tempat tinggal mereka.
Di ruang makan, Ah Shen duduk dengan elegan sambil membaca koran.
Feng Cang yang masih menggigil kedinginan menatap Ah Shen dengan tatapan bermusuhan. "Kejam."
Ah Shen berkedip. "Siapa yang tadi malam mengatakan bahwa dia tahu batas dirinya sendiri dan mabuk sampai tidak sadarkan diri?"
Feng Cang meraih teh jahe yang sudah Ah Shen siapkan untuk menguragi hangover-nya. "Aku hanya tertidur, oke?" elaknya.
Ah Shen meletakkan koran yang dia baca. "Hanya tertidur? Lalu siapa gadis yang tadi malam mengamuk di bar dan menyerang hampir selusin pria?"
Feng Cang tersedak saat mendengar pertanyaaan Ah Shen. Dia melirik wajah datar Ah Shen dan menjawab dengan lirih, "Karena kamu mengatakan itu padaku, gadis itu pasti aku, bukan?"
Ah Shen mendengus.
Feng Cang meringis. "Aku tidak mengingatnya."
"Itu lebih baik," ucap Ah Shen. "Kalau kamu ingat, kamu mungkin akan takut dengan dirimu sendiri."
Feng Cang menggaruk-garuk kepalanya dengan canggung.
Ah Shen melirik Feng Cang sekilas sebelum menyodorkan semangkuk sup kaldu kepada gadis itu. "Minum ini untuk mengatasi hangover," ucapnya.
Feng Cang tersenyum lebar. "Terima kasih!"
***
Feng Cang meraih tape dan menyetel musik sambil besenandung riang saat mereka memasuki mobil.
Ah Shen diam-diam mengamati setiap tindakan Feng Cang dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. "Apa aku boleh bertanya?" tanyanya.
"Silahkan." Feng Cang menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari tape mobil, sibuk memilih musik yang sesuai dengan suasana hatinya.
"Apa hubunganmu dengan Wang Wei?" tanya Ah Shen yang hanya dijawab dengan suara samar musik pop.
"Hei, kamu bilang aku boleh bertanya," protes Ah Shen.
"Ya, memang. Tetapi, aku tidak berjanji akan menjawabnya," kilah Feng Cang.
"..." Gadis ini semakin pandai mengelak.
"Kalau kamu memang tidak ingin memberi tahuku, aku tidak keberatan," ucap Ah Shen.
Feng Cang tersenyum miring. "Lalu apa? Kamu akan mencari tahunya sendiri?"
Ah Shen tersenyum. "Bagaimana bisa aku mengganggu privasi adik kesayanganku ini?" Aku hanya ingin tahu sedikit saja...
Feng Cang tahu apa yang Ah Shen pikirkan dan berdecak kesal. "Dia mantan pacarku."
Ah Shen yang mendengarnya hampir saja menabrakkan mobil ke bahu jalan. Dia segera mengerem kendaraannya dan menatap Feng Cang dengan mata membulat.
Feng Cang memegang dadanya dan merasakan jantungnya berdegup dengan kencang. "Apa kamu ingin membunuhku?! Hanya karena aku memiliki mantan pacar?!"
"Apa kamu serius?!" Ah Shen menatap Feng Cang dengan tak percaya.
"Kamu tidak perlu khawatir," ucap Feng Cang. "Aku sudah memutuskannya sehari setelah itu."
Sudut bibir Ah Shen berkedut. Hei, aku menjadi lebih khawatir karena kamu memutuskannya terlebih dahulu, oke?
"Aku rasa dia masih menyukaimu. Dia sepertinya masih berusaha mengejarmu," ucap Ah Shen sambil memutar kemudi, mengendalikan mobil yang hampir saja membawa mereka ke pintu kematian. Hmm, tidak, itu Ah Shen sendiri yang hampir saja membawa mereka berdua ke sana.
Feng Cang menggeleng. "Aku rasa dia mengejarku bukan karena dia menyukaiku," ucapnya pelan. "Mungkin dia mengejarku karena ingin membunuhku."
Ah Shen sekali lagi kehilangan kendali terhadap mobilnya dan menabrak seorang pengendara motor yang melaju dengan cepat.
"Ah Shen! Apa kamu masih mabuk?! Kamu bisa mengatakannya sejak awal kalau kamu tidak bisa menyetir dengan benar!" seru Feng Cang sambil membuka pintu mobil.
"..." Aku tidak akan kehilangan fokus kalau kamu tidak terus mengatakan sesuatu semacam itu, oke?