Chereads / Cahaya di balik Rantai / Chapter 5 - Mata-mata dalam Gelap

Chapter 5 - Mata-mata dalam Gelap

Di sebuah penginapan tua yang tersembunyi di sudut distrik bawah, Elias dan Kaelith duduk berhadapan di dalam kamar yang diterangi cahaya lilin.

Gulungan perkamen dengan perintah pembunuhan atas nama Elias masih tergeletak di meja di antara mereka.

Kaelith menyilangkan tangan dan mendecak pelan. "Jadi... Kau sudah benar-benar menjadi target utama Gereja. Aku seharusnya tidak terkejut dengan hal ini."

Elias menatap perkamen itu dengan ekspresi yang sulit ditebak.

"Ini berarti mereka menganggapku sebagai ancaman serius. Sesuatu yang selama ini mereka hindari untuk diakui."

Kaelith mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Masalahnya, kenapa mereka melakukan ini apakah karena kita telah menghabisi Velstein?."

Elias hanya menghela napas, matanya menatap api lilin yang berkedip-kedip.

"Karena aku semakin dekat dengan sesuatu yang mereka sembunyikan."

Kaelith menatap tajam. "Dan apa maksudnya itu?"

Elias menyeringai samar. "Rahasia Gereja yang selama ini dikubur. Sesuatu yang bisa mengguncang pondasi kekuasaan mereka."

Sebelum Kaelith sempat bertanya lebih jauh, telinga kucingnya bergerak refleks.

"Di luar."

Elias langsung meraih belati milik Kaelith yang tergeletak di meja, ia beranjak ke dekat jendela lalu dengan gerakan secepat kilat, ia melemparkan belati itu ke arah bayangan di luar.

"ARGH!"

Suara seseorang yang terjatuh terdengar dari gang sempit di luar.

Kaelith dan Elias bergerak cepat, keluar dari penginapan dan menemukan seorang pria berpakaian gelap tubuhnya terhimpit di antara tong kayu dan belati Kaelith yang tertancap di bahunya.

Pailit mencengkram kerah pria itu, menatapnya dengan ekspresi garang.

"Huh, sepertinya mereka tidak akan berhenti begitu saja. Jadi siapa yang mengirimmu?."

Pria itu menggertakan giginya, tapi tidak berbicara.

Elias berjongkok di hadapannya. "Gereja? Bangsawan tertentu? Atau mungkin..."

Ia menatap langsung ke mata pria itu, sebuah cahaya aneh berkilat dalam iris birunya.

"Kau bekerja untuk Issac?"

Pria itu mengkerutkan kening, menolak untuk menjawab.

Kaelith mendesah. "Tch. Orang ini tidak akan bicara dengan cara biasa."

Elias menghela napas dan sedikit tersenyum. "Benar. Itu sebabnya kita harus mencoba cara yang tidak biasa."

Ia meraih liontin kecil dari saku mantelnya, lalu menggenggam erat.

"Cukup tidur sebentar, sahabatku."

Seketika pria itu terkulai, kehilangan kesadarannya.

Kaelith menatapnya dengan kaget. "Elias kau–"

Elias tersenyum tipis. "Jangan khawatir. Aku hanya membuatnya tidur sebentar. Sekarang kita bisa membawanya ke tempat yang lebih aman untuk diinterogasi."

Kaelith menghela napas panjang sambil mencabut belatinya di bahu pria tersebut. "Baiklah. Tapi jika dia mencoba melawan, aku akan menggorok lehernya."

Elias terkekeh. "Silahkan saja. Jika dia memang tidak berguna."

Elias mengangkat tubuh pria itu, lalu menghilang ke dalam kegelapan malam.

Di tempat lain, dalam Aula Gereja Ordo Cahaya Ilahi

Issac berdiri di hadapan Uskup Agung Gregorios.

"Kita telah kehilangan kontak dengan mata-mata kita, Tuan Gregorios."

Gregorios hanya tersenyum tipis, seolah sudah menduga hal ini.

"Elias bukan orang biasa, di tambah Beastkin itu di sisinya. Sepertinya kita akan segera bertindak lebih lanjut."

Issac mengangguk, ekspresinya tetap dingin.

"Perintah Anda?"

Uskup Agung Gregorios memandang ke arah langit-langit katedral, di mana ukiran suci menggambarkan pertempuran cahaya dan kegelapan.

"Kirim Inkuisitor 'itu'."

Issac menegang sesaat, sebelum akhirnya tersenyum tipis.

"Baik. Saya akan mengatur semuanya."

Gereja kini serius dan Elias tidak akan bisa menghindarinya, Selamanya.

Malam semakin larut, tetapi di dalam ruangan bawah tanah tersembunyi, Elias dan kaelith berdiri di depan seorang pria yang kini diikat ke kursi dengan tangan dan kakinya di rantai.

Pria itu mata-mata yang mereka tangkap masih terlihat linglung.

Kaelith menyandarkan dirinya di dinding sambil memainkan belatinya. "Baiklah, Elias. Jadi cara apa yang akan kau gunakan kepadanya?"

Elias melihat Kaelith. "Lihat dan perhatikan."

Elias mendekati pria itu, menatapnya dengan tajam. "Dengar, aku tidak ingin menyakitimu jadi jawab saja pertanyaan sederhana yang akan aku tanyakan."

Pria itu hanya terdiam, menundukkan kepalanya seolah tidak peduli.

Kaelith menghela napas panjang sebelum akhirnya berjalan dan menekan ujung belatinya ke bahu pria itu, tepat di sekitar luka sebelumnya.

Pria itu tetap diam.

Elias yang masih tenang, menepuk bahu Kaelith dan memintanya untuk mundur sebentar. Kaelith hanya menaikkan alisnya lalu mundur dari pria itu.

Elias membawa tangannya untuk memegang kepala pria itu dan memaksanya untuk menatap mata Elias.

Pria itu melihat mata kiri Elias yang terdapat lingkaran sihir kompleks yang berwarna hitam dan memancarkan aura berwarna merah.

Elias dengan tenang berkata. "Bicaralah."

Napas pria itu menjadi berat dan bibirnya bergerak tanpa ia sadari.

"... Uskup Agung..."

Kaelith hanya menyimak apa yang dilakukan Elias kepada pria itu.

Elias melanjutkan. "Apa yang Uskup itu rencanakan?"

Pria itu hanya menjawab. "Uskup Agung pasti tidak akan diam saja, utusan Tuhan sudah datang. 'Dia' pasti akan menghancurkan segala bentuk dosa yang sudah kau lakukan."

Elias hanya tersenyum tipis. "Lalu siapa yang kau maksud dengan utusan Tuhan itu?"

"... Silvaros Ignatius... Salah satu Ksatria Emas Gereja..."

Silvaros Ignatius.

Salah satu Ksatria Agung Gereja, seorang pria yang konon memiliki kekuatan suci yang dapat membakar iblis tingkat atas hanya dengan tatapannya.

Kaelith menatap Elias. "Apa yang akan kita lakukan sekarang Elias?"

Elias berjalan menuju jendela kecil di ruangan itu, memandang ke luar kota yang diselimuti kegelapan.

"Aku hanya akan memberikan mereka sesuatu yang tidak mereka duga."

Kaelith hanya menatap Elias dengan bingung sebelum ia sempat bertanya lebih jauh–suara dentuman keras terdengar dari luar.

BUM!

Gedoran pintu keras bergema di seluruh bangunan.

Seseorang telah menemukan mereka.