Pada masa Dinasti Qing, di sebuah desa terpencil yang dikelilingi pegunungan tinggi, kehidupan berjalan sangat sederhana. Tidak ada kemajuan teknologi yang mengubah wajah dunia ini. Desa Kiat, terletak jauh dari ibu kota, dikenal oleh sedikit orang dan jarang didatangi para pendatang. Warga desa, sebagian besar adalah petani dan penjaga hutan, hidup tenang dalam kesendirian.
Angin sejuk bertiup dari arah timur, membawa aroma khas tanah basah dan daun kering. Di kejauhan, tampak puncak-puncak gunung yang diselimuti kabut tebal, seolah-olah dunia luar begitu jauh dari desa ini. Rumah-rumah kayu yang dibangun dengan tangan sendiri, atap jerami, dan perapian yang selalu menyala di setiap rumah menjadi pemandangan yang biasa.
Pada suatu pagi yang hening, dua pasangan lansia berjalan menyusuri jalan setapak yang melintasi desa. Pasangan pertama, Guru Wen dan istrinya, Ibu Yue, adalah mantan ahli kultivasi yang kini memilih hidup tenang di desa setelah meninggalkan dunia kultivasi yang keras dan penuh ambisi. Mereka telah lama menikah, namun tidak dikaruniai keturunan. Kehidupan mereka dihabiskan dengan mengajarkan seni bela diri kepada beberapa murid muda yang datang dari luar desa. Meski demikian, mereka merindukan seorang anak, seorang pewaris untuk meneruskan garis keturunan mereka.
Di tengah jalan setapak yang berdebu itu, mereka mendapati sesuatu yang tak terduga. Sebuah sosok kecil terbaring di bawah pohon tua. Tubuhnya yang kecil tampak rapuh, kulitnya pucat seperti mayat yang baru saja dibangkitkan. Rambut putih peraknya terurai panjang, melilit tanah di sekelilingnya. Matanya yang biru cerah menyilaukan, kontras dengan wajah yang penuh debu dan pakaian lusuh yang mengenakan tanda-tanda kehancuran.
"Apakah ini... seorang anak?" Ibu Yue berbisik dengan wajah penuh keheranan, mencoba menghindari tatapan matanya yang terlalu tajam.
Guru Wen mendekati anak itu dengan hati-hati. Tidak ada energi spiritual yang terasa di sekitarnya, tetapi sesuatu yang tak biasa mengalir melalui udara. Ada semacam aura aneh yang menyelimuti tubuh anak itu, seperti sebuah misteri yang belum terpecahkan.
"Bagaimana bisa seorang anak kecil ada di sini, di hutan ini?" gumam Guru Wen, mengamati pakaian anak itu yang kotor dan robek.
Setelah memastikan anak itu masih bernapas meskipun sangat lemah, Guru Wen dan Ibu Yue memutuskan untuk membawanya pulang. Mereka tak dapat membiarkan anak itu begitu saja, meskipun banyak tanda tanya mengelilingi kehadirannya. Mereka sudah lama hidup di dunia yang penuh dengan rahasia, dunia kultivasi di mana orang yang memiliki kekuatan bisa datang dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Namun, anak ini, dengan rambut putihnya dan mata biru cerah yang tidak biasa, seperti membawa pesan dari dunia yang jauh lebih misterius.
Sesampainya di rumah mereka, Guru Wen membaringkan anak itu di ranjang kecil yang ada di sudut ruangan. Ibu Yue segera membersihkan wajah anak itu, sementara Guru Wen mulai merasakan adanya sesuatu yang berbeda. "Anak ini... dia bukan sembarang anak," kata Guru Wen dengan suara dalam, seolah berbicara pada dirinya sendiri. "Ada sesuatu yang... luar biasa dalam dirinya. Tetapi apa itu?"
Ibu Yue melirik suaminya dengan cemas. "Apakah kita harus membawanya ke kuil besar? Atau apakah ini takdir kita untuk merawatnya?"
Guru Wen terdiam sejenak, menatap anak itu dengan penuh misteri. "Aku rasa kita harus menunggu. Ada sesuatu dalam dirimu yang belum kami pahami, anak kecil. Apa yang membuatmu begitu berbeda?"
Namun, mereka berdua tidak tahu, di dalam tubuh kecil anak itu tersembunyi kekuatan yang sangat besar, kekuatan yang mungkin bisa mengubah nasib mereka semua. Hanya waktu yang akan mengungkap siapa dia sebenarnya dan dari mana asalnya.
Dengan angin yang berhembus kencang dari luar, tampak di balik jendela, cahaya bulan memantul di wajah anak itu yang masih terbaring tak bergerak, menyembunyikan banyak rahasia yang akan segera terungkap.