Malam semakin larut setelah pertemuan di apartemen Kobayashi. Setelah mengalami kejadian yang cukup mengejutkan, terutama saat dirinya malah tergoda balik oleh Kazuki, Lucoa memutuskan untuk pulang. Dengan lembut, dia mengangkat Shouta yang sudah tertidur lelap di sofa dan membawanya pulang.
Di Perjalanan Pulang – Malam Hari
Lucoa terbang dengan santai di langit malam, membawa Shouta di pelukannya. Angin malam berhembus pelan, membuat rambut panjangnya berkibar lembut. Namun, pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian tadi.
Lucoa (dalam hati): "Aku... tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Biasanya aku yang menggoda orang lain, tapi kali ini... aku yang malah tergoda?"
Dia menggelengkan kepalanya, mencoba menepis pikiran itu. Namun, setiap kali dia mengingat tatapan Kazuki yang begitu tenang dan penuh percaya diri, jantungnya berdebar lebih kencang.
Lucoa: "Haaah... Ini perasaan yang aneh... Seperti ada sesuatu yang menggelitik hatiku..."
Dia mencoba mengalihkan pikirannya dengan melihat kota yang gemerlap di bawahnya. Namun, bayangan Kazuki masih terus menghantuinya.
Di Rumah Shouta – Ruang Tidur Shouta
Setelah tiba di rumah keluarga Shouta, Lucoa dengan hati-hati meletakkan bocah itu di tempat tidurnya. Shouta bergumam pelan dalam tidurnya sebelum membalikkan badan dan melanjutkan mimpinya.
Lucoa tersenyum kecil.
Lucoa: "Kamu masih kecil, tapi sudah pintar menjaga jarak dariku..."
Dia mengusap lembut kepala Shouta sebelum berjalan keluar dari kamar. Sebelum menutup pintu, dia menatap bocah itu sekali lagi dan berbisik pelan.
Lucoa: "Tidurlah yang nyenyak, Shouta-kun."
Di Ruang Tamu – Larut Malam
Lucoa duduk sendirian di sofa besar ruang tamu. Dia bersandar, menatap langit-langit sambil menghela napas panjang. Tangannya memeluk bantal sofa, seolah mencari kenyamanan.
Lucoa: "Jadi... perasaan ini apa sebenarnya?"
Dia menutup matanya sejenak. Bayangan Kazuki muncul begitu jelas dalam pikirannya.
Lucoa: "Tidak mungkin... aku menyukainya? Aku kan hanya ingin menggoda semua orang seperti biasanya..."
Namun, semakin dia mencoba menyangkal, semakin jelas perasaan itu muncul. Pipinya sedikit memerah, dan dia menggelengkan kepalanya lagi.
Lucoa: "Aku tidak bisa seperti ini...!"
Dia memeluk bantal sofa lebih erat, lalu berguling ke samping sambil merenung.
Lucoa: "Tapi... kalau aku benar-benar menyukainya... bagaimana kalau aku menjalin hubungan dengannya?"
Dia terdiam beberapa saat, lalu tiba-tiba wajahnya memerah saat membayangkan sesuatu yang lebih jauh.
Lucoa (berbicara sendiri): "Bagaimana kalau aku menjadi istri keduanya?!"
Dia langsung menutupi wajahnya dengan bantal.
Lucoa: "Aaaah! Apa yang kupikirkan?!"
Dia terus berguling-guling di sofa, mencoba menghilangkan rasa malunya sendiri.
Lucoa: "Tapi... kalau memang aku menyukainya... harusnya aku melakukan sesuatu, kan?"
Dia terdiam lagi, mencoba berpikir lebih serius.
Lucoa (dalam hati): "Kazuki berbeda dari manusia lainnya. Dia tenang, kuat, dan... entah kenapa aku merasa nyaman saat bersamanya. Apakah ini... cinta?"
Dia mulai mengingat kembali setiap interaksi yang dia alami dengan Kazuki. Senyumnya, tatapannya, dan caranya berbicara—semuanya terasa begitu berbeda dari yang lain.
Lucoa: "Tidak... Ini bukan sekadar godaan biasa... Aku benar-benar menyukainya..."
Malam semakin larut, namun Lucoa masih belum bisa tidur. Dia memegang dadanya sendiri, merasakan detak jantungnya yang tak biasa.
Lucoa: "Kalau memang begini... Mungkin aku harus mencari tahu lebih dalam tentang perasaanku..."
Dia menghela napas panjang dan menatap langit malam melalui jendela besar di ruang tamu. Bintang-bintang bersinar terang, seolah mengisyaratkan sesuatu yang baru akan dimulai.
Malam itu, Lucoa terus merenung, mencoba memahami perasaannya sendiri, sambil bertanya-tanya tentang apa yang akan terjadi di masa depan.
Akhir Episode 15.