Chereads / Warisan bulan / Chapter 5 - Cahaya di Bawah Langit

Chapter 5 - Cahaya di Bawah Langit

Lima tahun telah berlalu sejak hari itu.

Akademi Wen tetap berdiri megah di antara perbukitan hijau, dan kehidupan di dalamnya berjalan seperti biasa. Para murid sibuk dengan pelajaran mereka, baik dalam pengendalian energi maupun teknik bela diri. Beberapa sedang bertarung dengan tongkat kayu di halaman latihan, sementara yang lain duduk bersila, bermeditasi dalam keheningan.

Di bawah pohon besar yang telah menjadi tempat favoritnya, seorang anak laki-laki berusia enam tahun duduk dengan tenang, dikelilingi rerumputan hijau yang bergoyang pelan diterpa angin. Rambut putih peraknya berkilau lembut di bawah sinar matahari sore. Di pangkuannya, sebuah buku terbuka, halaman-halamannya bergerak sedikit tertiup angin.

Shen, yang kini telah beranjak dewasa, duduk di atas cabang pohon, satu kaki menjuntai ke bawah sementara tangan kanannya memegang buku tebal berisi teknik bela diri. Sesekali, ia melirik ke bawah, memperhatikan anak kecil itu dengan tatapan lembut sekaligus penasaran.

"Dia benar-benar aneh…" gumam Shen pelan.

Linn menutup matanya. Dalam kegelapan pikirannya, bayangan-bayangan asing bermunculan—gambar-gambar yang terputus-putus, seakan berasal dari kehidupan yang lain. Gerakan tangan seseorang, langkah kaki yang ringan, suara napas yang teratur… Semua itu membentuk gambaran teknik bela diri yang sederhana, namun kuat.

Linn sudah dapat mengendalikan energi dalamnya sejak usia dua tahun. Setiap tahunnya, ingatan-ingatan ini terus muncul, mengajarkan sesuatu yang baru, tetapi juga membawa rasa sakit yang menusuk di dalam dadanya. Ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang penting.

Dada kecilnya naik turun, napasnya sedikit tersengal.

Shen yang memperhatikannya dari atas pohon mengerutkan kening. "Apa dia baik-baik saja?" pikirnya.

Tiba-tiba, sesuatu hinggap di kepala Linn.

Seekor burung elang perak kecil mengepakkan sayapnya dengan lembut, menyeimbangkan tubuhnya di antara rambut putih Linn. Bulu-bulunya putih bercampur perak, berkilau seperti cahaya bulan. Matanya berwarna putih bersih, mencerminkan kesucian dan kebijaksanaan yang tidak biasa untuk seekor burung.

Linn membuka matanya dan tersenyum tipis. "Gu," panggilnya pelan, mengangkat tangannya untuk menyentuh bulu lembut burung itu.

Elang kecil itu mengepakkan sayapnya sekali sebelum melompat ke bahu Linn, menggosokkan kepalanya ke pipi anak itu dengan manja.

Shen mendesah pelan. "Bahkan burung pun lebih dekat dengannya dibanding denganku," gumamnya, sedikit cemburu.

Gu adalah hadiah dari Guru Wen, diberikan kepada Linn sejak ia berusia empat tahun. Meski masih kecil, burung itu memiliki naluri perlindungan yang kuat terhadap Linn, seolah memahami bahwa anak itu bukanlah anak biasa. Bahkan, ada kemungkinan Gu akan tumbuh menjadi makhluk yang luar biasa kuat.

Linn kembali menutup matanya, fokus pada energi dalam tubuhnya. Saat itulah Shen yang masih di atas pohon melihat sesuatu yang membuatnya terkejut.

Dahi Linn mulai bersinar lembut, memancarkan cahaya biru yang tenang. Dari tanda di dahinya, aliran energi bulan mengalir dengan anggun, menyelimuti tubuhnya seperti kabut tipis. Energi itu begitu halus, begitu alami, seolah merupakan bagian dari dirinya sejak lahir.

Mata Shen melebar. "Apa itu…?"

Cahaya matahari menyusup di antara dedaunan, menciptakan bayangan yang bergerak pelan di atas wajah Linn yang masih terpejam. Suara burung-burung berkicau, membentuk harmoni alami dengan suara angin yang berbisik di antara pepohonan.

Namun tiba-tiba—

BOOM!

Langit berguncang.

Sebuah ledakan energi yang dahsyat menggema di kejauhan, membuat seluruh akademi seketika sunyi. Burung-burung yang bertengger di dahan berhamburan, terbang ketakutan.

Shen langsung melompat turun dari pohon, tubuhnya tegang. Ia menatap ke arah langit, di mana awan bergulung dengan liar, seolah ditarik oleh kekuatan besar yang tak kasat mata.

Dari dalam akademi, Guru Wen dan Ibu Yue segera keluar, wajah mereka penuh kewaspadaan.

"Ledakan itu…" bisik Ibu Yue, suaranya gemetar.

Guru Wen mengangguk, matanya menyipit menembus cakrawala. "Itu bukan ledakan biasa. Itu adalah luapan energi dari pertarungan dua imortal."

Linn membuka matanya perlahan, menatap langit dengan ekspresi kosong.

Shen menelan ludah. "Seberapa jauh mereka dari sini?" tanyanya.

"Jauh…" jawab Guru Wen. "Tetapi kekuatan mereka begitu besar hingga getarannya terasa sampai ke tempat ini."

Ibu Yue menoleh ke arah Linn, tatapannya khawatir. "Linn, kau tidak apa-apa?"

Linn menatap wanita itu dengan mata birunya yang dalam. Ia tidak menjawab, tetapi dalam benaknya, ada sesuatu yang berbisik—sesuatu yang belum ia pahami.

Jauh di atas langit, dua sosok bertarung di balik awan, menggetarkan dunia dengan kekuatan yang hanya dimiliki oleh para makhluk abadi.

Dan di bawah langit yang sama, seorang anak kecil dengan rambut perak menatap mereka dari kejauhan, seolah terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari yang bisa ia mengerti.