"Selamat ulang tahun!"
"Ayo, ucapkan harapanmu!"
Di atas kue berdiri 18 lilin dengan api yang menyala berwarna kuning dan jingga yang menari-nari di depan mata dan terlihat sangat mempesona.
Aku menyaksikan teman-temanku yang dengan bersemangat merayakan ulang tahunku yang ke-18 , juga untuk merayakan kesuksesanku.
Aku berhenti sejenak untuk membuat permohonan, tetapi tiba-tiba aku merasakan udara dingin menerpa wajahku.
"Sssshh!"
Dalam sekejap, ruangan menjadi gelap, semua lilin padam, padahal tidak ada satu pun dari kami yang meniupnya.
Aku mengerjapkan mata. Aku mendesah ketakutan ketika melihat ruangan menjadi gelap dan kosong. Teman-teman yang baru saja ada di sekitarku menghilang, hanya terdengar hembusan nafasku dalam kegelapan ini.
Aku terkejut, sehingga aku tidak sadar melangkah mundur, tetapi aku justru menabrak sesuatu yang dingin dan keras.
Sesuatu yang ramping seperti tanaman, merambat melingkari tubuhku. Aku melihat ke bawah dan nampak sepasang tangan yang berwarna pucat. Tangannya terlihat sangat jelas dan indah, tetapi terasa sangat dingin.
Sepasang tangan itu melingkari pinggangku, lalu bergerak membelai wajahku.
"Aahh!" Aku menjerit dan berusaha melepaskan diri dari tubuh yang dingin itu, tetapi tidak berhasil.
Lengan itu justru memelukku lebih erat. Angin dingin dan berat terasa dari belakang leherku. Rasanya seperti hembusan nafas seorang pria yang membuatku merinding.
"Jadilah istriku." Sebuah suara rendah yang mempesona menggema di telingaku.
"Lepaskan aku!" Dengan kesal, aku menggigit tangan besar itu dan sesaat melupakan ketakutanku.
Dingin sekali! Rasanya seperti menggigit daging beku dari kulkas.
Ketika pria es itu menarik nafas panjang, aku segera melepaskan diri dan melompat beberapa langkah untuk menjaga jarak darinya.
Aku menoleh ke belakang dan melihat sesosok pria berwajah dingin yang sangat terobsesi denganku. Setelan jas hitam membungkus tubuhnya yang tinggi dan proporsional. Sepasang mata gelap menatapku dengan dingin tanpa mengeluarkan suara apapun.
Aku mengingatnya. Dia!
Dialah pria yang sering muncul di mimpiku. Wajahnya tampan namun terlihat dingin dan sombong. Penampilannya, aku tidak bisa melupakannya.
Dengan perlahan ia mendekatiku, mata elangnya yang sipit tidak lepas memandangiku. Pria itu menyeringai sambil terus menatapku.
Aku ingin melarikan diri, tapi aku tidak bisa bergerak. Aku tersudut dan sekali lagi terkunci di dalam pelukannya.
"Kamu tidak bisa lari lagi, menikahlah denganku. Ini sudah menjadi takdirmu."
Aku terkejut ketika bibirnya yang dingin seperti es menyentuh di bibirku.
Tiba-tiba aku terbangun dan duduk. Aku langsung menyalakan lampu meja di sampingku sambil menarik napas panjang untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya, seperti seseorang yang baru saja tenggelam.
Aku menyeka dahiku yang berkeringat. Ternyata hanya mimpi, aku menghela nafas lega. Tetapi sesaat setelahnya, aku kembali menjadi gusar.
Malam yang begitu sepi membuatku tidak bisa tidur…
Namaku Xia Qianqiu, minggu lalu aku baru saja merayakan ulang tahunku yang ke-18. Salah seorang guruku pernah berkata kalau aku dilahirkan dengan kekuatan Yin yang besar. Jadi setelah dewasa nanti, hidupku tidak akan bahagia karena akan sering mendapat gangguan dari roh-roh jahat.
Pada saat itu aku mengabaikannya. Tetapi setiap malam, sejak hari ulang tahunku, lelaki tampan itu selalu saja muncul di dalam mimpiku. Ia selalu memelukku dengan tubuhnya yang dingin dan tangannya yang pucat. Aku dapat menyimpulkan bahwa ia bukanlah dari dunia ini. Aku tidak tahu bagaimana cara ia menghampiriku dalam mimpi lalu memelukku, dan juga mengapa ia sangat ingin menikahiku.
Sekarang jika aku memikirkan perkataan guruku, aku hanya bisa tersenyum pahit. Tentu saja guru itu tidak menipuku. Tetapi sepertinya ramalannya kurang tepat. Bukan roh-roh jahat yang menggangguku, melainkan sesosok hantu yang tampan.
Karena itu, sebelum hidupku berakhir, aku berencana untuk memasangkan jimat di tubuhku dan meminta ketenangan pikiran. Aku tidak tahu apakah ini akan berhasil atau tidak. Aku cukup beruntung, hantu itu hanya datang di dalam mimpiku dan tidak pernah benar-benar muncul di hadapanku.
Namun, aku terlalu naif. Saat itu aku masih belum mengetahui bahwa beberapa hari kedepan aku akan mengunjungi sebuah desa, dimana nasibku akan benar-benar berubah.
Sore itu saat acara makan malam keluarga, ayah menghela nafas panjang dan dengan tatapan serius berkata kepada kami, "Besok pagi kita akan pergi ke desa. Teman lamaku memberi tahu kalau Paman Feng telah meninggal dunia."
Pada saat itu aku sedang duduk di meja bersama Xia Qianyang. Ia adalah saudara tiriku. Ibuku meninggal beberapa tahun yang lalu. Kemudian ayah menikah dengan seorang wanita bernama Liang Qiu, ibu dari Xia Qianyang. Kami semua tinggal di bawah satu atap.
Dengan tidak senang hati Xia Qianyang berkata, "Ayah, kamu tidak bilang sebelumnya. Besok aku akan pergi ke bioskop di Yingying."
Ayah berubah menjadi marah dan berkata dengan ketus, "Lihat kakakmu, dia sudah diterima di universitas ternama. Kamu juga harus rajin belajar, jangan pergi terus dengan kekasihmu sepanjang hari!"
Xia Qianyang tidak menimpali apapun dan menatapku dengan jijik.
Adik laki-lakiku ini adalah generasi kedua yang berasal dari keluarga yang berada. Ia berganti pacar lebih cepat daripada berganti pakaian. Ia memiliki kulit yang indah dan bersih sehingga tidak mengherankan bila para wanita selalu terpikat olehnya.
Ayah bangkit dan menepuk pundakku sambil berkata, "Kemasi barang-barangmu, kita akan tinggal di desa selama beberapa hari."
Pagi berikutnya, kami berempat melakukan perjalanan menuju desa.
Mobil Land Rover yang dikendarai ayah mulai menjauhi kota, dan akhirnya kami pun sampai di desa yang terletak dibawah kaki gunung.
Saat hari mendekati senja, kami berjalan keluar dari mobil untuk melihat rumput liar yang mengelilingi kami. Rumput-rumput itu terlihat seperti sedang menari ketika tertiup angin. Tubuhku pun menggigil ketika terkena terpaan angin itu.
Wajah Liang Qiu yang sangat cantik terlihat sangat kusam, ia mengeluh, "Tempat hantu macam apa ini, bagaimana bisa dia dimakamkan di sini?"
Ayah meliriknya dan dengan tidak sabar berkata, "Ini adalah rumah pemakaman Lao Feng yang berada di desa, ayo pergi."
Aku memperhatikan sekelilingku ketika kami sampai di tujuan. Aku berdiri di sebuah desa kecil yang minim pencahayaan, suasananya sangat tenang dan sepi, seperti tak berpenghuni. Menurutku, desa itu memiliki aura yang aneh.
Malam itu, kami tinggal di rumah kepala desa. Menurut Ayah, ini adalah rumah dengan kondisi paling baik yang ada di desa ini.
Ketika aku dan Xia Qianyang berjalan di rumah tua itu, kami dikejutkan oleh seseorang yang berdiri di dalam ruang tidur yang gelap.
Seketika itu juga jantungku berdebar dengan keras. Aku bergegas mendorong pintu dan menyalakan senter.
Aku berteriak ketakutan. Wajah besar dibalik pintu itu perlahan mendekatiku, dengan cepat aku menyoroti wajahnya menggunakan senter. Ternyata wajah besar itu adalah dua orang gadis anak kepala desa.
"Kami hanya membantumu membersihkan kamar." Kedua gadis itu berjalan perlahan melewatiku tanpa ekspresi dan suaranya terdengar acuh tak acuh.
Aku segera mengucapkan terima kasih dan menutup pintu kamarku.
Tempat ini sungguh berbeda dengan kota besar. Tidak hanya interiornya yang sederhana, pemilik rumahnya pun masih enggan untuk menyalakan lampu. Mereka hanya menggunakan beberapa lilin sebagai penerangan.
Ketika memandangi api lilin di kamarku, aku teringat kembali akan wajah pria misterius yang muncul dalam mimpiku.