Ayahku Adalah Seorang Pangeran Galaksi yang Tampan

You Qian
  • 198
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 571.4k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Kawanku, Kau Mati

Yao Si merasa ada yang salah dengannya. Ia terbiasa tertidur pulas, bahkan petir bergemuruh tidak mengganggu tidurnya. Cukup aneh, ia seperti tidak bisa tertidur beberapa hari terakhir, dan yang lebih aneh adalah ia merasa energik dan bersemangat meskipun tidak tidur.

Punggungnya tidak sakit lagi, kakinya tidak lemah, bahkan menstruasi yang menyakitkan selama bertahun-tahun tidak mengunjunginya. Ia bisa menaiki sepuluh tangga dengan mudah dalam satu napas.

Menu makannya bahkan lebih menakjubkan. Sepanjang hidupnya dulu ia sangat suka cabai merah, tapi sekarang perutnya kram saat melihat warna merah terang cabai itu.

Awalnya, Yao Si berpikir hal itu disebabkan perut dan limpanya menjadi rentan karena insomnia, tetapi seiring waktu berlalu, ia menyadari tidak sesederhana itu. Bukan hanya lada yang tidak dapat ia makan. Ia kehilangan nafsu makannya seperti terkena anoreksia. Rasa makanannya sekering debu di dalam mulutnya, mempertahankan rasa aslinya. Namun, ada pengecualian. Sesuatu yang belum pernah ia cari sebelumnya, apalagi mengonsumsinya, dadih darah bebek.

"Hei Nona, kau sudah menatap darah bebekku selama setengah jam, kau mau beli tidak?"

"Hah?!" Sisi tercengang. Matanya terpaku pada benda merah di kios, dan ia tidak sadar. "Beli … atau tidak?"

"Apa yang diragukan? Jika kau ingin memakannya, beli saja." Si pemilik memakai segala cara berdagang dan mulai mempromosikan produknya dengan semangat membara. "Nona, harus kukatakan kau punya selera yang bagus. Darah bebekku ini yang terbaik di seluruh pasar, lihatlah warnanya, kau tidak bisa membelinya di tempat lain. Rasanya lezat jika kau masak menjadi dadih."

"Benarkah?"

"Tentu saja, semua darah baru diambil di hari yang sama ketika bebek disembelih."

"Itu … cukup segar, hahaha …." Ditambah lagi, baunya sangat enak.

"Dua dollar setengah kilo, murah dan terjangkau."

"Ya." Baunya sangat enak, sangat enak, sangat enak.

"Peluang ini cepat berlalu, dadih darah bebekku ini peminatnya banyak. Jika kau datang siang hari, tidak akan ada lagi yang tersisa." Si pemilik mengangkat sepotong dadih darah bebek dan menimbang di tangannya sambil berkata, "Aku berjanji, begitu kau mencicipinya, kau akan kembali lagi."

"Benarkah?"

"Bagaimana jika satu kilogram, Nona?"

"Tapi …." sudut bibir Sisi menurun. "Aku alergi darah bebek!"

"… Hah?" Si pemilik tercengang. Dadih darah bebeknya jatuh dari tangannya dan mendarat di air dengan bunyi gedebuk, menyiram wajah Yao Si.

"Nona, apa kau bermain-main denganku? Jika kau alergi dengan darah bebek, mengapa kau berdiri di sini lama sekali?" Tidak bisa menjual apapun, si pemilik itu tersedak akan amarah.

"Aku juga tidak mau bermain-main denganmu!" Hanya pikiran itu yang membuat Yao Si mengeluh. "Aku belum makan ataupun tidur selama puluhan hari, aku tidak bisa menahan apa pun, dan aku hanya menginginkan ini."

"Apa kau membodohiku, Nona?" Si pemilik kios itu jelas sekali tidak senang. "Kau tidak terlihat seperti belum tidur selama puluhan hari." Jelas tidak. Yao Si terlihat sangat berenergi. Lagi pula, bagaimana bisa ia memiliki kekuatan berdiri di sini setelah tidak makan apa pun selama itu. "Apa kau mau yang lainnya?"

"Aku serius." Yao Si masih tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, dan matanya terpaku pada darah bebek di air. "Aku mencium bau darah bebek ini sejauh tiga blok."

"Bagaimana mungkin jika sejauh itu. Selain itu, kau bahkan bukan…" Suara pemilik kios mendadak pelan seperti ia teringat sesuatu. Matanya membelalak ketika ia mengamati Yao Si dari kepala sampai kaki. Sesuatu muncul di matanya dan ia mendadak merubah kata-katanya. "Nona, aku mempunyai sesuatu yang lebih segar di dalam. Mungkin kau tak akan alergi selagi kau mencobanya. Mengapa tidak ikut aku ke dalam?"

"Benarkah?" Adakah darah bebek yang bisa melawan alergi?

"Ikutlah," kata si pemilik kios dan masuk ke ruang belakang. Di sana, ia berbalik dan mengisyaratkan pada Yao Si untuk mendekat.

Yao Si mengikuti si pemilik kios masuk. Tepat ketika ia memasuki ruangan, si pemilik menutup gorden, membuat ruangan tertutup. Ruang yang terang dalam sepersekian detik menjadi gelap, menepis suara dari pasar.

Jantung Yao Si berdebar, dan ia menatap si pemilik dengan takut-takut yang menjadi begitu ramah padanya. "Tuan, kau tidak punya pekerjaan sampingan sebagai penyelundup manusia, kan?" Tidak mungkin ini peristiwa "Rujia" mini lainnya.

Kebahagiaan di wajah si pemilik retak, dan bibirnya berkedut. "Omong kosong apa yang menghinggapi kepalamu, Nona? Aku bukanlah orang jahat." Ia memelototi Yao Si sedikit tidak senang, tidak bisa memahami kecurigaan yang ada di benak Yao Si. Ia berjalan ke sebelah kanan ruangan, mengambil cangkir, dan menuangkan sisa-sisa yang ada di dalam wadah rumit di dekatnya. Kemudian ia memberikannya pada Yao Si. "Ini, Nona, cobalah."

"Apa ini?" Yao Si mengulurkan tangannya dan memegang cangkir. Isinya setengah penuh, berisi cairan merah terang yang belum padat. Warnanya menyilaukan dan cemerlang seperti batu rubi, dan aroma wangi seperti darah menyambutnya, memulihkan inderanya yang tersendat. Air liur menggenang di mulutnya, bahkan perutnya mulai bergemuruh.

Baunya sangat enak ….

Yao Si tidak bisa menolak dan menghabiskan isi cangkir. Cairan yang berbau itu terasa halus di lidahnya, menenangkan lidahnya. Ia terlena dengan sisa rasa yang sangat enak. Rasanya lebih menyenangkan daripada hari perayaan Malatang, dan bahkan giginya mulai gatal ketika ada sesuatu yang jatuh di bibirnya.

"Seperti yang ku pikirkan …." Si pemilik menghembuskan napas panjang.

Akhirnya Yao Si menegak sisa rasa layaknya surgawi, dan ia tersadar sudah meminum secangkir darah segar dan ingin tambah lagi. Menakutkan, ia bahkan tidak jijik sama sekali, lebih seperti kebingungan.

Melihat wajah kaget si pemilik, Yao Si meletakkan cangkir, terbatuk, dan bertanya, "Hei Bos, darah bebek anti alergi ini tidak terlalu buruk. Berapa harga per kilogram? Aku beli lima kilo."

"Nona…" Si pemilik tidak bergerak, pandangannya berubah simpatik karena ia tidak tahu bagaimana memulainya. "Aku tadi mendengar bahwa kau tidak tidur atau makan selama berminggu-minggu?"

"Ya!" Yao Si mengangguk. Apakah ini ada hubungannya dengan ia membeli darah bebek?

"Apa kau tidak merasa ada yang salah dengan tubuhmu?"

"Sedikit."

Jujur saja, Yao Si sudah pergi ke rumah sakit untuk periksa secara lengkap. Ia melakukannya tiga kali, tapi semuanya baik-baik saja. Bahkan dokter tidak percaya bahwa ia benar-benar tidak tidur atau makan dalam waktu yang lama dan diam-diam memberikan kartu namanya pada psikiater.

"Apakah kau tahu mengapa kau seperti ini?"

"Tidak." Yao Si menggelengkan kepalanya, lalu menatap orang misterius itu. "Bos, walaupun darah bebek anti alergi ini seharga empat dolar setengah kilonya, aku akan tetap membelinya."

"Aku tidak menaikkan harga." Si pemilik menatapnya dengan tajam. "Apakah kau tidak ingin tahu ada apa denganmu?"

"Tentu saja!" Tapi rumah sakit pun tidak bisa mendiagnosanya. "Maksudmu, kau tahu?" Ia bertanya dengan santai.

"Tunggu." Pemilik itu melihat sekeliling diam-diam, lalu berjalan mendekat dan menutup tirai lebih rapat sebelum kembali dengan wajah tegas. "Nona, aku ingin bertanya padamu, apakah kau mengalami hal-hal aneh beberapa minggu terakhir ini?" Ia menyelidiki.

"Apa maksudmu dengan hal-hal aneh …."

"Seperti digigit atau terluka?"

Yao Si menggeleng dengan kuat. Susah untuk anak rumahan sepertinya terluka.

"Apa ada orang asing mencarimu?"

"Hanya layanan pesan antar."

"Lalu bagaimana dengan mimpi? Apakah kau punya mimpi yang aneh? Atau sesuatu yang tidak bisa kau ingat?"

"Aku bermimpi memenangkan undian lima juta, apa termasuk?"

" … " Si pemilik itu tak dapat berkata-kata. Akhirnya, ia mengembuskan napas panjang, bergumam dalam napasnya, "Siapa yang peduli, mungkin itu adalah kecelakaan. Bukan suatu kejutan di situasi rumit seperti ini …."

Bahkan ekspresi si pemilik kios lebih iba lagi. Jika pandangan sebelumnya bisa dibandingkan dengan seseorang yang melihat anak hilang, lalu kali ini adalah pandangan untuk anak yatim piatu.

Yao Si merasakan kepanikan pada mata si pemilik kios, meskipun ia memang seorang yatim piatu. "Bos, maukah kau mengatakannya? Ada apa denganku?"

Pemilik kios itu menenangkan diri. Ia menarik dua bangku dari samping, mengisyaratkan Yao Si untuk duduk. Kemudian, alisnya mengerut, ia mengatakan kebenaran pada Yao Si.

"Nona, kau mati."

"…"

Berengsek!