Chereads / The Hundred Realms / Chapter 7 - Gudang sempit di mansion

Chapter 7 - Gudang sempit di mansion

Samsul dan squad A keluar dari kamar Pak Sobari dengan penuh kewaspadaan. Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri lorong-lorong gelap mansion, mencari siapa pun yang mungkin masih selamat. Suasana begitu sunyi, hanya terdengar langkah kaki mereka yang teratur dan desiran napas yang tertahan.

Namun, tiba-tiba...

"AAAAAARRGGGHHH!!!"

Suara jeritan memilukan menggema di seluruh lorong, seakan berasal dari seseorang yang sedang mengalami penderitaan yang tak terbayangkan. Samsul dan anggota squad A saling bertatapan dengan raut wajah serius.

"Itu pasti seseorang yang masih hidup... atau mungkin..." Pemimpin squad A menggantungkan ucapannya, menahan ketegangan yang makin memuncak.

Samsul menelan ludah. "Atau monster itu."

Mereka tidak bisa membuang waktu. Dengan gerakan sigap, mereka menodongkan senjata ke depan dan mulai melangkah dengan hati-hati. Setiap sudut lorong mereka amati dengan cermat, berjaga-jaga dari serangan mendadak. Cahaya redup dari lampu yang berkelap-kelip membuat suasana semakin mencekam.

Ketika mereka akhirnya tiba di tempat asal suara jeritan itu, mereka disambut dengan pemandangan mengerikan.

Di hadapan mereka, mayat-mayat tentara dari squad C tergeletak dalam kondisi mengenaskan.

Beberapa tubuh tertusuk, ada yang tersayat dalam, dan bahkan ada yang tubuhnya tampak seperti tercekik oleh sesuatu yang menyerupai akar.

"Ya Tuhan..." Salah satu tentara squad A berbisik dengan ngeri.

Pemimpin squad A berjongkok, memeriksa salah satu mayat dengan ekspresi serius. "Apa yang terjadi pada mereka? Apakah mereka sempat bertarung dengan monster itu? Bahkan satu squad pun tidak cukup untuk mengalahkannya..."

Samsul menghela napas panjang.

"Aku pernah dikejar oleh monster itu sebelumnya. Gerakannya memang lambat, tapi serangannya sangat cepat. Monster itu menggunakan akar-akar panjangnya, mungkin sekitar empat hingga lima meter. Selain itu, tubuhnya juga diselimuti oleh tanaman menjalar."

"Jadi bisa dibilang ini... monster tipe tumbuhan?" salah satu tentara berkomentar, masih mencoba memahami makhluk mengerikan yang mereka hadapi.

"Ya, semacam itu." Samsul mengangguk.

Salah satu tentara lainnya tiba-tiba mengangkat tangan. "Kalau begitu, kenapa kita tidak membakarnya saja?"

Semua terdiam sejenak.

Lalu, mereka saling berpandangan. "Benar juga!" mereka berseru serentak.

Namun, pemimpin squad A mengernyit. "Tapi bagaimana caranya? Kita tidak punya minyak, botol, atau sesuatu yang bisa digunakan sebagai molotov."

Mereka berpikir keras. Tapi sebelum mereka bisa menemukan solusi..

"Srek... srek... srek..."

Suara menyeret yang khas terdengar dari kejauhan. Itu bukan suara langkah kaki manusia. Itu suara dedaunan kering yang terinjak, bercampur dengan bunyi kayu yang patah.

Samsul langsung menyadari apa itu. "Cepat! Kita harus bersembunyi!"

Mereka segera mencari kamar kosong terdekat dan masuk dengan cepat. Di dalam ruangan yang gelap dan pengap itu, mereka menahan napas. Senjata mereka siap di tangan, diarahkan ke pintu.

Suara itu semakin mendekat...

"Srek... srek..."

Jantung Samsul berdetak kencang. la bisa merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Para tentara lainnya pun sama tegangnya, jari mereka siap menarik pelatuk kapan saja.

Beberapa menit berlalu seperti seabad. Lalu, suara itu perlahan menjauh.

"Huft... akhirnya dia pergi," Samsul berbisik sambil menghembuskan napas panjang.

Pemimpin squad A mengangguk. "Jadi suara monster itu memang seperti dedaunan kering yang diseret... Seperti yang kau katakan, tubuhnya memang mirip tumbuhan."

"Ya, dan itu artinya kita bisa menggunakan informasi ini untuk menghindarinya dengan lebih baik," tambah Samsul.

Setelah memastikan keadaan aman, mereka keluar dari kamar dan melanjutkan perjalanan.

Tak lama kemudian, mereka menemukan seseorang yang terluka parah tergeletak di lantai.

Itu adalah pemimpin squad C. Tubuhnya penuh luka, darah merembes dari seragamnya. la terlihat sangat lemah, tetapi masih hidup.

"Pemimpin squad C!" Pemimpin squad A bergegas mendekatinya.

Lelaki itu membuka matanya yang sayu. "Aku... aku mencoba membalas dendam pada monster itu... Tapi... aku tak bisa... Aku sudah mencoba segala cara..." ucapnya dengan suara lemah, disertai batuk berdarah.

Pemimpin squad A menatapnya dengan iba. "Kita harus segera membawanya ke Pak Sobari. Dia butuh perawatan segera!"

Tanpa pikir panjang, tiga tentara dari squad A segera mengangkat tubuh pemimpin squad C dengan hati-hati. "Kami akan membawanya ke komandan. Kalian tetap lanjutkan pencarian!"

Samsul dan pemimpin squad A mengangguk. Mereka menatap para tentara yang membawa rekannya pergi, sebelum kembali fokus pada tujuan mereka.

"Baiklah, kita harus tetap bergerak," kata pemimpin squad A.

"Aku siap," Samsul mengangguk tegas.

Mereka berdua, bersama sisa anggota squad A, kembali menyusuri lorong-lorong gelap mansion yang penuh dengan misteri dan bahaya yang mengintai di setiap sudut.

Mereka tahu, monster itu masih ada di luar sana.

Dan mereka harus menemukan cara untuk mengalahkannya sebelum semuanya terlambat.

Beberapa menit kemudian, mereka memasuki sebuah kamar yang terlihat cukup sunyi. Di dalamnya, seorang wanita sedang duduk dengan tubuh gemetar. Wajahnya dipenuhi ketakutan, dan matanya tampak kosong seakan baru saja mengalami sesuatu yang mengerikan. Samsul segera mengenali wanita itu.

Itu Maya.

Begitu melihat Samsul, Maya langsung berlari dan memeluknya erat. Tangannya gemetar, dan tubuhnya terasa dingin. Samsul bisa merasakan bagaimana ketakutan begitu menguasai dirinya.

"Samsul... tolong aku...," ucap Maya dengan suara bergetar. "Aku kehilangan Putri saat mencari orang-orang yang selamat… Aku sudah berjanji akan selalu melindunginya, tetapi… tetapi aku malah meninggalkannya. Saat aku mencari dia, aku malah bertemu dengan monster itu. Aku... aku ketakutan... dan aku lari... Samsul, aku lari dan meninggalkan Putri sendirian! Pelayan macam apa aku ini?!"

Air mata Maya mulai jatuh membasahi pipinya. Rasa bersalah begitu terlihat jelas di wajahnya.

Samsul menghela napas dalam-dalam. Dia menatap Maya dengan penuh empati, lalu menaruh tangannya di pundaknya dengan lembut. "Tenanglah, Maya. Aku mengerti perasaanmu… Kau sudah melakukan yang terbaik. Yang penting sekarang adalah kita menemukan Putri dan menyelamatkannya. Kamu bisa beristirahat di sini, biarkan kami yang mencarinya."

Maya menatap Samsul dengan mata berkaca-kaca. "Tidak! Aku harus ikut! Aku tidak bisa diam saja di sini!"

Samsul menggelengkan kepala dengan lembut. "Jangan keras kepala. Kau sudah kelelahan dan mengalami trauma. Jika kau ikut, itu hanya akan membahayakanmu sendiri dan juga kami semua."

Maya terdiam. Matanya menunduk, rasa bersalah masih menghantuinya.

Samsul tersenyum kecil dan menepuk pundaknya. "Percayalah padaku, Maya. Aku akan menemukan Putri dan membawanya kembali kepadamu, oke?"

Maya akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah... tolong hati-hati…"

Samsul dan timnya keluar dari kamar, meninggalkan Maya yang masih terduduk di sana dengan wajah penuh kecemasan.

Saat mereka berjalan menjauh, pemimpin Squad A menoleh ke Samsul dengan senyum menggoda. "Heh, Samsul… wanita itu perhatian sekali padamu. Apa dia kekasihmu?"

Samsul tersentak dan wajahnya langsung memerah. "T-tidak! Jangan asal bicara!"

"Yah, bahkan di dunia yang sudah hancur ini, tetap saja ada yang namanya cinta, ya..." Pemimpin Squad A melanjutkan leluconnya.

Para anggota Squad A ikut menimpali, "Cieee…"

Samsul mendengus, mencoba mengabaikan mereka, tetapi pipinya masih terasa panas. "Dibilang bukan! Meskipun… pertama kali bertemu dengannya, dia memang seperti wanita impianku…"

Mereka semua tertawa kecil bersama di tengah perjalanan yang penuh ketegangan ini.

Namun, kebersamaan mereka tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, dari kegelapan di depan mereka, sesosok makhluk mengerikan muncul begitu saja!

Monster itu berdiri tegak dengan tubuhnya yang penuh dengan akar dan dedaunan. Matanya bersinar merah dalam kegelapan, dan dari tubuhnya, akar panjang mulai bergerak, seakan mencari mangsa.

Semua orang terdiam, jantung mereka berpacu cepat.

"Bagaimana mungkin?!" Pemimpin Squad A terkejut. "Monster itu… bagaimana bisa tiba-tiba ada di sini?! Seolah-olah dia bisa berteleportasi!"

Mereka tidak punya waktu untuk berpikir. Dengan refleks, mereka langsung menodongkan senjata dan menembakkan peluru ke arah monster itu! Suara tembakan menggema di dalam mansion, tetapi monster itu terus maju, tidak terpengaruh sedikit pun.

"LARI!"

Mereka semua berhamburan, berlari ke arah yang berbeda untuk menghindari serangan monster tersebut. Namun, monster itu hanya fokus pada satu orang.. Samsul!

"Sial! Kenapa aku yang dikejar?!" Samsul berteriak panik sambil berlari secepat mungkin. Dia bisa merasakan akar-akar panjang monster itu hampir menyentuh punggungnya.

Monster itu bergerak dengan cara yang aneh. Meskipun tubuhnya besar dan lamban, serangannya luar biasa cepat, seakan-akan akar-akar itu memiliki kesadaran sendiri.

Samsul berlari menuruni tangga menuju lantai satu, berbelok dengan cepat melalui lorong-lorong gelap mansion. Napasnya tersengal-sengal. Dia harus menemukan tempat bersembunyi-cepat!

Saat berbelok di sebuah koridor, dia melihat sebuah ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka. Tanpa berpikir panjang, dia segera masuk ke dalam dan menutup pintu rapat.

Ruangan itu gelap dan berdebu. Saat matanya mulai menyesuaikan diri dengan kegelapan, dia melihat seseorang duduk di sela-sela barang yang berserakan.

Orang itu menggigil ketakutan.

Samsul memperhatikan lebih jelas, dan wajahnya langsung berubah terkejut.

"Dani?!"

Orang itu menoleh dengan wajah pucat, dan Samsul bisa melihat ketakutan yang begitu dalam di matanya.

"Siapa kamu?! Kenapa kau ada di sini?!" Dani bertanya dengan suara gemetar.

Samsul terkejut mendengar pertanyaan itu. "Apa maksudmu? Aku Samsul! Kita pernah bertemu sebelumnya! Atau… jangan-jangan kau sudah terjebak di sini berbulan-bulan?"

Dani tersentak. Matanya melebar seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Bagaimana kau bisa tahu?!"

Mereka saling menatap dalam diam. Situasi ini semakin aneh. Samsul merasa ada sesuatu yang benar-benar salah dengan mansion ini.

Dia menarik napas dalam dan menatap Dani dengan serius.

"Dani, aku ingin tahu yang sebenarnya. Apa yang terjadi di mansion ini?!"

Dani menatap lantai, ragu-ragu. Wajahnya menunjukkan bahwa dia sedang berpikir keras, seolah-olah ada sesuatu yang harus ia putuskan.

Beberapa detik kemudian, dia akhirnya berbicara.

"Sebenarnya… tempat ini… tempat ini bukanlah mansion biasa."

Samsul merasakan bulu kuduknya merinding.

"Apa maksudmu?"

Dani menelan ludah sebelum melanjutkan. "Aku tidak tahu semua rahasianya, tetapi aku yakin… satu-satunya orang yang tahu keseluruhan cerita ini adalah Antonio, bangsawan yang tinggal di mansion ini."

Nama itu terdengar tidak asing di telinga Samsul.

Antonio…?

Samsul semakin penasaran. Jika memang Antonio mengetahui semua misteri ini, maka mereka harus menemukannya.

Dengan suara tegang, Samsul berkata, "Baiklah… kalau begitu, ceritakan padaku apa yang kau tahu. Setiap detail sekecil apa pun bisa sangat berguna."

Dani menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.

Dan kemudian, dia mulai bercerita.

Apa sebenarnya rahasia yang disembunyikan mansion ini?

Dimana Antonio, dan apa hubungannya dengan monster tersebut?

TO BE CONTINUED…