Chereads / Penguasa Pelabuhan Utara / Chapter 13 - Kedatangan Yasmin

Chapter 13 - Kedatangan Yasmin

Malam itu, medan tempur di pelabuhan utara Jakarta berubah menjadi neraka. Api dari kontainer yang terbakar memantulkan cahaya merah di atas aspal yang penuh darah. Asap hitam menggumpal di udara, bercampur dengan bau mesiu, besi terbakar, dan keringat. Jeritan orang-orang yang terluka terdengar di antara rentetan tembakan, menciptakan paduan suara kematian yang memekakkan telinga.

Adrian berlutut di balik tumpukan peti kayu yang mulai berlubang karena tembakan. Tangannya menggenggam senapan serbu, matanya tajam memperhitungkan setiap sudut. Anak buahnya sudah mulai terdesak—peluru musuh terlalu deras, tekanan mereka terlalu kuat. Beberapa dari Naga Besi sudah tergeletak, entah mati atau sekarat, sementara yang lain bertahan dengan gigi terkatup dan napas berat.

Lalu, sesuatu berubah.

Sebuah suara nyaris tak terdengar mengiris udara sebelum satu per satu pria Kelabang Hitam terjatuh dengan lubang kecil di dahinya. Sebuah bayangan melesat dari ketinggian, gerakan begitu anggun, begitu berbahaya. Siluetnya muncul di atas kontainer yang masih mengepulkan asap, kakinya yang panjang dan ramping bertumpu ringan di tepian baja sebelum tubuhnya melompat turun dengan keanggunan seekor panther.

Yasmin telah tiba.

Dia mengenakan jaket kulit hitam yang terbuka di bagian dada, memperlihatkan belahan menggoda yang berkilau di bawah cahaya api. Tali bra hitam tipis terlihat samar, menguatkan kesan sensual tanpa kehilangan ketajaman auranya yang mematikan. Celana ketatnya membalut paha panjangnya dengan sempurna, setiap otot yang terdefinisi tampak ketika ia bergerak. Perutnya ramping, otot-ototnya tersirat halus di bawah kulitnya yang berkeringat tipis, pusarnya kecil dan dalam, menambah daya tarik liar yang tak terbantahkan.

"Sudah kubilang, kau butuh bantuanku," suaranya rendah dan lembut, nyaris seperti bisikan yang menggoda, tapi matanya dingin seperti baja.

Adrian sempat terpaku sesaat, bukan hanya karena kejutan melihatnya di tengah pertempuran, tapi karena kehadirannya yang menghipnotis. Namun, dia tak sempat berlama-lama terkesima. Yasmin sudah bergerak.

Dengan kelincahan yang mustahil ditandingi, dia menembak dua orang dalam sekali gerakan. Tangannya berputar, pistol di kedua tangannya melesatkan peluru yang tepat sasaran. Musuh yang tadinya mendesak Naga Besi kini mulai kehilangan keunggulan. Beberapa dari mereka mencoba menargetkan Yasmin, tapi dia sudah lebih dulu menghilang di balik bayangan, hanya untuk muncul kembali di tempat lain dengan serangan yang lebih cepat dan lebih brutal.

"APA ITU?!" teriak salah satu pria Kelabang Hitam ketika melihat rekannya terhempas ke belakang dengan pisau tertancap di lehernya.

Tak ada yang menjawab. Yasmin sudah berpindah lagi, melompat dari satu tumpukan peti ke peti lainnya, tubuhnya seperti bayangan yang tak bisa dijangkau. Dia menukik, menendang seorang pria tepat di dadanya, menghantamnya ke tanah dengan keras, sebelum menembakkan peluru terakhirnya ke kepala pria lain yang mencoba menyerangnya dari samping.

"Dia bukan manusia…," gumam salah satu musuh dengan wajah pucat.

Panik mulai menyebar di antara barisan Kelabang Hitam. Keunggulan jumlah mereka hancur berantakan oleh satu orang perempuan yang bergerak seperti malaikat maut. Dalam waktu beberapa menit, sisi barat yang sebelumnya didominasi musuh kini kembali dikuasai Naga Besi.

Adrian mengangkat senjatanya, merasakan momentum yang mulai berbalik. "Sekarang! Habisin mereka!"

Anak buahnya yang tersisa meneriakkan seruan perang dan kembali maju dengan semangat baru. Mereka menembak dengan lebih percaya diri, bergerak lebih agresif, karena mereka tahu… kemenangan kini berada dalam jangkauan.

Yasmin berdiri di tengah arena, tubuhnya sedikit berkeringat, napasnya tetap stabil, dan senyumnya muncul tipis di sudut bibirnya. Matanya melirik Adrian dengan tatapan penuh arti.

"Kita belum selesai," katanya lirih, sebelum mengokang kembali senjatanya.

Dan perang pun berlanjut.

Langit malam di atas pelabuhan semakin dipenuhi asap dan kilatan tembakan. Percikan api dari peluru yang menghantam baja menciptakan cahaya sesaat sebelum kembali ditelan gelap. Di tengah medan pertempuran yang kacau, Yasmin adalah badai yang anggun dan mematikan.

Tubuhnya yang ramping dan berlekuk bergerak dengan lincah, setiap gerakan seperti tarian maut yang memikat dan mematikan. Jaket kulit ketatnya terbuka sedikit di bagian dada, memperlihatkan sekilas kulitnya yang halus berkilau di bawah sinar bulan, sementara tali bra tipisnya sesekali mengintip dari balik kain saat dia melesat di antara bayangan. Celana hitam ketat yang membalut kakinya menonjolkan bentuk tubuhnya yang sempurna—paha yang kuat, pinggang ramping yang melengkung anggun, dan gerakan yang begitu seimbang hingga setiap langkahnya terasa seperti bagian dari sebuah koreografi yang indah sekaligus mematikan. Setiap kali dia melompat atau berbalik dengan cepat, pantatnya yang kencang dan proporsional terlihat menegang, menunjukkan otot-otot yang terlatih, menggoda namun penuh kekuatan.

Perut rampingnya, yang dihiasi garis otot tajam, terlihat sekilas saat ia bergerak, otot-ototnya menegang setiap kali dia menghindari tembakan atau melayangkan serangan balasan. Yasmin seperti seekor kucing liar—gesit, licin, dan tak terhentikan. Dia menari di tengah medan perang, menghindari setiap peluru dengan keanggunan yang tak wajar, seolah medan tempur adalah habitat alaminya.

Adrian, yang masih berlindung di balik kontainer baja, tak bisa menahan kekagumannya. Selama ini, ia telah bertemu dengan banyak pejuang tangguh, pria-pria dengan pengalaman tempur yang luas dan refleks tajam. Namun, tidak ada satu pun yang bergerak sehalus dan secepat Yasmin. Wanita itu seperti ilusi yang menjelma menjadi badai kematian—anggun, memikat, tetapi membawa kehancuran di setiap langkahnya.

Musuh mulai kewalahan. Seorang pria bersenjata mencoba mendekati Yasmin dari samping, namun sebelum dia bisa menarik pelatuknya, Yasmin sudah bergerak. Dengan satu gerakan berputar yang memamerkan kelenturan tubuhnya, dia mengayunkan kakinya tinggi ke udara. Tumit sepatunya menghantam rahang pria itu dengan kekuatan yang cukup untuk membuatnya terpelanting ke belakang. Pria itu bahkan tak sempat berteriak sebelum tubuhnya menghantam tanah dengan keras.

Tiga musuh lainnya melihat kejadian itu dan mencoba mengepungnya. Namun, Yasmin sudah membaca pergerakan mereka. Dengan sigap, ia melompat ke atas tumpukan peti baja, berjongkok sesaat seperti harimau yang bersiap menerkam mangsanya. Dua tembakan dilepaskannya dengan presisi sempurna—satu peluru menembus tenggorokan lawan, satu lagi menghantam dahi musuh lainnya. Yang ketiga mencoba melarikan diri, tetapi sebelum dia bisa berlindung, Yasmin sudah melompat turun dengan belati terhunus, menusukkannya tepat ke punggung pria itu. Darah mengalir deras saat pria itu roboh dengan wajah penuh ketakutan.

Dari kejauhan, Adrian melihat bagaimana Yasmin bergerak. Tidak ada gerakan yang sia-sia. Setiap langkah, setiap tembakan, setiap serangan yang dilancarkannya adalah hasil dari perhitungan yang matang. Tidak ada keberuntungan dalam pertarungan ini—hanya keterampilan, insting, dan kecepatan yang luar biasa.

"Kita harus memanfaatkan momentum ini!" teriak Adrian kepada anak buahnya yang masih bertahan di belakang barikade darurat. "Dorong mereka mundur! Jangan beri mereka ruang untuk bertahan!"

Naga Besi merespons dengan cepat. Mereka yang semula bertahan kini mulai maju, menembakkan peluru secara lebih agresif. Dengan Yasmin yang menghancurkan formasi musuh di sisi kiri, Adrian dan timnya kini memiliki celah untuk bergerak lebih bebas.

Tembakan bertubi-tubi menghantam musuh yang mulai kehilangan koordinasi. Beberapa dari mereka berusaha berlindung, tetapi posisi mereka semakin terjepit. Salah satu anggota Kelabang Hitam yang membawa senapan mesin mencoba membalas tembakan dari balik truk yang terbakar, namun Adrian lebih cepat. Dia menembakkan dua peluru tepat ke dadanya, membuat pria itu terhuyung mundur sebelum akhirnya jatuh tak bergerak.

Di sisi lain, Yasmin kembali menunjukkan kehebatannya. Dua musuh berusaha menyerangnya dengan pisau, mengira bahwa pertarungan jarak dekat akan memberi mereka keuntungan. Mereka salah. Dengan satu gerakan gesit, Yasmin menghindari tebasan pertama, lalu menangkap pergelangan tangan lawannya yang kedua. Dengan kekuatan yang tak diduga dari tubuh rampingnya, dia memutar tangan pria itu ke belakang, membenamkan pisaunya ke lehernya sendiri. Darah menyembur deras, dan pria itu roboh dengan mata membelalak.

Sementara itu, tembakan demi tembakan terus berdesing di udara, bercampur dengan teriakan kesakitan dan suara benda jatuh. Musuh yang masih tersisa mulai panik. Beberapa mencoba melarikan diri, sementara yang lain tetap bertahan, meskipun jelas mereka sudah kehilangan keunggulan.

Adrian menyadari bahwa mereka mulai memegang kendali atas pertempuran ini. Tapi perasaan itu hanya bertahan sekejap.

Tiba-tiba, suara gemuruh datang dari atas. Adrian mendongak dan matanya membelalak. Di bawah sinar bulan yang tertutup asap pertempuran, baling-baling besar berputar, menghasilkan angin kencang yang membuat debu dan asap beterbangan ke segala arah. Helikopter Bell 204/205, kendaraan perang yang dirancang untuk daya tahan dan manuver cepat, muncul dengan lampu sorot terang menyapu medan tempur.

Mesin helikopter yang kokoh bergemuruh seperti monster mekanik, tubuhnya yang besar dipersenjatai dengan senapan mesin berat dan roket kecil yang siap menghancurkan apa pun di bawahnya. burung besi berbahaya dengan badan besar, baling-baling yang mengaum mengguncang udara, dan moncong senapan mesin otomatis yang siap melumat siapa pun di bawahnya. Dengan desain kokohnya, helikopter ini merupakan kendaraan serbu yang mampu membawa pasukan, serta dilengkapi persenjataan berat yang membuatnya menjadi ancaman mematikan di medan perang.

"Semua berlindung!" teriak Adrian.

Dentuman keras mengguncang pelabuhan. Senapan mesin dari helikopter itu memuntahkan peluru ke arah mereka. Kontainer baja berlubang dihantam tembakan bertubi-tubi, percikan api beterbangan, dan beberapa anak buah Adrian tumbang terkena hujan peluru. Yasmin dan Adrian segera melompat ke belakang kontainer besar, berlindung dari gempuran udara yang mematikan.

"Ini gawat," gumam salah satu anak buah Adrian dengan napas memburu.

Namun, Yasmin justru tersenyum tipis. Mata tajamnya menyipit, menatap helikopter yang berputar di udara. "Tunggu," katanya pelan. "Aku punya kejutan untuk mereka."

Sebelum Adrian bisa bertanya lebih lanjut, Yasmin sudah menghilang ke dalam kegelapan, tubuhnya bergerak secepat bayangan, menghindari tembakan yang masih memberondong mereka. Dia bergerak gesit, menghindari terjangan peluru, menyelinap dari satu kontainer ke kontainer lainnya seperti bayangan yang tidak bisa disentuh. Adrian menahan napas. Jika ada orang yang bisa melakukan sesuatu dalam situasi seperti ini, itu adalah Yasmin. Adrian ingin menghentikannya, tapi dia tahu lebih baik dari siapa pun bahwa Yasmin tidak melakukan sesuatu tanpa alasan. Sekarang, yang bisa dia lakukan hanyalah bertahan.

Sementara pasukan Adrian terdesak, tiba-tiba terdengar suara melengking tajam dari kejauhan, diikuti dengan desingan cepat yang membelah udara. Dalam hitungan detik, ledakan besar mengguncang langit. Helikopter yang sebelumnya mendominasi pertempuran kini menjadi bola api yang meledak di udara. Pecahan badan besi terlempar ke segala arah sebelum akhirnya jatuh menimpa pasukan musuh yang ada di bawahnya.

Adrian menoleh dengan mata membelalak. Dari kejauhan, di atas salah satu tumpukan kontainer, Yasmin berdiri dengan satu lutut bertumpu di tanah, kedua tangannya masih memegang FIM-92 Stinger, peluncur rudal anti-pesawat bahu yang ringan dan mematikan. Stinger adalah sistem senjata portabel yang digunakan untuk menghancurkan target udara dengan kecepatan tinggi, dilengkapi sensor pencari panas yang memastikan rudal melacak dan menghantam target dengan akurasi tinggi.

Asap masih mengepul dari ujung laras peluncur itu saat Yasmin berdiri, senyumnya semakin melebar. "Aku bilang aku punya kejutan, bukan?"

Pasukan musuh langsung kocar-kacir. Kehancuran helikopter mereka meruntuhkan semangat bertarung yang tersisa. Dalam hitungan menit, pasukan Kelabang Hitam, termasuk tentara bayaran mereka, mulai mundur secara bertahap. Sebagian masih mencoba memberikan tembakan perlindungan, tapi tanpa keunggulan udara, mereka tidak lagi memiliki kesempatan.

"Mereka mundur!" seru salah satu anak buah Adrian dengan lega.

Adrian menarik napas dalam, matanya tetap terpaku pada Yasmin yang berjalan mendekat dengan anggun, seolah tak pernah ada kekacauan di sekitarnya. Wanita itu bukan sekadar sekutu—dia adalah kekuatan yang mampu membalikkan keadaan dalam sekejap.

Dan malam itu, dengan tubuhnya yang masih dihiasi cahaya api dari medan perang, Yasmin benar-benar terlihat seperti dewi perang yang turun ke bumi.

 

Di tengah pelabuhan yang kini luluh lantak, udara masih dipenuhi asap mesiu dan aroma besi terbakar. Cahaya dari kontainer yang masih menyala membentuk siluet bayangan panjang, menari-nari di permukaan jalanan yang dipenuhi selongsong peluru dan noda darah yang menghitam. Sisa-sisa pertempuran terasa nyata di setiap sudut, dengan tubuh-tubuh tak bernyawa bergelimpangan, baik dari pihak musuh maupun pasukan Adrian.

Adrian berdiri dengan napas terengah-engah, senapannya masih tergenggam erat meskipun jarinya sudah tidak lagi menekan pelatuk. Matanya menyapu medan pertempuran yang kini mulai hening, hanya menyisakan erangan mereka yang terluka dan suara bara yang merintih di antara puing-puing.

Dari balik bayangan, Yasmin melangkah mendekatinya dengan gerakan yang anggun namun tetap penuh kewaspadaan. Setiap langkahnya mantap, meski jejak darah di sepatunya menceritakan betapa brutal pertarungan yang baru saja terjadi. Jaket kulitnya yang terbuka sebagian memperlihatkan tali bra hitam yang kontras dengan kulitnya yang bercahaya dalam pendar api. Napasnya naik turun, menyorotkan bentuk dada kecilnya yang padat di balik kain yang sedikit tersingkap, sementara perut rampingnya yang dihiasi garis-garis otot tampak berkilat oleh keringat. Celana ketat yang membalut pinggulnya membuat setiap gerakan pinggangnya terlihat begitu menggoda, terutama saat dia berbalik sedikit untuk memastikan tidak ada ancaman yang tersisa di belakangnya.

Dia menghentikan langkah tepat di depan Adrian, mengangkat senjata dengan tangan yang sedikit bergetar. "Kita berhasil," katanya, suaranya serak namun masih membawa nada percaya diri yang khas. Senyum kecil tersungging di sudut bibirnya, penuh kepuasan sekaligus peringatan.

Adrian menatapnya, bukan hanya karena keberanian wanita itu dalam bertempur, tetapi juga karena daya tariknya yang begitu mencolok bahkan di tengah kehancuran. Matanya gelap, masih dipenuhi sisa adrenalin, tetapi bibirnya perlahan melengkung dalam senyum tipis. "Untuk sekarang," jawabnya, suaranya rendah dan berat. "Tapi aku tahu ini belum berakhir."

Di kejauhan, anak buah Adrian mulai berkumpul kembali. Beberapa dari mereka terluka, merintih sambil dibantu rekan-rekannya, sementara yang lain menegakkan tubuh dengan ekspresi kelelahan bercampur kemenangan. Meskipun harga yang mereka bayar mahal, mereka telah membuktikan bahwa Naga Besi masih mampu mempertahankan wilayah mereka dari ancaman yang lebih besar.

Yasmin mengusap lehernya dengan punggung tangan, meninggalkan noda darah kering di kulitnya. Dia mendekatkan wajahnya ke Adrian, suaranya lirih namun menusuk. "Ini belum selesai. Siapa pun yang menarik tali di balik Kelabang Hitam, dia masih mengawasi kita. Mereka tidak akan berhenti sampai kita tersungkur."

Adrian memutar bahunya, merasakan nyeri dari luka-luka kecil yang ia peroleh sepanjang pertempuran. Dia menatap Yasmin dengan mata yang penuh dengan pemikiran. "Aku tahu." Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menoleh ke arah anak buahnya yang kini mulai bersiap untuk evakuasi. "Tapi malam ini, kita menang. Itu cukup untuk sekarang."

Yasmin menatapnya sejenak, lalu tersenyum samar. "Untuk sekarang," gumamnya, sebelum membalikkan badan dengan gerakan yang begitu halus dan menggoda. Malam masih menyimpan misterinya, dan mereka tahu bahwa perang ini baru saja dimulai.