Chereads / Akhir Seri: Akademi Seri Penyelam / Chapter 17 - Chapter 6 —Mencoba menerima keadaan

Chapter 17 - Chapter 6 —Mencoba menerima keadaan

Di sebuah restoran, Nathankato dan Sayumi duduk di salah satu kursi di antara deretan kursi yang sudah tersedia dan sedang diduduki oleh orang lain.

Nathankato pun memulai percakapan ditengah suasana yang cukup canggung.

"Nah, apa yang ingin kau bicarakan, SayumiNee—san?"

Meski ditengah suasana canggung tadi sampai Nathankato memberikan pertanyaan, Sayumi masihlah tersenyum didepan Nathankato.

Kemudian, ia membuka mulutnya untuk berbicara.

"Sifatmu masih belum berubah ya, Nathan."

Dia menutup matanya untuk sementara dan kembali membukanya setelah Nathan memberikan jawaban.

"Tapi bukannya kau sedang masa menjalankan pelatihan di divisi Lucis?"

Segera setelah mendapatkan sebuah sampaian, Sayumi mendapatkan pertanyaan dari Nathankato.

Tak ingin membuat adiknya menunggu, Sayumi segera menjawab pertanyaannya.

"Latihan di divisi Lucis memanglah sedang kujalani, tapi dikarenakan adanya beberapa masalah dalam pelatihan, Divisi Lucis diperbolehkan untuk libur terlebih dahulu."

Nathankato mengerti dengan apa yang disampaikan oleh kakak perempuannya itu, meski tanpa mengangguk-angguk memahaminya.

"Oh Begitu ya."

"Ngomong-ngomong, Ku ucapin selamat karena bisa masuk kedalam tiga besar di tes masuk akademi kemarin."

"Ya terimakasih. Meski kau terlambat mengatakannya."

Setalah itu, Sayumi pun menanyakan hal yang terkait tentang kehidupan sekolah damai yang didambakan oleh Nathankato — oleh setiap orang didunia ini.

"Iya Maaf, maaf. Kalau begitu bagaimana dengan kehidupanmu di akademi? Apakah selancar yang kau inginkan?"

"Dibilang lancar sih gak. Banyak sekali masalah yang harus ku hadapi, bukan hanya kemarin atau sekarang tapi kedepannya."

Berbicara soal kedepannya, Nathan teringat dengan Tachibana—san yang meminta kepada dirinya dan Samasaki untuk datang ketempat yang tidak bisa dimasuki sembarangan orang.

Entah karena tempat itu dijaga ketat atau tempat itu memang diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah diberi izin.

Nathan berbicara didalam batinnya, tanpa didengar oleh telinga siapa pun termasuk Sayumi.

(Kedepannya ya... Entah kenapa kata-kata itu terlintas dalam pikiranku begitu saja. Dan juga aku teringat dengan perkataan dari Tachibana Hayase yang meminta aku dan Samasaki untuk datang ke tempat yang katanya tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang.)

Nathankato menutup bola matanya, lalu membuka kembali, melihat Sayumi yang sedang memakan Mie yang sudah ia pesan di restoran ini.

(Mungkin Tachibana—san ingin membicarakan soal Revolt kemarin. Dan mungkin juga soal dimana aku menyetujui permintaan dari Tachibana untuk membantu melawan Revolt.)

'Semoga itu tidak menjadi terlalu serius' itulah kata-kata yang diucapkan oleh Nathan secara spontan.

Sayumi mendengar itu, dan mempertanyakan kata-kata itu pada Nathan.

Wajahnya berubah menjadi wajah khawatir yang muncul entah kenapa, mungkin karena mendengar Helaan nafas Nathankato yang mungkin terdengar cukup aneh ditelinga Sayumi.

"Ada apa?"

"Tidak, tidak apa-apa."

"Hm..."

Wajah cantik Sayumi masih khawatir dengan Nathankato tadi.

Tanpa memperdulikan hal itu, Nathankato pun menyantap makanan yang sudah ada di depannya. Yaitu Nasi kari.

"Ehm~"

Secara tiba-tiba, Sayumi tertawa kecil melihat Nathan menyantap makanannya.

"Fufu~"

Melihat itu, Nathankato hanya tersenyum tipis.

∆∆∆

Kemudian...

Keesokan harinya. Samasaki berjalan di koridor sempit, Nathan mengikutinya dari belakang.

Dinding dan lantai berwarna pucat dengan gaya mekanis, seketika membuat Nathan teringat dengan bagian dalam dari pesawat film-film Luar angkasa yang pernah ia tonton.

"Apa-apaan tempat ini... Perasaan koridor sekolah gak gini dah?"

Samasaki berbalik kearah Nathan.

"Kemana sisi keren mu itu? Dan Untuk apa kau terkaget-kaget seperti itu? Bukannya kau bilang saat pertama kali masuk, ini seperti bagian dalam pesawat antariksa yang sering kau lihat di film-film?

"Apa yang kukatakan memang benar. Tetapi, ini beda cerita. Gua seumur hidup belum pernah masuk ke tempat yang mirip seperti pesawat antariksa seperti ini. Bahkan ya, aku belum pernah masuk ke laboratorium milik ayah."

"Ohhh?!"

Mendengar itu, Samasaki terkejut dengan jawaban Nathankato.

"Emangnya kau pernah kesini, Samasaki—san?"

"Yah ini kedua kalinya aku kesini sih, jadi aku tidak perlu kaget melihat ini."

"Oh begitu."

Pada akhir perjalanan, di depan pintu dengan panel elektronik kecil di sampingnya.

Pada momen berikutnya, panel elektronik itu mengeluarkan bunyi 'bip' pelan, dan pintu tersebut dengan mulus bergeser terbuka.

"Ahh..."

Kemudian Samasaki masuk, diikuti oleh Nathan dari belakang.

"Woaah..."

Ia melihat-lihat pemandangan disekitarnya yang ada dibalik pintu tadi.

Sebuah tempat seperti bridge kapal. Di depan pintu yang baru saja dilewati Nathan, terhampar lantai dengan bentuk setengah oval dan berada ditengahnya terdapat sebuah kursi yang kelihatan empuk seperti kursi milik Kapten kapal.

Mengikuti tangga-tangga di kedua sisinya yang melandai turun ke lantai yang lebih rendah, dimana para anggota crew terlihat sedang mengoperasikan beberapa console yang terlihat rumit.

Ruangan itu terang secara keseluruhan, dan monitor yang tersebar di sini-situ memancarkan cahaya kepada mereka meski demikian mereka sudah terlihat dari awal.

"Saya sudah membawanya kesini."

"Kerja yang bagus."

Tachibana Hayase, duduk di kursi kapten tersebut, kemudian roda kursinya berputar ke belakang. Berbalik kearah Nathan dan Samasaki.

"....Tachibana—san?"

Tachibana tersenyum tipis dengan mata tenang.

"Ngomong-ngomong, tempat apa ini? Apa yang dilakukan sebuah wahana antariksa di dalam akademi sihir seperti ini?"

Nathan seperti mengejek dan mempertanyakan kepada Tachibana tentang tempat akademi sihir memiliki wahana antariksa.

"Tolong jangan terlalu mengejek. Ini bukanlah wahana antariksa, tetapi ini adalah tempat kami melihat setiap keadaan di kota dengan cctv, seperti yang sudah kamu tahu. Berada di setiap penjuru akademi dan kota ini."

"Cctv? Oh."

"Baiklah, kalau begitu mari kita bicarakan hal mengenai Revolt-revolt yang kalian lawan kemarin."

"Sebentar!"

Nathankato mengeraskan suaranya, mencoba menahan Tachibana yang akan memulai penjelasannya.

"Ada apa?"

"Aku ingin bertanya sesuatu."

"Hm?"

"Sebenarnya aku baru menyadari ini, tapi untuk apa memilih dua murid di akademi jika akademi sudah memiliki divisi Galar yang akan melawan ancaman?"

Seketika, Tachibana terdiam sejenak, lalu menghela nafasnya.

"...Haaa...., Kau memang laki-laki yang susah diajak bekerjasama ya... Divisi sedang masa menjalankan pelatihannya di tempat yang jauh dari akademi. Sedangkan Revolt sudah mulai bermunculan, entah dari mana mereka bisa muncul. Tapi yang jelas, Divisi Galar tidak bisa menjalankan tugas yang seharusnya mereka ambil."

Nathan terdiam mendengarkan penjelasan Tachibana yang terus mengalir dari mulutnya.

"...."

"Karena itulah, Aku, ingin agar ada satu atau dua orang murid dari akademi yang akan menjalankan tugas sementara Divisi Galar. Mengingat bahwa setiap Divisi akademi setiap kerajaan tidak bisa terus memberikan bantuan pada Divisi lainnya. Kakak perempuanmu, Isurugi Sayumi, Sekarang memang sedang menjalankan tugas pelatihan di divisi Lucis."

Sarasa kemudian membuka mulutnya, mencoba membenarkan penjelasan dari Tachibana yang memang terdengar cukup logis.

"Jadi apa yang anda maksud adalah, Anda memilih dua diantara semua murid untuk kau jadikan sebagai seseorang yang akan melindungi akademi untuk sementara waktu. Tapi, apa yang dikatakan oleh Isurugi itu benar. Kenapa hanya dua orang saja?"

"Alasan mengapa hanya dua itu adalah alasanku tersendiri. Yah simpelnya sih, dua orang saja bukannya sudah cukup untuk melawan Revolt?"

Pada momen ini, Nathan menyangkal bagian pertanyaan Tachibana yang menurutnya itu salah.

"Jangan bercanda. Melawan satu Revolt saja sudah membuat dua orang kewalahan. Apalagi dengan dua orang yang tidak terlalu berpengalaman dalam pertempuran nyata."

Sebaliknya, Tachibana menyangkal perkataan dari Nathan.

"Isurugi Nathankato. Umur 15 tahun. Penerus sekaligus pengguna Tanduk biru, pusaka keluarga Isurugi. Aku mendengar bahwa, saat masih berumur 8 tahun, Isurugi Nathankato pernah didapati berada di Kasia Tropicslands, melawan monster yang diduga adalah Hexaguta di bagian laut Kasia Tropicslands."

Nathankato mengingat kejadian itu, menutup mulutnya, dan matanya sedikit menyipit. Di sisi lain, Sarasa terkejut mendapatkan informasi terkait hal itu.

"....."

"....?!"

"Dan juga, dikatakan bahwa, ia juga yang melihat satu mata besar Leviathan secara langsung di kedalaman laut. Mata yang terbuka setelah seratus tahun tertidur."

"!"

"Gah..?!"

Semua orang, Crew termasuk Sarasa terkejut mendengarnya. Membuka mata mereka lebar-lebar, lalu menatap kearah Nathankato.

Tachibana, meneruskan perkataannya kembali.

"Tidak ku sangka, anak kecil bisa membangunkan Leviathan. Makhluk yang memiliki mata berdiameter sekitar seratus lima puluh meter pada satu matanya."

Nathankato mencoba untuk membuat Tachibana tidak terus menjelaskan tentang masa lalu yang membuat ia sampai mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).

"Bisakah kita tidak terlalu membahas tentang itu? Itu cukup membuatku mengalami PTSD."

"...Fufufu~ Baiklah kalau begitu."

"Tapi bagaimana dengan Samasaki—san? Apakah dia pernah mengalami PTSD juga?"

"Kata-katamu itu menusuk ya..." kata Samasaki. Dengan tersenyum canggung.

Ditengah itu, Tachibana mulai menjelaskan data dari siswa Samasaki Sarasa. Meski ia tidak menjelaskan dengan detail data siswanya.

"Samasaki Sarasa. Umur 15 tahun. Terlahir di keluarga bangsawan, Samasaki. Kau pernah menyusup ke laboratorium milik Ayah Isurugi pada saat berumur 14 tahun. Berarti itu satu tahun lalu ya."

"Untuk apa kau menyusup?"tanya Nathan.

"Untuk mendapatkan sebuah arsip mengenai Diver dan Revolt."

"Untuk apa emang?"

"Yah.. itu rahasia, Fufufu~"

Nathankato mengiyakan saja jawaban 'rahasia' dari Samasaki, itu tidak terlalu membuatnya penasaran. Karena itu adalah urusan personal.

"....Begitu ya. Tapi Tachibana—san, itu tidak membuktikan bahwa kami berdua yang harus dipilih oleh anda untuk melawan Revolt. Tidak ada bukti bahwa aku pernah melawan monster seorang diri kan?"

"Bukti untuk hal sebagai penguat itu tidak diperlukan. Yang ku perlukan hanyalah kalian yang memang mampu untuk melawan para Revolt yang akan terus berdatangan kedepannya. Entah darimana mereka bisa bangkit, entah oleh siap mereka diciptakan sekarang. Yang ku pentingkan hanyalah keselamatan para murid yang masih tahap belajar untuk meningkatkan hati mereka dalam pertempuran besar yang bisa saja terjadi di masa depan."

Setalah perkataan Tachibana yang terus mengalir seperti aliran air di sungai dan berhenti di jurang, Nathankato mencoba menerima keadaan yang memang masih baik sekarang, dan mengingat kejadian kemarin pada saat ia yang akan membantu untuk mengalahkan Revolt kedepannya.

"Haaa.... Baiklah. Lagipula gua udah nerima ajakanmu waktu itu."

Mendengar itu, Samasaki dan Tachibana tersenyum tipis. Seakan puas akan jawaban Nathankato.

"Nah kalau gitu, apa yang ingin kau bicarakan, Tachibana—san?" kata Nathankato. Sambil Tersenyum tipis.

"Hadehhh.. susah sekali untuk meyakinkan mu."

∆∆∆

Berderak-derak, berderak-derak.

Sambil digoyang oleh kereta, Rezon sedang duduk di kursi. Tampaknya ia sedang menuju suatu tempat, dan menggunakan kereta sebagai alat transportasi umum.

Pandangannya tiba-tiba saja menuju ke arah lain dari kanannya.

"...Eh‚"

Ia melihat sesosok laki-laki yang sekilas ia kenal, memiliki mata oranye, berambut hitam.

Orang yang dimaksud adalah... Kaminaga Orion.

(Kenapa dia... bisa ada disini? Ataukah ada sesuatu yang membuatnya kembali ke akademi?)

Pandangannya tiba-tiba tertutupi oleh seorang pria disana yang berdiri.

"Ah.."

Kereta yang ditumpanginya berhenti, beberapa orang turun dari sana ke stasiun tempat pemberhentian ini.

Setelah pandangannya kembali lagi... Dia sudah tidak ada di tempat ia berdiri.

"Ah..!"

Rezon secara spontan mengusap wajahnya, lalu berhenti. Dan masih kebingungan dengan apa yang ia lihat tadi.

(Gua halusinasi kah? Atau... Dia memang ada disana tadi? Ataukah... Pihak sekolah memang memintanya untuk kembali?)