Polisi itu berteriak kepada pak rukio untuk berhenti.
"Tunggu."
Dengan santai, pak rukio menoleh kebelakang. Tetapi itulah kesalahannya, Polisi itu memperlihatkan panggilan video dari ponselnya.
"Haaa, Eh siapa ini?"
Kanuzaki mengucapkan Unimagica Oblivion yaitu Tranformation.
"Oblivion: Transformation."
Muncul lingkaran sihir berwarna ungu yang terkesan cukup indah untuk dilihat dikedua sisi pak rukio, bawah dan atas.
Pak rukio membuka matanya lebar-lebar, mulutnya terbuka sedikit.
"H—hah? A—apa ini?"
Polisi yang berada didekatnya, kemudian menutup mulut pak rukio dengan tangannya, menahan pak rukio agar tidak terlalu bergerak-gerak dan berteriak.
Pak rukio mencoba melawan dengan bergerak-gerak untuk lepas dari polisi.
Tetapi itu tidak ada gunanya.
Lingkaran sihir ungu menembakkan sebuah energi ungu, hingga menutupi seluruh tubuh pak rukio—Cepat-cepat polisi itu melepaskan tangannya dari mulut pak rukio dan mundur satu langkah darinya.
Tubuh pak rukio melepaskan gelombang partikel kecil berwarna ungu yang liar di sekeliling tubuhnya.
Setelah menyebabkan angin yang lumayan, tubuhnya berubah menjadi monster berwujud humanoid dengan armor hitam mengkilap seperti seragam SWAT futuristik.
Helmnya memiliki visor merah menyala, menyerupai topeng tanpa ekspresi.
Di punggungnya terdapat lampu strobo biru-merah, berkedip setiap kali mendeteksi target.
Tangan kanan berbentuk senjata berbasis energi, yang bisa berubah menjadi pentungan atau pistol plasma energi.
— Delacizer Revolt —
Senyum licik terbentuk di wajahnya Kanuzaki di panggilan video.
"Delacizer Revolt. Aku serahkan kepadamu."
Delacizer Revolt mengangkat tangan kanan dengan cepat dan tegas ke posisi hormat.
———
Di tempat lain...
Samasaki sedang berdiri sambil menyandarkan tangannya ke pagar besi, dengan posisi badan sedikit membungkuk kedepan, dengan pembawaan yang santai.
Ia hanya tersenyum tipis, menikmati suasana sore hari yang memang enak.
Namun, sesuatu yang cukup mengganjal pikirannya.
Yaitu perkataan dari Tachibana Hayase,
———
Dengan senyumnya yang percaya kepada Nathan dan Sarasa.
"Aku ingin kalian berdua mengalahkan Revolt yang mencoba mengacau di area akademi. Tenang saja, ini akan dirahasiakan oleh pihak sekolah, jadi kalian tidak perlu terlalu khawatir."
———
Ditengah suasana santai sekaligus bingungnya, suara memanggil nama marganya dari arah belakang.
"Samasaki—san?"
Samasaki menggerakkan badannya untuk menoleh kearah belakang, Melihat suara yang memanggilnya adalah suara Nathankato yang sedang berdiri beberapa jarak darinya, bersama dengan Rezon yang berada di sampingnya.
"Kalian...?"
Nathankato berjalan dan bertanya pada Samasaki. Begitu pula dengan Rezon.
"Apa yang kau lakukan disini? Sedang bersantai sambil menikmati suasana ya."
Samasaki berbicara dengan nada agak rendah.
"Yaaah, Bisa kau katakan seperti itu."
Nathankato menyandarkan tubuhnya ke pagar besi, tangan di saku, kepala sedikit miring—menyadari ekspresi wajah Samasaki nampak tidak seperti menikmati suasana.
Rezon berdiri sambil menyandarkan tangannya ke pagar besi, dengan posisi badan sedikit membungkuk kedepan.
Isurugi memandangnya dengan bingung.
"Apa ada masalah? Kau tidak tampak menikmati?"
Samasaki menundukkan kepalanya, dan mengatakan yang sebenarnya.
"Sebenarnya, aku masih terus memikirkan perkataan Tachibana—san waktu itu."
"Ooh, yang saat ia meminta kita untuk melawan Revolt yang berpotensi muncul kedepannya. Apa yang kau takutkan akan hal itu? Bukannya lu pernah solo lawan Revolt kemarin?"
"Aku tidak takut akan melawan Revolt. Hal yang ku takutkan hanyalah "bagaimana jika aku dan kau gagal dalam pertarungan? Apakah kita berdua akan mati dan kehilangan satu life point kita?"."
Matanya kemudian menyipit, perasaannya tidak senang akan kekalahan yang bisa saja dialami oleh siapapun.
"Aku tidak pandai dalam bertarung melawan makhluk seperti itu, kemarin adalah pertarungan pertamaku melawan Revolt. Dari masa kecil pun aku hanya berlatih dan berlatih untuk menjadi kuat."
"Itu bagus, berarti kau memang bisa melawan makhluk yang menjadi mimpi buruk semua orang."
"Tapi bagaimana caranya? Lawan Revolt dengan bantuan Faith saja aku belum bisa!—"
Nathan melontarkan kata-kata yang membuat Samasaki berhenti berbicara sejenak, lebih tepatnya memotong perkataannya.
"Dengan berlatih."
Samasaki kemudian memandang wajah Nathan dengan bingung.
"Eh?"
Rezon hanya terdiam dengan mata yang memandang mereka berdua, dengan tersenyum tipis.
"...."
"Latihanmu itulah yang membuat elu bisa semakin kuat, tidak hanya fisik tapi juga mental."
Nathan kemudian mengoceh didalam batinnya.
(Ngomong-ngomong, kenapa aku berbicara seperti bener sih? Padahal belum kenal juga kan sama Samasaki—san.)
Rezon membenarkan apa yang dikatakan oleh Nathan kepada Samasaki.
"Benar apa yang dikatakan oleh Nathan, latihan lah yang membuat seseorang kuat. Tetapi bukan hanya fisik tapi juga hati."
"Tsurugi—san..."dengan nada yang agak rendah.
Ditengah itu, Nathan menyadari bahwa kata-kata Rezon mirip dengan kata-katanya tadi, mempertanyakannya pada Rezon.
Nathan meningkatkan alisnya.
"Lu nyolong kata-kata gua ya, Rezon?"
"Mana ada gua nyolong anjir! justru gua membenarkan apa yang elu omongin!"
"Lah tapi kok sama dengan kata-kata gua??"
"Kan gua hanya membenarkan bahwa kata-kata elu itu bener, Nathaaaaan."
"Tsk, Ah yaudah, yaudah. Gak penting juga di omongin."
"Nah itu tahu."
Samasaki tersenyum melihat keakraban Nathan dan Rezon, tapi ekspresi nya berubah menjadi kebingungan—Tetapi tidak bertanya atau mengucapkan apapun—Kemudian, ia memutuskan untuk kembali ke asrama gadis untuk istirahat.
"Sepertinya aku ingin istirahat terlebih dahulu dan mendinginkan pikiranku. Sampai jumpa, Isurugi—san, Tsurugi—san~"
"Ya~"
Dengan itu, Samasaki melangkah pergi meninggalkan Isurugi dan Tsurugi.
Angin membuat helai rambut mereka berdua bergerak-gerak, suasana yang memang nyaman dan enak untuk dinikmati, tetapi suasana itu bisa saja menjadi suasana serius.
Mata Nathankato menyipit.
"Tetapi bukannya masih ada... Hal yang misterius sampai saat ini?"
Rezon menatap bingung.
"Hm? Apa itu?"
Dengan pelan, Nathan meneruskan perkataannya.
"Kejadian pada saat tes masuk akademi. Lebih tepatnya pada saat Orion telah berhasil dikalahkan, tetapi dia malah bangkit kembali."
"...."
"Dan juga, Orion menghilang dari Sanctuary Place yang Tachibana Hayase-san buat..."
Rezon menarik nafasnya, mulai mengandai-andai kejadian alias waktu yang bisa diulang.
"Haaa.. Kita tidak tahu. Seandainya waktu bisa diputar, kembali ke tiga hari atau empat hari yang lalu, kita bisa menemukan kebenaranya. Tapi kita tahu itu tidak akan bisa."
"Benar, Dan mengandai-andai saja itu tidak cukup untuk mendapatkan jawaban. Kita harus mencari tahu informasi nya."
"?!"
"?!"
Mereka terkejut secara serentak. Lalu Nathan dan Rezon meningkatkan alisnya, terdiam sejenak, kemudian saling bertatapan.
NGEGH NGEGH
Ponsel atau smartphone Nathan berdering secara tiba-tiba, membuat keduanya terkejut. Ternyata itu adalah panggilan telepon dari Tachibana Hayase.
Nathan mengangkat teleponnya. Kemudian Tachibana mulai berbicara di telepon.
"Isurugi—kun, Revolt muncul di arah bagian Utara kalian."
"Kalian?"
"Aku tahu kau itu tidak sendirian kan? Meski begitu, cepatlah kesana."
"Tunggu, bukannya gua belum mengatakan gua akan membantu mengalahkan Revolt? Samasaki saja yang menerimanya."
"Kalau begitu, biar kutanya sekali lagi.... Apakah kau mau membantu untuk mengalahkan Revolt kedepannya?"
Nathan terdiam sejenak, matanya menyipit, mulutnya tertutup dan menghadap kebawah.
"...."
Secara tiba-tiba, Rezon menepuk pundak Nathan dengan keras. Membuat Nathankato terkejut bukan main.
"Aduh, sakit woi!"
"Hadeh, sejak kapan Isurugi Nathankato menjadi anak yang serba bingung seperti ini?"
Nathan mengangkat alisnya, dengan mulut sedikit terbuka karena terkejut.
"Hah?"
"Bukannya Isurugi Nathankato itu akan melakukan apapun demi mencapai tujuan?"
"Lu ngomong apasih?"
Tangan rezon menepuk jidatnya, dengan tubuh yang sedikit condong ke depan, sambil matanya tertutup. Kemudian ia membuka kembali matanya.
"Astagaaa.. coba lu pikir pake otak lu. Kenapa elu menjadi kayak orang yang serba kebingungan terhadap sesuatu yang datang? Sejak kapan??"
"Kenapa gua jadi orang kayak gini?"
"Iya, coba kau ingat kejadian saat kau dipanggil oleh suara misterius yang kemudian memintamu kehutan. Lu langsung ke hutan tanpa basa-basi kan? meski kau itu masih kecil."
Nathan terdiam sejenak, berpikir sebentar, lalu teringat dengan kejadian masa lalu saat pertama kali ia ke hutan, masuk ke kuil, melawan makhluk berbaju zirah, dan bertemu dengan Rezon.
"Begitu, ya.... Sekarang aku ingat,kalau begitu... Aku terima itu!"
Rezon dan Tachibana tersenyum puas mendengarnya.
Tachibana, meneruskan perkataannya, dan menyerahkan sisanya kepada Nathan untuk bertindak.
"Kalau begitu, sudah diputuskan ya. Baiklah, sisanya ku serahkan padamu, Isurugi—Kun."
Panggilan teleponnya ditutup oleh Tachibana.
"Ayo!"
Nathan dan Rezon berlari ke arah bagian Utara mereka, melewati beberapa tempat untuk bisa sampai.
———
Di sisi lain. Lebih tepatnya ditempat Samasaki bertarung melawan Revolt.
Ia sedang melawan Delacizer Revolt, yang tampaknya kewalahan menghadapi Revolt tersebut.
Delacizer Revolt sering kali menembakkan peluru plasma energi secara tak terduga, membuat Samasaki selalu terkena serangannya.
"Gnghh..."
Samasaki mengerang kesakitan akibat serangan tak terduga dari Delacizer Revolt.
Berhasil untuk berdiri kembali, meski itu bukan pencapaian yang harus dicapai, Samasaki memegang erat kembali pedang apinya.
Samasaki 'seperti' tidak takut pada Delacizer Revolt, tubuhnya melesat maju dengan kecepatan luar biasa, mengayunkan Pedang api-nya dengan ledakan kekuatan berwarna merah membara.
"A—aku tidak takut padamu... Haaaa!"
Setiap tebasan menciptakan percikan api yang menyambar udara, seakan menyuarakan kemarahannya.
".....!"
Serangan demi serangan bertubi-tubi menghujam, sementara Delacizer Revolt itu dengan gesit menangkis menggunakan pentungan, menghasilkan benturan keras yang menggema di sekitarnya.
Asap tebal mengepul di sekitar mereka, menyelimuti arena pertempuran dalam aura tegang.
Samasaki berhenti menyerang, menyadari berada di posisi yang tidak sempurna untuk melakukan pergerakan.
"Sial, asap ini mengganggu penglihatanku! Dimana...? Dimana Revolt itu...?"
Menyadari akan sesuatu, segera mungkin ia mendongak keatas, seketika sebuah serangan mengenai Samasaki hingga membuat ledakan dan angin yang cukup besar.
Delacizer Revolt melompat untuk keluar dari asap tebal itu dan berdiri melihat asap tebal yang kemudian perlahan menghilang.
Menunjukkan Samasaki yang sudah sangat terluka dan cukup memprihatinkan.
Seperti darah yang terus mengalir dari kepala bagian kiri ke tangan kirinya, dan bagian-bagian lain yang juga terluka akibat serangannya—ia terengah-engah sambil menahan rasa sakit yang ditimbulkan, dengan masih memegang pedang api di tangan kanan, meski terlihat seperti ingin melepaskannya dari genggaman.
Mencoba untuk bergerak maju namun...
"....."
Delacizer Revolt menghentikan pergerakan Samasaki dengan menembak hingga memecahkan satu Animanya.
Batu Anima yang disimpan di saku celananya retak dan pecah secara bersamaan, melepaskan semburan partikel kecil berwarna biru yang berputar liar di sekeliling tubuhnya, menyembuhkan semua luka tadi, dan itu adalah Anima terakhirnya.
Itulah efek setelah pecahnya Anima.
Samasaki berbicara didalam batinnya.
(Aku tidak bisa melawannya... Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan sekarang?)
Tapi tiba-tiba...
Sebuah tembakan energi mengarah ke Revolt itu, Sebagai reaksi murni, dia mengangkat lengan kanannya untuk melindungi kepalanya.
Tembakan energi itu diarahkan oleh Nathankato yang datang bersama Rezon, membuat Samasaki seketika terkejut.
"Isurugi...?"
Nathan membalas Samasaki yang terkejut.
"Yo, Samasaki—san, Kami sepertinya terlambat ya, maaf."
Samasaki menghela nafasnya.
"Kamu sangat terlambat, Isurugi."
Rezon memperhatikan setiap bagian dari Gunsword milik Nathan, seperti memiliki perbedaan yang sedikit signifikan, kemudian bertanya kepadanya.
"Ngomong-ngomong, Gunsword mu terlihat ada yang berbeda?"
Nathan menoleh kearah Rezon dan menjawabnya.
"Oh, Gunsword ini adalah versi upgrade dari versi sebelumnya, Aku menamainya Gunsword Semi Burst."
"Begitu, ya."
"Baiklah, aku akan melawannya."
"Hati-hati dalam melawannya, layaknya seorang polisi, nampaknya ia memiliki senjata jarak jauh."
"Baik."