Di dalam lorong, bayangan mulai menggeliat seperti mahluk hidup.
Elias mengangkat satu tangan, dan dalam sekejap, kegelapan tak wajar menyelimuti ruangan.
"Kaelith, sekarang!"
Tanpa menunggu, Kaelith langsung melompat mundur, menggunakan kecepatan refleksnya yang luar biasa untuk menghindari gelombang api yang dikirim Inkuisitor itu.
Silvaros dan Inkuisitor itu bergerak secara naluriah, tetapi sesuatu terasa aneh.
"Ini bukan sihir biasa, apa ini?" gumam Silvaros, matanya memperhatikan bayangan yang bergerak dengan pola yang tak bisa diprediksi.
Tapi Inkuisitor itu tetap tenang. Dengan satu gerakan, dia menekan simbol suci di udara, dan cahaya emas menyala, menembus kabut hitam yang dibuat Elias.
Para Pembawa Cahaya Ilahi.
Gereja Ordo Cahaya Ilahi memang memiliki orang-orang yang terpilih dan di beri anugerah suci untuk membasmi iblis. Elias dan Kaelith baru saja mengkonfirmasi bahwa pria ini bukan sekedar Inkuisitor biasa seperti Issac.
Namun, Elias bukanlah orang yang mudah dihadang dengan masalah seperti ini.
"Kaelith, ikut aku!"
Kaelith tidak bertanya, langsung berlari menuju jalan keluar yang sedikit lagi, Tapi–
Silvaros sudah berada di depan mereka, menghalangi jalan.
"Kalian tidak akan pergi semudah itu" katanya dengan suara datar, pedangnya bersinar biru keperakan dengan dua Death Angel di belakangnya.
Kaelith menggeram, "Sialan, kau benar-benar menjadi penghalang yang merepotkan."
Dalam satu gerakan, ia menghunus belatinya dan menyerang.
Bunyi logam beradu terdengar saat belati Kaelith bertemu dengan pedang karatan dari salah satu Death Angel.
Elias tidak tinggal diam. Bayangan di belakangnya bergerak cepat seperti tombak, menargetkan Inkuisitor yang masih berdiri di tengah nyala api.
Tapi Inkuisitor itu hanya mengangkat satu tangan, dan bayangan itu langsung terbakar menjadi abu.
Orang ini terlalu berbahaya untuk dihadapi secara langsung.
Tapi saat ia hendak menarik Kaelith mundur, sesuatu yang lain terjadi.
Dari ujung lorong, suara langkah kaki bergema.
Bukan hanya satu orang.
Banyak.
Elias dan Kaelith menoleh.
Dari lorong lain, sesosok pria berbaju zirah hitam dengan jubah merah muncul, diikuti oleh beberapa orang di belakangnya yang mengenakan topeng bermotif tengkorak.
Mata pria itu berkilat seperti api yang membara.
Dan dengan suara rendah yang menggema di ruangan, ia berbicara.
"Sudah cukup main-mainnya.Sekarang, giliran kamu yang bicara."
"Ksatria Hitam..." gumam Kaelith, tubuhnya menegang.
Pria berbaju zirah hitam itu berjalan maju dengan langkah pelan. Jubah merahnya berkibar di belakangnya, dan matanya seperti bara api memancarkan aura tekanan yang luar biasa.
Di belakangnya, beberapa prajurit berbaju hitam dan topeng tengkorak lalu emblem tengkorak bersayap di dada mereka ikut melangkah masuk.
Elias menyipitkan mata.
"Aku tidak menduga Gereja akan sangat berambisi sampai-sampai mengirim orang seperti kalian'" katanya dengan nada dingin.
Ksatria Hitam itu tersenyum tipis. "Aku tidak bekerja untuk Gereja. Aku punya urusanku sendiri di sini."
Kaelith menggeram pelan, ekornya bergerak gelisah. "Jadi kau juga mengincar kami?"
Pria itu menjawab. "Oh, kembang perawanku Bloodfallen. Aku akan membawamu pulang sayang."
Kaelith terdiam dan menatapnya dengan tatapan yang sangat jijik.
Pria itu menatap Elias.
"Elias Von Ainsworth, kau memiliki sesuatu yang aku butuhkan."
Elias mengangkat satu alis.
"Oh? Dan apa yang membuatmu berpikir aku akan memberikannya padamu?"
Pria itu menyeringai. "Karena jika tidak, aku akan mengambilnya dengan paksa."
Dan dalam sekejap, ia sudah bergerak.
Dengan kecepatan yang hampir mustahil untuk zirah seberat itu, Ksatria Hitam meluncur ke depan, pedangnya yang besar berkilat saat ia mengayunkannya langsung ke arah Elias!
"Zeitbruch: Dreifach Accel!"
(Pecahan Waktu: Akselerasi Tiga Kali Lipat!)
Elias menghindari pedang itu dengan sihirnya. Tanah di tempatnya berdiri langsung retak akibat hantaman pedang yang luar biasa kuat.
Kaelith yang ikut terkena dampaknya langsung melompat mundur, mengambil posisi bertahan. "Brengsek, orang ini cepat dan kuat!"
Silvaros dan Inkuisitor hanya diam menonton. Seolah mereka ingin melihat bagaimana Elias dan Kaelith menghadapi pria ini.
Elias menyipitkan mata, bayangannya mulai bergerak lagi, tetapi kali ini... Lebih pekat.
"Baiklah," katanya pelan, suaranya terdengar hampir seperti bisikan. "Mari kita lihat siapa yang lebih cepat."
Dan pertarungan berlanjut.
Pertarungan antara Elias dan Ksatria Hitam pecah dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti oleh mata biasa
Ksatria Hitam meluncur dengan ayunan pedang raksasa yang cukup untuk membelah seseorang menjadi dua, tapi Elias hanya memiringkan tubuhnya sedikit dengan sihir Zeitbruch. Membiarkan serangan itu meleset dengan jarak yang nyaris mustahil.
"Tch..." Ksatria Hitam mendecak, lalu segera berbalik dengan tebasan horizontal.
Namun kali ini, Elias menghilang dalam sekejap—bukan bergerak mundur, tetapi langsung muncul di belakang Ksatria Hitam.
"Kau lambat," bisiknya.
Ksatria Hitam langsung memutar pedangnya ke belakang dalam serangan refleks, tapi yang ia tebas hanyalah bayangan.
"Apa...?!"
Sebelum ia sempat bereaksi, sebuah tendangan keras menghantam punggungnya, membuatnya terdorong beberapa meter ke depan dan menghancurkan beberapa kursi di dalam ruangan.
Kaelith dan Silvaros menonton dengan waspada.
"Ini... Berbeda." pikir Kaelith.
Elias yang ia kenal biasanya tidak pernah bertarung langsung–ia lebih suka membiarkan orang lain yang melakukan pekerjaannya. Tapi sekarang, ia bertarung sendiri... Dan mendominasi.
Ksatria Hitam berdiri kembali.
Matanya merah menyala.
"Menarik..."
Ia mencengkram pedangnya lebih erat." Kau jauh lebih cepat dari yang kudengar."
Elias tersenyum kecil, "Dan kau jauh lebih lambat dari yang kuduga."
Perkataan Elias membuat Ksatria Hitam itu menyeringai—bukan marah, tapi senang.
"Baiklah," katanya sambil menarik napas dalam. "Kalau begitu..."
Suara baja bergemerincing.
Armor hitamnya mulai berdenyut, seperti mengeluarkan aura gelap yang semakin pekat.
Kaelith langsung merasakan instingnya berteriak bahaya.
"Elias, mundur!" teriaknya.
Tapi terlambat.
Ksatria Hitam menghilang dari pandangan Elias dan kali ini dialah yang muncul di belakang Elias.
"Sekarang, giliranku."
Dan ia mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh!
DENTUM!
Udara bergetar ketika pedang raksasa Ksatria Hitam menghantam posisi Elias. Lantai di bawahnya retak, menyebarkan debu dan pecahan batu ke segala arah.
Namun, sesuatu terasa aneh.
Ksatria Hitam merasakan tidak ada resistensi.
"Kosong?" gumamnya.
Seketika, suara siulan angin terdengar dari belakangnya.
"Aku di sini."
BRAKK!
Sebuah pukulan telak menghantam helmnya, membuatnya terpental menabrak pilar batu di sisi ruangan.
Kaelith menahan napas.
"Itu... Apa itu... Kecepatan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia..."
Ia mengira Elias menggunakan trik atau kemampuan sihir Zeitbruch, tapi tidak ada tanda-tanda aktivasi mantra.
Ini hanya kecepatan murni.
Ksatria Hitam bangkit lagi, retakan muncul di helmnya akibat pukulan barusan.
Namun kali ini ia tertawa.
"Kuharap kau tidak akan mengecewakan, Ainsworth."
Ia mengangkat pedangnya, dan tiba-tiba—armor hitamnya mulai berubah.
Retakan di sepanjang zirahnya menyala dengan cahaya merah pekat, lalu mulai merangkak naik ke lengannya, menciptakan cakar hitam besar di tangan kirinya.
Kaelith mengutuk pelan. "Itu bukan teknik biasa..."
Silvaros, yang sedari tadi diam, akhirnya berbicara. "Kutukan iblis."
Kaelith menoleh. "Apa?"
"Ia telah mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan kekuatan itu," lanjut Silvaros, suaranya dingin. "Setelah ini, dia tidak akan lagi bisa kembali sebagai manusia biasa."
Mendengar itu, Kaelith menatap Elias dengan mata khawatir.
Namun, bukannya takut atau khawatir... Elias justru tersenyum lebih lebar.
"Baiklah," katanya pelan. "Kalau begitu, mari kita lihat seberapa jauh kau bisa bertahan."
Dan dalam sekejap mata, keduanya saling menerjang sekali lagi.
CLANG!
Suara benturan logam menggema, menciptakan gelombang kejut yang membuat lantai bergetar. Elias dan Ksatria Hitam bertukar serangan dengan kecepatan yang sangat cepat.
Namun, ada sesuatu yang berubah.
Ksatria Hitam bukan lagi seseorang dengan kekuatan yang luar biasa. Gerakkannya menjadi lebih tajam, lebih ganas, dan lebih liar.
Tangan kirinya yang kini membentuk cakar iblis melesat ke arah Elias dengan kecepatan yang mencengangkan.
SWOOSH!
Elias memiringkan tubuhnya sedikit, menghindari serangan itu dengan posisi sempurna, lalu melompat ke belakang untuk membuat jarak.
Tapi sebelum ia sempat menarik napas.
"Kau tidak bisa lari dariku, Ainsworth!"
Ksatria Hitam menghantam lantai dengan cakarnya, menyebabkan gelombang energi hitam menyebar ke segala arah.
BOOM!
Gelombang itu menghancurkan semua yang ada dalam radius lima meter. Kaelith dan Silvaros melompat mundur untuk menghindar, sementara Elias hanya berdiri di tengah kehancuran, debu dan pecahan batu beterbangan di sekelilingnya.
Namun, ketika debu mulai mereda.
Ksatria Hitam tersentak.
Elias berdiri tanpa luka sedikit pun.
Dan di tangannya... Sebuah tombak berwarna merah darah telah terbentuk.
Kaelith menahan napas. "Apa itu..."
Silvaros mengangguk, matanya menyipit. "Tombak Darah. Sebuah teknik langka yang bisa digunakan oleh orang-orang tertentu... Dengan syarat yang mustahil bagi manusia... Scharlachrotes Schicksal. Takdir Merah, tombak yang menentukan nasib seseorang yang memegangnya."
Ksatria Hitam menggenggam pedangnya lebih erat.
"Hah... Menarik"
Elias mengangkat tombaknya, ujungnya berkilat.
"Sekarang, aku akan sedikit serius."