Dini hari menyelimuti kota dengan kabut tipis. Cahaya lampu gas di jalan berpendar samar di antara gedung-gedung batu, menciptakan siluet bayangan yang bergerak di gang-gang sempit.
Kaelith Bloodfallen berdiri di salah satu atap bangunan, matanya menatap ke bawah.
Ia gagal menjalankan tugasnya untuk membunuh Reindhart von Draken, dan lebih buruknya ia menarik perhatian seseorang yang tidak seharusnya.
Elias Von Ainsworth.
Nama itu berputar di kepalanya, menciptakan ketidaknyamanan yang aneh. Ia telah bertemu banyak bangsawan dalam hidupnya, sebagian besar sombong, pengecut, dan rakus. Tetapi Elias berbeda.
Ia tidak panik.
Ia tidak bertindak bodoh.
Sebaliknya, ia mengamati.
Seolah-olah dirinya bukan seseorang yang harus di biarkan, melainkan sesuatu yang menarik untuk dipelajari.
Dan itu membuat Kaelith tidak nyaman.
Sesuatu di dalam dirinya berbisik bahwa ini bukan akhir. Dugaan Elias akan muncul lagi dalam hidupnya, entah sebagai ancaman atau sesuatu yang sangat berbahaya.
Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh lagi, instingnya menengang. Telinga kucing nya sangat peka terhadap suara.
Seseorang mendekat.
Kaelith berbalik, belatinya sudah siap untuk menusuk dan menggorok.
Di bawah cahaya redup bulan, seorang pria berdiri di ujung atap, tubuhnya santai, seolah tempat ini bukan sesuatu yang asing baginya.
Elias Von Ainsworth.
Kaelith merapat kan tangan kanan pada belatinya.
"Keberanianmu luar biasa, datang sendiri menemui seorang pembunuh, apa kau cari mati?" Kaelith menyeringai tipis.
Elias tidak langsung menjawab. Ia hanya memandang Kaelith dengan mata birunya tenang, tajam, dan penuh perhitungan kira-kira itulah yang sekilas di lihat oleh Kaelith.
Elias tersenyum kecil sebelum akhirnya bicara.
"Kau tau kan dengan belati yang sudah siap menusuk itu tentu akan mudah jika kau ingin langsung membunuh jika itu niatmu?" Katanya dengan nada yang ringan.
Kaelith tidak menjawab.
Ia tahu Elias tidak asal bicara. Jika ia benar-benar ingin membunuhnya, ia tidak akan membuang waktu hanya untuk bertele-tele.
"Jadi?" Kaelith menyipitkan mata, ekornya bergerak-gerak seperti penasaran apa yang akan Elias katakan selanjutnya.
Elias mengangkat dagunya sedikit, menunjukkan ketenangan yang hampir menyebalkan.
"Sebuah tawaran."
"Apa maksudmu?.." Kaelith menekan nada bicaranya.
Elias mengangguk pelan.
"Simpelnya kau mengincar Reindhart dengan alasan tertentu, bukan?"
Kaelith tidak menjawabnya namun di lihat dari eskpresinya memberikan cukup jawaban.
Elias lalu menjawab. "Aku bisa membantumu mendapatkan apa yang kau inginkan."
Kaelith mengendus pelan, "Dan untuk apa aku harus percaya pada manusia seperti mu .
"Tentu saja tidak."
Kaelith sedikit terkejut dengan jawabannya yang langsung. Elias melanjutkan, perlahan mendekat dengan langkahnya yang santai, meski Kaelith terlihat sangat waspada terhadapnya.
"Aku menawarkan sesuatu yang tidak bisa kau dapatkan sendirian. Kesempatan untuk membalas dendam, bukan hanya pada Reindhart tapi semua orang yang memiliki masalah denganmu."
Kaelith terdiam sejenak.
Kata-kata itu mengiurkan, tapi Kaelith yakin ada harga yang harus di bayar.
"Dan kau pikir aku akan percaya begitu saja hanya dengan gelagat seperti itu?, aku sangat yakin kau punya niatan lain."
Elias tersenyum samar.
"Tentu saja aku punya niatan lain."
Kejujurannya membuat Kaelith semakin tidak nyaman. Pria ini tidak berusaha membujuknya dengan kebohongan atau janji palsu tapi ia malah mengungkapkan bahwa ada niatan lain.
Dan itu membuatnya semakin sulit ditebak.
"Hanya saja." Elias melanjutkan. "Kepentinganku dan kepentinganmu mungkin lebih selaras dari yang kau kira."
Keheningan menggantung di antara mereka.
Kaelith menatapnya, mencoba mencari celah dalam eskpresi samar Elias, sesuatu yang bisa membuktikan bahwa dia sedang berbohong.
Tapi tidak ada.
Elias tetap tenang, matanya fokus, seolah-olah ia tahu Kaelith akan setuju.
"Jadi, bagaimana Bloodfallen?" Elias bertanya.
Kaelith menghela napas panjang, lalu menyimpan belati ke sarungnya.
"Baiklah," katanya. "Aku akan mendengar tawaran seperti apa jadi jelaskan dengan detail."
[Sementara itu,di tempat lain...]
Gereja ortodoks, di bawah remang-remang cahaya lilin dan bulan yang bersinar seorang pria dengan jubah putih dan garis keemasan menutupi tubuhnya. Simbol Gereja Ordo Suci terukir di dinding belakangnya. Ordo Cahaya Ilahi.
Di depannya, seorang ksatria berbaju zirah biru dan putih berdiri, lalu menyampaikan laporan.
"Pembunuh bayaran itu telah muncul kembali, dan menurut informan kita dia nampaknya sempat terlihat dengan Elias Von Ainsworth." Dengan nada dingin.
Pria berjubah pun mengangguk pelan, jari-jarinya mengetuk sandaran tangannya dengan ritme tertentu
"Lalu?"
"Haruskah kita bertindak?"
Keheningan sesaat, lalu pria itu akhirnya berbicara dengan pelan.
"Kita akan mengawasi mereka."
"Dan jika mereka menjadi ancaman?"
Sebuah senyum tipis dari bibir pria itu.
"Maka kita akan menghapus mereka dari dunia ini atas nama Gereja Cahaya Ilahi."
[Cerita kembali kepada Elias dan Kaelith]
Di bawah langit yang gelap menuju fajar Kaelith menatap Elias ia tahu tidak bisa sepenuhnya percaya kepada Elias, tetapi instingnya mengatakan bahwa menolak tawaran Elias adalah sebuah kesalahan.
"Jelaskan detailnya," katanya, melipat tangan di dada.
Elias tersenyum kecil. "Baiklah, kau tahu kan aku sebenarnya membenci dan ingin menyingkirkan para bangsawan yang sebelumnya ada di pesta itu. Termasuk Reindhart oleh karena itu aku ingin menggunakan kemampuan mu untuk melakukan tugas seperti ini, kau adalah orang yang tidak terikat dengan aturan. Karena itulah keuntungan bagiku jika kau ingin bekerja sama dalam hal ini."
Kaelith berpikir sejenak."Aku memang cocok dengan tugas seperti ini, tapi apakah ada jaminan bahwa kau tidak akan berkhianat?"
Elias tersenyum sedikit."Kau tidak perlu jaminan untuk percaya kepada ku Bloodfallen, semuanya tergantung pada pilihan mu jika kau menolak aku tidak merasa keberatan"
Kaelith terdiam sejenak. Ia tahu Elias tidak sedang berbohong. Pria ini bukan tipe yang berbicara tanpa dasar.
Kaelith menghela napas lalu kemudian berkata. "Baiklah, aku setuju jadi apa rencananya?"
Elias hanya berkata. "Temui aku di menara jam ibu kota pada tengah malam besok." Dan kemudian pergi dari pandangan Kaelith.
... [Keesokan harinya tepat pada tengah malam di menara jam]
Kaelith bersandar di sebuah bangunan dekat menara jam. Dia menunggu Elias untuk datang seperti yang di katakannya kemarin.
Kaelith hanya menunggu sambil berpikir apakah ini hanya permainan yang di buat Elias untuk menjatuhkannya. Namun tanpa sadar Elias sudah ada di dekatnya dengan tenang Elias menepuk bahu Kaelith yang sedang melamun.
"Hei, berhenti melamun" Ucap Elias.
"Uh, eh" Kaelith sedikit terkejut dengan kedatangan Elias yang tiba-tiba sudah berada di dekatnya. Lalu tanpa banyak bertanya bagaimana Elias bisa sampai dengan cepat Kaelith langsung bertanya. "Bagaimana dengan rencananya aku tidak ingin berlama-lama di tempat ini, banyak ksatria yang berlalu-lalang."
Elias pun mengangguk lalu menjelaskan rencananya. "Reindhart von Draken bukanlah orang biasa. Dia memiliki dukungan dari Gereja Cahaya Ilahi dan terhubung dengan beberapa keluarga berpengaruh di kerajaan Bahamut."
Kaelith menggeram pelan. Ia tahu Reindhart tidak akan mudah dijatuhkan, hanya sebuah kebetulan kemarin dia hampir bisa membunuhnya. Tetapi saat mendengar bahwa Reindhart memiliki koneksi dengan Gereja Cahaya Ilahi hal itu membuat situasi semakin rumit.
"Jadi kita tidak bisa menyerangnya secara langsung, begitu?" gumam Kaelith.
Elias mengangguk. "Tepat. Kita harus melemahkan pengaruhnya terlebih dahulu. Menghancurkan sekutu-sekutunya satu per satu, hingga dia tidak memiliki perlindungan."
Kaelith menyeringai, ekornya bergerak-gerak dengan gelisah. "Kedengarannya seperti sesuatu yang bisa ku nikmati."
Elias tersenyum tipis. "Bagus. Maka kita akan mulai dari target pertama seorang pedagang budak bernama Morgath Velstein."
Kaelith mengerutkan dahi. "Velstein? Aku pernah mendengar nama itu. Dia salah satu penyokong keuangan Reindhart, bukan?"
Elias mengangguk. "Benar. Jika kita menjatuhkannya, kita bisa memutus sebagian aliran dana Reindhart dan membuatnya lebih rentan."
Kaelith merenung sejenak, lalu akhirnya berkata, "Baiklah, aku akan melakukannya. Tapi ingat Elias... Jika kau mencoba mengkhianatiku, aku tidak akan ragu menusuk belati ini ke jantungmu."
Elias tertawa kecil. "Itu terdengar adil."
Malam itu, kesepakatan mereka terbentuk.
Dua sosok dari dunia yang berbeda, tetapi memiliki satu tujuan yang sama. Menghancurkan Reindhart von Draken.
Namun, mereka tidak menyadari bahwa di tempat lain, Gereja Cahaya Ilahi sudah mulai mengawasi setiap gerakan mereka.