Chereads / Aidan dan Gerbang Takdir / Chapter 9 - Bab 9

Chapter 9 - Bab 9

Udara di sekitar mereka bergetar, seakan langit dan bumi menahan napas. Aidan, Hazel, dan Kael berdiri dalam posisi siaga, menatap altar yang kini memancarkan cahaya merah menyilaukan.

Sang Pengawal Kegelapan tersenyum tipis, matanya yang merah bersinar lebih terang dari sebelumnya. "Waktunya telah tiba."

Tiba-tiba, tanah di bawah mereka bergetar hebat. Retakan-retakan hitam muncul, merambat dengan cepat dan membentuk pola aneh di sekeliling altar.

"Apa yang kau lakukan?!" Aidan berteriak.

Sang Pengawal mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. "Membangunkan sesuatu yang telah lama tertidur."

Dari dalam retakan, bayangan pekat mulai merembes keluar, membentuk sosok-sosok yang bergerak dengan cara yang tidak wajar. Mereka tidak memiliki wajah, hanya mata merah yang bersinar dalam kegelapan.

Hazel menelan ludah, suaranya bergetar. "Ini bukan iblis biasa… ini—"

"—Bayangan dari dunia yang seharusnya tidak ada," Kael menyelesaikan kalimatnya.

Sosok-sosok itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menerjang mereka tanpa peringatan.

Aidan langsung mengayunkan pedangnya, menebas salah satu bayangan yang mendekatinya. Pedangnya berhasil menembus tubuh bayangan itu, tetapi anehnya, tidak ada darah atau tanda luka—hanya kabut hitam yang terpecah sebelum kembali menyatu.

"Mereka tidak bisa dibunuh dengan serangan biasa!" Kael berteriak sambil menghindari serangan cakaran dari salah satu bayangan.

Hazel mundur selangkah, tangannya bergetar saat mencoba merapal mantra. "Kalau begitu… kita harus menggunakan sihir cahaya!"

Ia mengangkat tangannya, dan dalam sekejap, simbol emas muncul di udara. "Sihir Cahaya: Solar Burst!"

Ledakan cahaya menyebar ke segala arah, menghantam bayangan-bayangan itu. Seketika, mereka menjerit dan menghilang dalam asap hitam.

Aidan melihat celah itu sebagai kesempatan. Ia langsung berlari ke arah altar, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh.

Namun, sebelum bilahnya bisa mengenai altar…

CLANG!

Sang Pengawal muncul di depannya, menahan pedang Aidan dengan tongkatnya. "Tidak semudah itu, bocah."

Aidan menggertakkan giginya. "Aku tidak akan membiarkanmu melanjutkan ritual ini!"

Sang Pengawal tersenyum samar. "Dan kau pikir kau bisa menghentikanku?"

Dengan satu gerakan, ia mengayunkan tongkatnya, melemparkan Aidan ke belakang dengan kekuatan luar biasa.

Aidan terlempar beberapa meter sebelum jatuh berguling di tanah. Tubuhnya terasa nyeri, tetapi ia tidak punya waktu untuk merasakan sakit itu.

Hazel dan Kael segera berlari ke sisinya.

"Kau baik-baik saja?" Hazel bertanya dengan nada cemas.

Aidan mengangguk sambil bangkit berdiri. "Kita harus menghentikan ritual ini sekarang juga."

Kael menyipitkan matanya. "Ada cara lain… Kita tidak harus menghancurkan altar. Kita hanya perlu mengganggu energi ritualnya."

Hazel menoleh padanya. "Maksudmu?"

Kael menunjuk ke simbol-simbol bercahaya yang mengelilingi altar. "Simbol-simbol itu adalah inti dari ritual ini. Jika kita bisa menghancurkan atau mengubahnya, ritual akan gagal."

Aidan menggenggam pedangnya erat. "Kalau begitu, ayo kita lakukan!"

Mereka bertiga langsung bergerak cepat, menghindari serangan bayangan yang tersisa dan menuju simbol-simbol sihir yang terpahat di tanah.

Hazel mulai merapal mantra lagi. "Sihir Pembatal: Light Dispel!"

Cahaya keemasan menyelimuti simbol pertama, dan dalam hitungan detik, ukiran itu retak dan lenyap.

Sang Pengawal menyadari hal itu dan menggeram. "Kalian pikir bisa menghentikan ini begitu saja?"

Ia melesat ke arah Hazel dengan kecepatan luar biasa, tetapi Kael lebih cepat.

Dengan gerakan kilat, ia menangkis serangan tongkat Sang Pengawal dengan dua belatinya.

"Aidan, terus hancurkan simbolnya!" Kael berteriak.

Aidan tidak membuang waktu. Ia berlari ke simbol berikutnya dan mengayunkan pedangnya, menghancurkannya dalam sekali tebas.

Ritual mulai berantakan. Cahaya merah yang sebelumnya stabil kini berdenyut tidak menentu.

Sang Pengawal berteriak marah. "TIDAK!!"

Hazel menghancurkan simbol terakhir dengan mantranya, dan tiba-tiba, altar yang bersinar terang itu mulai retak.

Dari dalam altar, suara jeritan menggema ke seluruh tempat itu, seolah ada sesuatu yang terjebak di dalamnya.

Sang Pengawal jatuh berlutut, tubuhnya bergetar. "Tidak… ini tidak mungkin…"

Kemudian, retakan di altar semakin melebar…

Dan dalam sekejap…

BOOOM!

Ledakan energi menghantam seluruh area, melemparkan mereka semua ke belakang.

Saat debu mereda, altar itu sudah tidak ada lagi.

Yang tersisa hanyalah lubang hitam pekat di tanah, dengan energi gelap yang berputar di sekelilingnya.

Aidan terengah-engah. "Apakah… kita berhasil?"

Hazel dan Kael juga terjatuh di tanah, kelelahan.

Namun, sebelum mereka bisa bernapas lega…

Suara dalam dan mengerikan bergema dari dalam lubang itu.

"Siapa yang berani mengusikku dari tidur panjangku…?"

Aidan membeku.

Dari dalam kegelapan… sesuatu mulai bangkit.

---

Udara di sekitar lubang hitam itu bergetar hebat, seolah-olah dunia menahan napas. Dari dalam kegelapan, dua mata merah menyala seperti bara api, memancarkan aura yang begitu mengerikan hingga membuat Aidan dan yang lainnya sulit bergerak.

"Apa… yang kita lakukan?" Hazel berbisik, suaranya gemetar.

Kael menggertakkan giginya. "Kita mungkin telah menghentikan ritualnya… tapi sepertinya kita juga telah membangunkan sesuatu yang lebih buruk."

Aidan menatap lubang itu dengan tatapan penuh kewaspadaan. "Kita tidak punya pilihan… kita harus melawannya!"

Seketika, dari dalam kegelapan, sosok tinggi dan berotot muncul. Kulitnya hitam legam, seakan menyatu dengan bayangan di sekelilingnya. Dua tanduk panjang mencuat dari kepalanya, dan di punggungnya, sayap hitam yang terkoyak perlahan terbuka.

Makhluk itu berdiri, memandang mereka dengan ekspresi kosong… lalu tersenyum.

"Akhirnya… aku bebas."

Suara dalamnya menggema di seluruh kuil, menggetarkan tanah di bawah mereka.

Sang Pengawal yang masih berlutut di tanah menatap makhluk itu dengan ketakutan. "Tuan… akhirnya kau bangkit."

Makhluk itu menoleh ke arah Sang Pengawal, matanya menyipit.

"Kau… hanyalah pecundang yang gagal menyelesaikan tugasnya," katanya dingin.

Sebelum Sang Pengawal bisa berkata apa-apa, makhluk itu mengangkat satu tangannya dan…

CRACK!

Tubuh Sang Pengawal langsung terpelintir tidak wajar sebelum meledak menjadi kabut hitam.

Aidan menelan ludah. Bahkan seorang penjaga kuil sekuat itu bisa dihabisi dalam sekejap.

Hazel mundur beberapa langkah. "Kita harus pergi dari sini!"

Namun, sebelum mereka bisa bergerak, makhluk itu mengulurkan tangannya. Bayangan di sekeliling mereka mulai bergerak seperti tentakel, mengepung mereka dari segala arah.

"Tidak ada yang bisa lari," kata makhluk itu sambil tersenyum dingin.

Kael mencabut kedua belatinya. "Kalau begitu, kita harus bertarung!"

Aidan mengangkat pedangnya. "Hazel, kau punya mantra yang bisa melawan makhluk seperti ini?"

Hazel menggigit bibir. "Aku bisa mencoba… tapi ini bukan iblis biasa. Ini jauh lebih kuat."

Makhluk itu tertawa kecil. "Kalian boleh mencoba."

Kemudian, dengan kecepatan yang mustahil, ia menghilang dan muncul tepat di depan mereka.

BOOM!

Aidan hanya bisa mengangkat pedangnya tepat waktu sebelum pukulan makhluk itu menghantamnya. Dampaknya begitu kuat hingga ia terpental jauh dan menghantam pilar batu di belakangnya.

"Aidan!!" Hazel berteriak.

Kael langsung menyerang dengan belatinya, tetapi sebelum bisa mengenai makhluk itu, salah satu tentakel bayangan menyabetnya ke samping.

Hazel menggertakkan giginya dan merapal mantra. "Sihir Cahaya: Solar Lance!"

Sebuah tombak cahaya terbentuk di tangannya dan melesat ke arah makhluk itu.

Namun…

Makhluk itu hanya mengangkat tangannya dan menangkap tombak cahaya itu dengan mudah, sebelum meremukkannya seperti kaca.

Hazel membeku. "Tidak mungkin…"

Makhluk itu tersenyum. "Cahaya pun tidak cukup untuk menghancurkanku."

Kemudian, ia melangkah maju, mendekati Hazel. "Kau memiliki aura yang kuat… darah penyihir hebat mengalir dalam dirimu."

Hazel tidak bisa bergerak. Seluruh tubuhnya terasa berat di bawah tekanan makhluk itu.

Makhluk itu mengulurkan tangannya ke arah Hazel. "Mungkin aku akan membuatmu menjadi salah satu pengikutku."

Namun, sebelum ia bisa menyentuh Hazel—

Sebuah kilatan cahaya biru melesat dan menghantam makhluk itu dengan kekuatan luar biasa, melemparkannya ke belakang.

Makhluk itu menggeram dan menoleh. "Siapa—"

Aidan berdiri di sana, pedangnya bersinar biru, matanya menyala dengan cahaya aneh.

"Sentuhan cahaya tidak cukup untuk mengalahkanmu?" Aidan mengangkat pedangnya. "Bagaimana dengan kekuatan warisan Everhart?"

Makhluk itu memperhatikan Aidan dengan tatapan tajam. "Warisan Everhart…?"

Aidan tidak memberi waktu untuk berpikir. Dengan kecepatan luar biasa, ia melesat ke depan dan mengayunkan pedangnya.

Makhluk itu mencoba menangkis dengan bayangan, tetapi pedang Aidan menembus pertahanan itu dengan mudah.

SLASH!

Darah hitam menyembur. Untuk pertama kalinya, makhluk itu terluka.

Ia mundur beberapa langkah, menatap Aidan dengan ekspresi kaget… lalu tertawa.

"Menarik…"

Aidan mengangkat pedangnya lagi, auranya semakin kuat. "Aku tidak akan membiarkanmu bebas di dunia ini."

Makhluk itu tersenyum. "Kalau begitu, buktikan padaku bahwa kau memang pantas menghentikanku!"

Dan dengan itu, pertarungan sesungguhnya pun dimulai.

To be continued…

---