Chereads / The Hundred Realms / Chapter 2 - Chapter 2: Keheningan di Hutan

Chapter 2 - Chapter 2: Keheningan di Hutan

Samsul memandang mansion besar itu dari kejauhan. Sebuah bangunan tua yang berdiri di tengah keheningan hutan, seakan menjadi penghubung antara dunia nyata dan sesuatu yang lebih gelap. Bahkan dari jarak yang masih cukup jauh, mansion itu memancarkan aura mencekam yang membuatnya bergidik. Hatinya penuh keraguan, tetapi ia tahu bahwa tidak ada jalan lain selain maju. Dalam diam, ia bertanya-tanya, apa sebenarnya yang menantinya di dalam sana? Apa yang bisa membuat mansion itu begitu menakutkan, bahkan sebelum ia memasukinya?

Dingin malam semakin menusuk. Hembusan angin yang membawa aroma tanah basah seolah berbisik ke telinganya, memperingatkan bahaya yang tidak ia pahami. Untuk mengalihkan pikirannya, Samsul mulai mempersiapkan diri. Ia mengitari gubuk kecil tempatnya beristirahat, mencari-cari sesuatu yang dapat membantunya menghadapi apa pun yang ada di dalam hutan itu. Pandangannya tertumbuk pada sebuah kapak kayu tua di sudut gubuk. Besinya sedikit berkarat, tetapi gagangnya masih kokoh. Dengan ragu, ia mengambil kapak itu, mengamati tajamnya yang memudar.

"Setidaknya, ini lebih baik daripada tangan kosong," gumamnya lirih. Tangannya sedikit gemetar ketika ia menggenggam gagang kapak, seolah alat sederhana itu tidak cukup untuk melindunginya dari apa pun yang mengintai di kegelapan.

Dengan langkah perlahan, Samsul meninggalkan gubuk tersebut dan melangkah ke dalam hutan yang gelap. Suasana di sekitar semakin sunyi, seperti sebuah dunia yang menahan napas. Hanya ada suara gesekan daun di bawah kakinya, dan setiap langkah terdengar lebih keras dari yang ia inginkan. Sesekali ia berhenti, menoleh ke belakang, memastikan bahwa ia tidak diikuti. Namun, tidak ada apa-apa di sana, hanya keheningan yang semakin mencekam.

Tiba-tiba, ia merasa hawa dingin merayap ke kulitnya. Udara di sekitarnya terasa berat, membuat napasnya tersengal. Ia menggenggam kapak lebih erat, mencoba menenangkan dirinya. Namun, rasa takut mulai merambat di pikirannya, menanamkan keraguan apakah langkah ini adalah keputusan yang tepat.

Sebuah bayangan putih melintas cepat di antara pepohonan. Samsul terdiam, matanya melebar. "Siapa itu?!" serunya, meskipun ia tahu tidak akan ada jawaban. Suaranya menggema di tengah keheningan, lalu menghilang begitu saja. Ia memandang sekeliling, mencari sosok yang baru saja ia lihat. Namun, tidak ada apa pun di sana.

Dengan napas tertahan, Samsul mencoba mengabaikan bayangan itu dan melanjutkan perjalanan. "Mungkin hanya imajinasiku saja," pikirnya. Namun, ia tahu bahwa pikirannya mulai dipenuhi rasa takut yang tidak bisa ia kendalikan.

Langkahnya membawa dia semakin dalam ke hutan. Pepohonan besar berdiri seperti penjaga yang diam, dengan cabang-cabangnya yang seperti lengan raksasa membentuk bayangan yang menakutkan di bawah sinar rembulan. Setiap suara, setiap gemerisik, terasa seperti sebuah ancaman. Rasa dingin semakin menusuk, membuat tubuhnya menggigil. Dalam hati, ia bertanya-tanya, apa yang sebenarnya sedang ia kejar? Dan apa yang sebenarnya menunggunya di mansion itu?

Tiba-tiba, bayangan putih itu kembali muncul, tetapi kali ini tidak menghilang secepat sebelumnya. Sosok itu semakin jelas mendekat. Mata Samsul terpaku, tubuhnya membeku. Bayangan itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, maju ke arahnya tanpa ragu.

Samsul bereaksi spontan. Ia mengayunkan kapaknya ke arah bayangan tersebut, tetapi hanya angin kosong yang ia sambar. Bayangan itu menghilang, meninggalkan Samsul yang berdiri terpaku dengan napas terengah-engah. Ia merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Apa yang baru saja terjadi? Apakah itu nyata, atau hanya ilusi yang diciptakan oleh pikirannya sendiri?

"Apakah aku mulai kehilangan akal?" pikirnya dengan cemas. Bayangan itu terus terngiang di pikirannya, seperti sebuah teka-teki yang tidak bisa ia pecahkan.

Dengan langkah gontai, Samsul mendekati sebuah pohon besar dan duduk di bawahnya. Ia meletakkan kapak di sisinya dan menarik napas panjang, mencoba mengendalikan ketakutannya. Dalam keheningan itu, ia mendengar suara-suara aneh. Suara gemerisik yang samar, suara yang seakan berasal dari sesuatu yang tidak dikenal. Ia menoleh ke kiri, lalu ke kanan, tetapi tidak ada apa-apa. Hanya hutan yang gelap dan sunyi.

Selama beberapa menit, Samsul hanya duduk di sana, mendengarkan suara angin yang berdesir di antara pepohonan. Pikirannya berputar-putar, mencoba memahami apa yang telah ia alami. Ia merasa dirinya semakin terjebak dalam ketakutan yang tidak dapat ia jelaskan.

"Aku tidak bisa tinggal di sini terlalu lama," pikirnya. Jika ia tidak bergerak, rasa takutnya akan semakin menguasai dirinya. Dengan hati-hati, ia bangkit dan menggenggam kapaknya kembali. Ia memandang ke arah mansion yang masih tampak jauh di kejauhan. Cahaya redup dari jendelanya terlihat seperti mata yang mengintip dari kegelapan.

Langkahnya kembali bergema di tengah keheningan. Kali ini, setiap langkah terasa lebih berat. Samsul merasa seperti ada sesuatu yang mengikuti di belakangnya. Namun, setiap kali ia menoleh, ia hanya menemukan bayangan pepohonan yang melambai di bawah hembusan angin. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa takut yang semakin membuncah.

Ketika ia hampir mencapai setengah perjalanan, suara langkah lain terdengar di belakangnya. Langkah itu terdengar pelan, tetapi jelas. Samsul berhenti, tubuhnya membeku. Ia memutar tubuhnya perlahan, berharap tidak menemukan apa-apa. Namun, tidak ada siapa pun di sana.

"Apakah aku mulai berhalusinasi?" bisiknya. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanya imajinasinya. Namun, suara langkah itu kembali terdengar, kali ini lebih dekat.

Dengan jantung berdebar, Samsul mempercepat langkahnya. Ia berjalan semakin cepat, hampir berlari, mencoba menjauh dari suara langkah itu. Namun, suara itu tetap mengikuti, seperti bayangan yang tidak bisa ia tinggalkan. Ketika ia tidak lagi bisa menahan rasa takutnya, ia berteriak, "Siapa di sana?! Tunjukkan dirimu!"

Hutan menjawab dengan keheningan. Tidak ada suara lain selain napas Samsul yang tersengal. Ia memandang sekeliling, berharap menemukan sesuatu yang nyata, sesuatu yang bisa menjelaskan ketakutan ini. Namun, yang ia lihat hanyalah hutan yang sama gelap dan sunyinya.

Dengan langkah berat, ia terus maju. Mansion itu kini terlihat lebih dekat, tetapi rasanya seperti tidak pernah mendekat. Udara semakin dingin, dan rasa takut semakin menggerogoti dirinya. Samsul tahu, ia tidak bisa berhenti sekarang. Hanya ada satu jalan, dan itu adalah maju ke depan.

Ketika akhirnya ia mencapai pintu mansion, Samsul berdiri diam di depannya. Bangunan itu tampak lebih besar dan lebih menyeramkan dari dekat. Pintu kayunya yang besar dihiasi ukiran-ukiran aneh, dan cahaya redup dari dalamnya menciptakan bayangan yang menyeramkan.

Dengan tangan gemetar, Samsul mengulurkan tangan untuk membuka pintu itu. Ia tahu, begitu ia melangkah ke dalam, tidak akan ada jalan kembali. Namun, rasa penasaran dan keberaniannya yang tersisa mendorongnya untuk melangkah. Apa pun yang menantinya di dalam, ia harus menghadapinya.

To be continued