Penginapan pagoda emas begitu sederhana, berbentuK bengunan dua lantai yang menyediakan dua puluh kamar untuk disewakan. Wong An memesan satu kamar yang berada di lantai dua serta memesan beberapa makanan untuk disantap di ruangan mereka.
"Bel'er kau masih dalam tahap pertumbuhan makanlah yang banyak" ucap Wong An sambil mengambilkan sayur dan ikan lalu memberikannya kepada Ba Bel.
Beberapa hari terakhir Wong An hanya bisa memberikan Ba Bel roti kering jadi kali ini dia menyuruh Ba Bel menikmati hidangan lauk pauk tersebut.
"terimakasih guru" Ba Bel memberi hormat pada Wong An, ketika Wong An memberikannya Sayur dan ikan untuk dirinya.
Wong An berdecak kagum melihat kemampuan Ba Bel menggunakan sumpit pada usia 5 tahun, biasanya hanya anak-anak bangsawan saja yang sudah padai menggunakan sumpit seusia Ba Bel. Keduanya tidak bicara sepatah katapun saat makan. Karena salah satu etika yang diajarkan oleh Wong An kepada Ba Bel untuk tidak berbicara saat sedang makan.
Setiap kali malam tiba, Wong An akan mulai batuk-batuk ringan. Ba Bel memandangi Wong An dengan cemas tetapi Gurunya mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa, padahal Ba Bel mengetahui betul kondisi Wong An sangat serius. Akibat luka dari latih tanding pada masa udanya, Wong An mengalami luka dalam yang sulit disembuhkan.
Ba Bel mengingat jelas kondisi Wong An yang terus menerus memburuk, setelah sepuluh tahun dari sekarang Wong An tidak akan pernah lagi mampu bangkit dari tempat tidurnya dan akhirnya wafat dua tahun setelahnya.
"kali ini aku tidak akan membiarkan Guru Wong bernasib sama." Ba Bel bertekad dalam hatinya, dengan pengetahuan yang dimilikinya dari kehidupan sebelumnya bukan tidak mungkin menyembuhkan kondisi Wong An.
Selesai makan malam Wong An duduk bersila di atas ranjang untuk melakukan latihan pernafasaan sementara itu Ba Bel meminta izin untuk pergi melihat-lihat. Wong An sudah terbiasa melihat muridnya yang hanya tertidur beberapa jam setiap harinya, walaupun umur Ba Bel baru 5 tahun, Ba Bel mengatakan bahwa itu adalah salah satu kebiasaannya sejak dulu.
Sebelumnya ketika Ba Bel melihat penginapan Pagoda Emas ini tidak ramai pengunjung, dirinya bernafas lega karena dia berpikirm kejadian yang akan menyebabkan penginapan Pagoda Emas menjadi sebuah reruntuhan mungkin tidak terjadi dimalam ini. Sebab itulah Ba Bel bisa makan dengan lahap waktu bersama gurunya.
Hanya saja setelah makan malam, perasaan Ba Bel menjadi tidak nyaman. Meskipun hari sudah gelap tetapi bisa dikatakan malam masih terlalu muda dan kemungkinan untuk terjadi sesuatu masih besar. Oleh karena itulah Ba Bel turun kelantai dasar untuk mengamati situasi.
Lantai dasar penginapan pagoda emas terlihat seperti kedai minum, ada beberapa meja dan kursi untuk duduk menikmati hidangan. Ba Bel kemudian menemukan salah satu meja yang sebelumnya kosong kini telah terisi dan ada seorang pria yang terlihat berusia sekitar 30 tahunan, berambut merah dan membawa pedang secara terang-terangan di punggungnya.
Pria berambut merah tersebut tidak sendirian melainkan sedang menggendongbayi yang sedang menangis sangat keras dan kencang.
"kalian tidak memiliki susu"pria berambut merah itu bertanya pada pelayan, wajahnya terlihat khawatir ketika memandang bayi yang dia gendong.
Seorang pelayan ingin mengusir pria berambut merah tersebut, namun setelah memperhatikan perawakan pria tersebut yang begitu garang dan juga sepertinya merupakan seorang pendekar membuat pelayan tersebut tidak berani melakukannya.
Ba Bel berjalan mendekati pria berambut merah tersebut, Ba Bel menaiki salah satu kursi yang berada di dekat pria berambut merah. Pria berambut merah itu kebingungan melihat sikap Ba Bel.
"nak apa yang kau lakukan?" suara pria itu menjado lebih pelan, meskipun memiliki wajah kasar tetapi sikapnya cukup lembut pada anak-anak.
Ba Bel tidak menjawabnya melainkan mulai memainkan eksresi wajahnya pada bayi yang dibawa pria berambut merah. Melihat sikap Ba Bel yang konyol perlahan-lahan bayi itu berhenti menangis bahkan mulai tertawa.
"adik baik" Ba Bel mengelus kepala bayi itu dengan lembut, ketika itulah dirinya sadar suhu tubuh bayi tersebut sangat rendah.
Pria berambut merah itu bingung harus bereaksi seperti apa namun dirinya berterima kasih pada Ba Bel. Pria itu merasa Ba Bel merupakan anak yang cerdas.
"paman, Adik kecil ini merasa kedinginan dia bukan hanya butuh minuman hangat tetapi juga butuh pakaian yang lebih tebal." Ba Bel menjelaskan sebelum memandang pelayan disebalahnya,"tidak adakah salah satu pekerja di penginapan ini yang merupakan seorang ibu yang sedang menyusui?, mohon bantuannya untuk memberikan susu pada adik kecil ini."
Pelayan itu kaget mendengar pertanyaan Ba Bel, tetapi dia segera menyadari salah satu pelayan ditempat ini memang bisa menyusui bayi kecil ini. Tidak lama pelayan yang dimaksud datan dan tidak berkeberatan menyusui bayi yang digendong oleh pria berambut merah.
"terima kasih" Pria berambut merah itu memberikan beberapa keping uang pada pelayan yang menyusui sang bayi, Ba Bel mengetahui jumlah itu tidak sedikit untuk seorang pelayan penginapan.
"anak pintar, terima kasih telah membantu paman." Pria itu kemudian memandango Ba Bel dan terlihat kekaguman dimatanya. "siapa nama mu nak?"
"paman, nama ku Ba Bel."
Pria berambut merah tersebut menepuk-nepuk bahu Ba Bel pelan, "nama yang bagus Nama paman adalah..."
"Ling Tong! Kami datang untuk mengambil kepala mu."
Belum selesai pria berambut merah tersebut berbicara, seseorang menendang pintu penginapan dan berseru lantang. Raut wajah pria berambut merah yang dipanggil Ling Tong itu berubah menjadi murka.
"Ling Tong kau pikir bisa lolos setelah membunuh salah satu petinggi kelompok Kelabang Hitam?!"
Sekelompok orang memasuki penginapan, jumlah mereka hampir mencapai dua puluh orang dan setiap orang membawa senjata seperti pedang, golok serta tombak. Semuanya melepaskan hawa pembunuh yang besar dan terarah kepada pria berambut merah yang bernama Ling Tong.
Pelayan penginapan menjadi begitu ketakutan sementara Ba Bel terlihat tenang. Ling Tong menyadari ketenangan yang Ba Bel tunjukan dab dirinya cukup terkesan.
"Ling Tong? Mengapa namanya tidak asing!" ketika mendengar orang-orang yang memasuki penginapan memanggil pria berambut merah itu dengan sebutan Ling Tong. Ba Bel merasa pernah mendengarya tetapi tidak berhasil mengingatnya.
Satu hal yang Ba Bel oahami adalah kejadian yang menimpa penginapan ini pada kehidupan pertamanya berkaitan dengan Ling Tong ini. Yang membuat Ba Bel masih bisa tenang karena dia bisa menilai puluha orang yang memasuki penginapan ini tidak memiliki ilmu silat yang tinggi dan bukan tandingan Wong An Gurunya.
"kekhawatiran ku sebelumnya tidak mendasar." Batin Ba Bel sambil menggelengkan kepalannya.
"Bel'er, bisakah paman meminta batuan mu?"
Pelayan yang sebelumnya menyusui bayi yang digendong oleh Ling Tong sudah kabur dan menyerahkan bayi mungil tersebut kepada Ling Tong. Ba Bel memahami bantuan yang dimaksud oleh Ling Tong adalah menjaga Bayi kecil tersebut.
Ba Bel segera menggendong bayi kecil dengan tangan mungilnya sebelum menjauhi tempat yang akan menjadi medan perang tersebut.
Senyuman diwajah Ling Tong menghilang dan dirinya dan melepaskan hawa pembunuh yang kuat dari tubuhnya, membuat orang yang merasakannya sulit untuk bernafas.