Sore itu, langit kelabu mulai menggantung rendah di atas Akademi Wen. Para murid duduk bersila di halaman berumput, mengikuti bimbingan Guru Wen dan Ibu Yue dalam mengontrol energi dalam mereka. Beberapa di antara mereka tampak berkeringat, berusaha menyeimbangkan aliran qi di tubuh masing-masing.
Di sudut halaman, Linn duduk dengan tenang di bawah pohon besar, halaman buku terbuka di pangkuannya. Shen, yang duduk di sebelahnya, membacakan beberapa baris kalimat dengan suara lembut dan sabar. Setiap kali Linn menunjukkan ekspresi bingung, Shen akan berhenti sejenak, mengulangi kata-katanya dengan perlahan.
"Kata ini berarti… 'perjalanan'," ucap Shen, jari telunjuknya menunjuk pada karakter di halaman buku.
Linn mengerjap, bibir kecilnya bergerak-gerak seolah mencoba mengucapkannya, tetapi sebelum suara bisa keluar, angin dingin tiba-tiba berembus.
Aroma tanah basah menyeruak. Tetesan hujan pertama jatuh ke dedaunan, menimbulkan suara gemericik halus. Dalam hitungan detik, rintik-rintik berubah menjadi gerimis, menyelimuti halaman akademi dengan kesejukan mendadak.
Beberapa murid yang masih berlatih di halaman segera berseru kaget. Ada yang langsung berlari ke dalam untuk berteduh, sementara yang lain memilih tetap di tempat, membiarkan hujan membasahi tubuh mereka sambil terus mencoba mengendalikan energi dalam.
Shen menutup bukunya dengan cepat, melindunginya dari tetesan air. "Kita harus masuk," katanya, menoleh ke arah Linn yang masih diam, menatap hujan dengan mata lebar.
Namun, sebelum Shen sempat menarik tangan Linn, suara langkah cepat terdengar. Ibu Yue datang menghampiri mereka, wajahnya sedikit cemas.
"Linn, bajumu basah. Kau bisa jatuh sakit," ujarnya sambil berjongkok di depan anak itu. Dengan gerakan lembut, ia mengangkat Linn ke dalam gendongannya, lalu membawanya masuk ke akademi sebelum hujan semakin deras.
Di dalam ruangan yang hangat, suara hujan terdengar samar dari luar. Beberapa murid sudah berkumpul, menghangatkan diri sambil bercakap-cakap. Aroma kaldu mulai menguar dari dapur, pertanda makan malam sedang disiapkan.
Ibu Yue segera mengganti pakaian Linn dengan jubah kecil yang kering dan hangat. Anak itu diam saja, membiarkan tangan lembut wanita itu merapikan bajunya. Ketika Ibu Yue membungkuk untuk menatapnya, senyum hangat terukir di wajahnya.
"Sudah lebih nyaman?" tanyanya lembut.
Linn hanya mengangguk pelan. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi matanya kembali mengarah ke luar jendela, menatap hujan yang turun perlahan di bawah cahaya rembulan yang tersamar.
Di sudut lain, Guru Wen dan Shen masih duduk berdiskusi, suara mereka rendah namun penuh ketegasan. Mereka berbicara tentang ilmu bela diri, teknik perlindungan, serta cara menghadapi bahaya yang mungkin muncul di dunia luar.
Sementara itu, Linn tetap diam di tempatnya, menatap bulan yang perlahan muncul kembali dari balik awan. Samar-samar, di dalam pikirannya, nyanyian lembut itu kembali terdengar—mengalun pelan, membawa perasaan rindu yang entah kepada siapa harus ia tujukan.