"Baiklah... kalau begitu, ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi di sini. Setiap detail sekecil apa pun bisa sangat berguna," kata Samsul dengan nada serius, ingin mencari petunjuk sebanyak mungkin.
Dani menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sebelum akhirnya mulai berbicara.
"Dulu..." Dani memulai kisahnya dengan suara bergetar, seolah mengingat kembali sesuatu yang mengerikan. "Saat aku pertama kali melamar pekerjaan di tempat ini, aku sangat senang. Aku pikir ini adalah kesempatan yang baik bagiku. Aku ditugaskan sebagai penjaga kebun oleh Antonio, bangsawan yang memiliki mansion ini. Awalnya, semuanya tampak normal. Aku bekerja setiap hari bersama para pelayan dan penjaga lainnya, merawat kebun yang luas dan indah."
Dani berhenti sejenak, menatap lantai dengan ekspresi kosong, lalu melanjutkan, "Namun, ada sesuatu yang aneh. Salah satu sahabatku, seorang penjaga seperti aku, selalu terlihat cemas. Wajahnya penuh kekhawatiran, seolah dia sedang menyembunyikan sesuatu. Aku sering bertanya kepadanya, 'Apa yang kau pikirkan, kawan? Ada masalah?' Tapi dia selalu menjawab dengan kalimat yang sama, 'Aku baik-baik saja, jangan khawatir.' Namun, aku tahu dia berbohong. Aku bisa melihat ketakutan di matanya, meskipun dia berusaha menyembunyikannya."
Samsul mendengarkan dengan seksama, merasakan ketegangan yang semakin meningkat. "Lalu, apa yang terjadi dengannya?" tanyanya.
Dani menelan ludah sebelum menjawab, "Dia menghilang keesokan harinya. Seolah-olah ditelan bumi. Aku mencoba mencarinya ke seluruh penjuru mansion, bertanya kepada pelayan lain, kepada penjaga lainnya, tapi tak seorang pun tahu ke mana dia pergi. Aku mulai merasa ada sesuatu yang salah dengan tempat ini, tapi aku belum tahu apa."
Dani mengepalkan tangannya, menunjukkan rasa frustasi yang ia rasakan. "Hari-hari berlalu, dan semakin banyak orang yang menghilang. Para pelayan, penjaga, semua lenyap tanpa jejak. Ketika aku mencoba menanyakan kepada pemimpin penjaga, dia hanya menatapku dengan ekspresi kosong. Lalu, dengan suara yang sangat pelan, dia berkata, 'Maafkan aku…' Sebelum pergi tanpa menjelaskan apa pun. Aku semakin curiga… Kenapa dia meminta maaf? Apa yang dia tahu?"
Samsul mengernyitkan dahi, "Kenapa kau tidak langsung kabur dari tempat ini?"
Dani tertawa kecil, tapi itu bukan tawa bahagia. "Aku mencoba. Beberapa pelayan juga mencoba kabur. Tapi kau tahu apa yang terjadi? Keesokan harinya, kami menemukan mayat mereka di dekat sungai mansion. Tubuh mereka hancur berantakan, seolah-olah dihantam sesuatu yang sangat tajam. Awalnya, aku berpikir mereka mungkin diserang binatang buas… Tapi saat aku melihat lebih dekat, aku menemukan sesuatu yang aneh."
"Apa itu?" tanya Samsul, penasaran.
"Serpihan kayu. Banyak sekali. Seolah-olah luka di tubuh mereka bukan akibat senjata tajam, melainkan sesuatu yang berasal dari kayu… Tapi bagaimana mungkin? Aku tidak bisa memahami apa yang terjadi. Semakin lama aku tinggal di mansion ini, semakin aku menyadari bahwa tempat ini bukanlah tempat biasa. Ada sesuatu yang jahat di sini. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh logika."
Dani menelan ludah sebelum melanjutkan, "Suatu hari, salah satu pelayan, yang tampaknya lebih berani daripada yang lain, mengatakan bahwa dia ingin mencari tahu kebenaran tentang mansion ini. Dia bilang dia tidak peduli dengan aturan atau dengan ancaman yang mungkin ada. Dia ingin menemukan jawaban. Tapi… Keesokan harinya, dia menghilang."
Samsul mengepalkan tangannya. "Jadi, siapa pun yang mencoba mencari kebenaran akan menghilang?"
Dani mengangguk pelan. "Itulah yang terjadi selama ini. Setelah kejadian itu, semua orang semakin takut. Tidak ada yang berani berbicara, tidak ada yang berani melawan. Aku sendiri mulai merasa bahwa tempat ini tidak memiliki harapan. Aku ingin pergi, tapi aku tahu tidak ada jalan keluar. Aku terjebak di sini… hingga akhirnya, aku memutuskan untuk mencari jawaban dengan caraku sendiri. Aku keluar dari kamarku pada malam hari, mencoba menjelajahi setiap sudut mansion ini. Tapi aku salah besar."
Dani mengusap wajahnya, matanya berkaca-kaca. "Aku bertemu dengan makhluk itu. Monster yang sekarang mengejarmu."
Samsul terdiam, hatinya berdegup kencang. "Apa yang terjadi?"
"Aku mencoba lari, tapi serangan monster itu terlalu cepat. Aku tidak punya pilihan selain bersembunyi. Aku berlari ke dalam gudang ini, berharap bisa selamat. Sejak saat itu, aku terjebak di sini selama berbulan-bulan, hanya berharap seseorang akan datang menyelamatkanku. Tapi setiap malam, aku mendengar suara langkah menyeret di luar, suara bisikan yang mengerikan, seolah ada sesuatu yang mengawasi."
Dani menggenggam lengannya sendiri, tubuhnya sedikit gemetar. "Aku mencari jalan keluar, aku mencoba menemukan orang-orang yang mungkin masih selamat. Aku ingin menemukan sahabatku, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini. Tapi yang kutemukan hanyalah mayat… mayat para penjaga yang telah menghilang beberapa minggu sebelumnya. Mereka semua tewas mengenaskan. Dan aku tahu… cepat atau lambat, aku akan bernasib sama."
Samsul menarik napas dalam-dalam. "Tidak, kau tidak akan mati di sini. Kita akan menemukan jalan keluar, kita akan mencari tahu apa yang terjadi, dan kita akan menghentikan monster itu."
Dani menatap Samsul dengan mata penuh harapan, meskipun masih ada ketakutan di dalamnya. "Aku ingin percaya padamu, Samsul… Tapi aku takut. Aku takut bahwa tidak ada jalan keluar dari tempat ini."
Samsul menatap Dani dengan serius, mencoba mencerna setiap kata yang diucapkannya. Ada begitu banyak misteri yang menyelimuti mansion ini, dan cerita Dani hanya membuat semuanya semakin gelap. Suara napas Dani terdengar berat, jelas sekali bahwa dia telah mengalami banyak hal mengerikan selama berbulan-bulan terjebak di tempat ini.
Samsul menghela napas panjang, pikirannya dipenuhi pertanyaan yang belum terjawab. Situasi ini semakin rumit, seolah-olah setiap petunjuk yang ia temukan justru menambah kebingungan. Ia menatap Dani yang masih terlihat ketakutan.
"Jadi, apakah kau tahu kelemahan monster itu? Atau mungkin... kau tahu siapa sebenarnya monster itu?" tanya Samsul dengan suara yang sedikit menekan.
Dani terdiam sejenak, menundukkan kepala seperti sedang mengingat sesuatu. Setelah beberapa detik, ia menggeleng pelan dan berkata, "Sudah kubilang, aku tidak tahu... Kalau kau benar-benar ingin tahu, tanya saja pada Antonio."
Samsul menggumamkan nama itu, "Antonio... Ah, benar juga..." Ia mengusap dagunya, berpikir keras. "Baiklah, kalau begitu, kita harus menyiapkan sesuatu untuk melawan monster itu. Kami berencana membuat molotov untuk membakarnya. Apakah kau tahu di mana kami bisa menemukan minyak, alkohol, botol, kain, dan korek api?"
Dani menatap Samsul dengan ekspresi ragu. Ia terlihat berpikir keras sebelum akhirnya menjawab, "Minyak... Hmm, kalau minyak masak, ada di dapur. Tapi kalau minyak tanah, kemungkinan besar ada di garasi. Alkohol... aku tidak tahu, Antonio bukan tipe orang yang suka minum, jadi aku tidak pernah melihat ada alkohol di mansion ini."
Samsul mengangguk, menyerap informasi itu. "Bagaimana dengan botol?"
"Botol mungkin bisa ditemukan di dapur, ruang pesta, atau... ya, mungkin juga di tempat sampah," jawab Dani.
"Kain, tentu saja, bisa ditemukan di mana saja. Sedangkan untuk korek api, aku pernah melihat pemimpin penjaga merokok di kamarnya. Dia punya banyak korek api, jadi kalau kau berhasil masuk ke sana, kau pasti akan menemukannya."
Samsul menghela napas. Informasi ini sangat membantu, tetapi ada satu masalah besar ia tidak tahu di mana letak ruangan-ruangan itu.
"Masalahnya, aku belum lama di sini. Aku tidak tahu di mana lokasi semua tempat itu," kata Samsul, merasa sedikit frustrasi.
"Yaah... Kau tinggal mencarinya saja," balas Dani singkat.
Samsul memandangnya dengan ekspresi tak percaya. "Lebih baik kau ikut denganku saja untuk mencari ruangan-ruangan itu," bujuknya.
Wajah Dani langsung memucat. Ia mundur selangkah sambil menggeleng keras. "T-Tidak! Aku tidak mau ikut... Aku sudah terjebak di tempat ini selama berbulan-bulan. Aku sudah cukup ketakutan... Aku tidak sanggup menghadapi monster itu lagi."
Samsul ingin marah. Ingin sekali ia menyebut Dani sebagai pengecut, tetapi ia menahan diri. Ia mencoba memahami ketakutan Dani. Jika dirinya berada dalam posisi yang sama, mungkin ia juga akan merasa hal yang sama.
"Baiklah... Aku akan pergi sendiri," ucap Samsul akhirnya.
Dani menundukkan kepala, tampak merasa bersalah, tetapi ia tetap tak bisa mengumpulkan keberanian untuk pergi bersama Samsul. "H-Hati-hati, kawan..." katanya dengan suara pelan.
Sebelum Samsul sempat membuka pintu, ia mendengar suara pelan dari sudut gudang.
"Meong..."
Samsul menoleh dan menemukan seekor kucing hitam duduk di atas tumpukan barang. Ia sedikit terkejut, tetapi juga merasa lega melihat kucing itu hidup di tempat ini.
"Ah... Jadi kau di sini, ya?" Samsul berkata sambil menatap kucing itu.
Dani melirik kucing itu sekilas dan berkata dengan nada ragu, "Y-Yah... Kucing itu selalu ada di sini. Aku sering melihatnya dalam beberapa hari terakhir."
Kucing itu menatap Samsul dengan mata tajam, seolah ingin mengatakan sesuatu. Lalu, tanpa diduga, kucing itu melompat turun dari tumpukan barang dan berjalan menuju pintu. Ia berhenti sejenak, menoleh ke belakang, lalu berlari ke arah kanan setelah Samsul membuka pintu.
Samsul mengerutkan kening. "Apa kau juga merasa aneh dengan kucing ini?" tanyanya pada Dani.
Dani hanya mengangkat bahu. "Aku tidak tahu... Tapi kucing itu memang agak misterius."
Samsul berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk mengikuti kucing itu. "Mungkin dia menunjukkan jalan," gumamnya.
Dengan langkah hati-hati, Samsul mulai berjalan mengikuti kucing hitam itu. Ia tidak tahu apakah ini pertanda baik atau buruk, tetapi di tengah mansion yang penuh misteri ini, bahkan seekor kucing pun bisa menjadi petunjuk berharga.
Apakah Samsul akan menemukan semua barang yang ia cari? Ataukah ada rahasia lain yang menunggu di balik kegelapan mansion ini?
To be continued...