Janji Yuki menjadi kenyataan. Baru dua bulan Yuki bekerja sebagai fotographer di advertising Om Lucky, omnya Yoona, ia sudah bisa kontrak rumah sendiri, beli motor baru dan bisa mengirim uang untuk orang tuanya sebanyak 5 juta rupiah. Otomatis, kuliahnya terbengkalai, dan Yuuto lebih giat menekuni bidangnya.
Keberhasilan Yuuto di awali dengan pengharapan sebuah iklan shampoo. Model yang di pakai tadinya seorang peragawati yang sudah punya nama. Tetapi, pihak produsen tidak setuju dengan model tersebut. Lalu, di sondorkan lagi contoh iklan dengan model lain. Sampai empat model pihak produsen tidak setuju. Alasannya kurang cocok, kurang manis, kurang ini itu dan sebagainya.
"Bawa aku menghadap boss mu," kata Yuki pada suatu malam.
Yuuto tidak punya pilihan lain. Sebetulnya tugasnya hanya sebagai photographer, bukan pencari model, tetapi Yuki mendesak agar Yuuto mengajukan modelnya sendiri.
Pertama-tama Om Lucky berbisik kepada Yuuto begitu Yuuto memperkenalkan Yuki, "Sudah kawinkan dia, Yu?"
"Sudah. Kenapa, Om?" ucap Yuuto berbohong sambil bertanya balik.
"Hmm... ngak apa-apa. Cuma ingin tahu statusnya saja," jawab Om Lucky dengan kikuk. "Coba sajalah! Siapa tahu dia terpakai."
Pemotretan dilakukan. Yuuto sendiri merasa heran melihat hasil pemotretan atas diri Yuki. Bagus sekali jadinya. Padahal Yuuto tahu, Yuki adalah roh. Biasanya roh tidak bisa di potret.
Hasil pemotretan itu di bawa ke produsen shampoo. Ternyata pihak produsen setuju menggunakan model Yuki. Maka, di buatlah slide iklan dengan model Yuki.
Wajah Yuki pun menyebar di koran-koran, majalah-majalah, poster-poster, bahkan di papan-papan reklame pinggir jalan.
Satu hal yang sangat menggembirakan Om Lucky dan stafnya, bahwa iklan yang menggunakan model Yuki itu mendapat perhatian besar dari measyarakat. Menurut desas-desus dan kabar burung, iklan berwajah Yuki mempunyai daya tarik yang luar biasa. Bukan hanya pria, bagi wanita pun demikian. Setiap orang melewati depan papan reklame shampoo itu, mereka pasti menyempatkan menegok, memandangi wajah Yuki dan hati mereka merasa berdesir-desir indah. Yang membaca majalah atau koran, pasti berhenti pada halaman iklan tersebut sampai lama.
Ada salah seorang ibu yang mengaku setiap membuka majalah, ia mencari iklan shampoo yang berwajah Yuki. Seorang ibu juga mengaku, bahwa di dinding kamar tidurnya banyak guntingan iklan shampoo tersebut, dan semua itu adalah pekerjaan suaminya.
Menurut pengakuan pihak produsen sendiri, sejak iklan tersebut di pasang, produksi shampoonya meningkat. Banyak distributor yang memesan dengan jumlah makin hari makin bertambah. Pihak distributor sendiri juga merasa kewalahan melayani permintaan para agen untuk jenis shampoo itu. Para agen sendiri hampir sebagian besar menghentikan penjualan shampoo lain, karena setiap orang ingin membeli shampoo, hanya shampoo dalam iklan Yuki itulah yang di cari dan di beli. Shampoo lainnya di tolak.
Malahan, belakangan pihak produsen bermaksud untuk membuat spot iklan untuk TV swasta yang menggunakan model Yuki. Om Lucky sudah menyanggupi untuk membuat spot iklan tersebut. Ia menyuruh Yuuto menghubungi Yuki yang datang baru tiga kali, yaitu pada saat pengambilan gambar tempo hari.
Tapi Yuki minta waktu. Alasannya ia sedang sibuk dengan urusan lain. Padahal ia sengaja mengulur waktu agar nilai kontraknya dinaikkan dan tawaran yang sudah diajukan oleh pihak produsen.
"Hanya Yuuto, photographer ku yang bisa Yuki. Aku sendiri tidak pernah bisa bertemu dengannya," ujar Om Lucky kepada kepala marketing produk shampoo tersebut.
Akibatnya, dengan harga cukup tinggi, pihak produsen sanggup membayar Yuku asal spot iklan tersebut segera terwujud. Dan, itulah sebenarnya masa-masa panen yang pertama bagi Yuuto. Kesempatan emas itulah yang membuat Yuuto bisa mengontrak rumah, membeli perkakas rumah tangga ukuran lux, dan mengirim uang kepada orang tuanya di Jepang.
Rumah yang dikontrak Yuuto berhalaman kecil, tapi bangunan rumahnya cukup luas. Rumah itu jadi kelihatan mentereng setelah Yuuto memperbaharui semua catnya. Sayang rumah ini tidak mempunyai tempat parkir dan garasi, sehingga waktu Irene datang membawa mobil Starlet-nya, mobil itu di parkir di pinggiran jalan, dekat pintu pagar rumah Yuuto.
Ia sudah dua bulan tidak bertemu Yuuto. Sejak ia datang ke rumah Yuuto, sewaktu Yuuto tinggal bersama omnya, dan Irene bertemu dengan Yuki, sejak itu ia tidak pernah bertemu lagi dengan Yuuto. Yuuto sendiri jarang ke kampus. Mungkin hanya dua kali selama dua bulan Ia menyempatkan diri datang ke kampus. Itu pun tak bertemu dengan Irene.
Maka, malam ini Irene nekat datang ke rumah Yuuto, karena ia sudah jenuh menahan rasa rindu. Ia jenuh memendam kedongkolan akibat bertemu Yuki kali itu. Ia ingin membicarakannya kepada Yuuto tentang Yuki.
Irene tidak tahu, kalau di rumah kontrakan itu Yuuto tinggal bersama Yuki. Otomatis, ketika ia datang dan di sambut oleh Yuuto di teras, Yuki memperhatikan dari balik gordyn pintu ruang tamu.
"Kamu sudah sukses sekarang." ucap Irene.
"Belum." jawab Yuuto. "Masih ada kesuksesan lain yang akan ku peroleh. Eh, kamu tahu dari siapa kalau aku tinggal di sini?"
"Tante mu. Tadi siang ketemu aku di supermarket dan ia berikan alamat rumah ini. Kenapa? Kamu menyesal? Kecewa atas kedatangan ku?" jawab Irene dan bertanya balik.
"Tidak," jawab Yuuto sambil tertawa pelan.
"Justru aku sedang mengatur jadwal untuk datang ke rumah mu." lanjut Yuuto.
Irene mencibir. Tanpa di suruh ia duduk di kursi teras. Yuuto menyuruh Irene agar masuk saja, duduk di ruang tamu, tapi Irene tidak mau.
"Aku ngeri di beset-beset sama gudik mu." ucap Irene.
Yuuto duduk sambil berkerut dahi. Tidak perlu ia tanyakan, Irene sudah mengetahui keheranan hati Yuuto, maka gadis itu pun segera berkata,
"Gundik mu galak. Sebab itu, aku enggak mau nemuin kamu selama ini."
"Kamu... ah, gundik yang mana maksud mu? Eh, gundik siapa maksud mu?" tanya Yuuto.
"Nggak usah pura-pura bego! Aku tahu kamu nyimpen gundik, "kata Irene sambil bibirnya meruncing.
"Aku pernah bertemu dengannya. Orangnya angkuh, sombong, dingin, judes, sok tahu...!" Lanjut Irene yang mulai cemberut.
"Namanya, Yuki! Itu tuh, hasil karya mu yang di pajang di mana-mana!" lanjut Irene lagi dengan nada membentak.
Rasa kaget yang menyentak hati Yuuto ditahan dan di sembunyikan. Yuuto memang merasa terkejut dan heran mendengar Irene bisa menyebutkan nama Yuki. Berarti dia benar-benar pernah bertemu dengan Yuki. Sedangkan, Yuki sendiri tidak pernah cerita kepada Yuuto tentang pertemuan itu.
"Di mana kamu bertemu dia, Irene?" tanya Yuuto.
Irene pun menjawab, "Ya di sana! Di rumah mu yang dulu itu. Dia melarang ku menemui mu. Dia mengancam ku, akan membeset-beset kulit ku jika aku nekat ingin bertemu dengan mu. Makanya, ku putuskan untuk tidak bertemu dengan mu."
***
Bersambung…