Chereads / AKADEMI WAKTU / Chapter 33 - CHAPTER 33

Chapter 33 - CHAPTER 33

Keheningan yang meliputi penginapan pada malam itu tiba-tiba terganggu oleh ketukan pintu yang keras. Kael yang berada di dekat pintu, langsung bergerak cepat untuk membukanya. Di luar, berdiri seorang prajurit bayaran muda yang tampaknya terluka, dengan wajah penuh kecemasan. Tatapannya berbeda dari sebelumnya, penuh ketakutan.

"Kael... aku butuh bantuan," kata prajurit muda itu, suaranya gemetar, darah menetes dari luka di bahunya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Kael menariknya masuk dan menutup pintu dengan hati-hati. Riven dan Lysandra yang berada di dalam segera mendekat, memperhatikan prajurit muda yang tampaknya dalam keadaan panik.

"Kau terluka," kata Lysandra, membungkuk untuk memeriksa luka di bahunya. "Apa yang terjadi?"

Prajurit itu menghela napas panjang, matanya penuh rasa bersalah. "Aku, kami telah dikhianati. Mereka bukan sekadar kelompok bayaran biasa. Mereka berencana untuk mengambil alih pulau ini. Mereka memanipulasi kami."

Varic, yang sebelumnya diam, kini bergerak mendekat, menatap dengan tajam. "Siapa yang memanipulasi kalian? Dan kenapa kau baru datang ke sini?"

Dengan suara penuh keputusasaan, prajurit itu melanjutkan, "Aku, kami, bekerja untuk seorang pemimpin bernama Drax, seorang jenderal yang sekarang memimpin kelompok bayaran besar. Tapi Drax punya rencana gelap. Dia ingin menggulingkan pemimpin pulau ini dan menguasai Tiaris. Aku baru tahu rencananya, dan aku tak bisa ikut. Aku... aku melarikan diri, tapi mereka akan mengejarku."

Lianara yang mendengar itu, saling pandang dengan Kael. "Maksudmu, kalian semua, para prajurit bayaran itu, diperalat untuk perang yang lebih besar? Drax berencana menguasai pulau ini?"

Prajurit muda itu mengangguk. "Ya. Lady Seraphine, pemimpin pulau ini, berusaha menahan mereka, tapi Drax mengancam untuk menghancurkan segala sesuatu yang ada di sini. Mereka berencana untuk menggulingkannya, dan aku tidak ingin terlibat dalam darah yang tak berdosa."

Kael mengangguk pelan. "Kau datang ke tempat yang tepat. Kami akan membantumu. Tapi kita harus bergerak cepat. Mereka akan datang untukmu, dan jika kita ingin menghentikan Drax, kita perlu tahu lebih banyak tentang rencana mereka."

Setelah mendengarkan cerita prajurit muda itu, kelompok Kael memutuskan untuk mengambil langkah besar. Mereka tidak hanya akan melarikan diri dari pulau ini, melainkan mereka juga harus menghentikan rencana jahat Drax dan para pengikutnya yang berbahaya. Mereka segera mulai merencanakan langkah berikutnya.

"Rencana Drax adalah untuk menggulingkan Lady Seraphine, tetapi kami perlu tahu bagaimana dia berniat untuk melakukannya," kata Kael, berpikir keras. "Kita butuh lebih banyak informasi. Dan jika kita bisa, kita harus mengungkapkan pengkhianat di dalam kelompok mereka. Kalau ada seseorang yang bisa dibawa keluar, kita bisa melawan mereka dari dalam."

Varic menambahkan, "Kita harus berpikir strategis. Jika kita pergi terlalu cepat, kita akan terjebak dalam perang yang lebih besar. Drax sudah punya banyak pengikut di pulau ini."

Mereka memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut. Dengan bantuan prajurit muda yang kini menjadi sekutu mereka, mereka mengetahui bahwa Drax telah menyusun rencana besar di benteng mereka yang terletak jauh di luar kota. Di sana, Drax berencana untuk mengadakan pertemuan besar dengan para bawahannya, merencanakan serangan yang bisa menggulingkan Lady Seraphine.

Namun, untuk mendekati benteng itu, mereka membutuhkan informasi lebih mendalam tentang siapa saja yang terlibat dan bagaimana cara mereka bergerak. Kael memutuskan untuk pergi menyusup ke markas Drax, dengan prajurit muda sebagai pemandu mereka.

Malam itu, mereka merencanakan untuk menyusup ke markas Drax. Dengan menggunakan taktik yang hati-hati, mereka berencana untuk memasuki benteng tanpa terdeteksi, mencari dokumen yang dapat membantu mereka menggagalkan rencana besar Drax.

"Satu-satunya cara kita bisa melawan mereka adalah dengan menghancurkan rencana mereka dari dalam," kata Kael. "Dan kita tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan kita saja. Ini tentang informasi. Kalau kita tahu siapa yang berkhianat dan bagaimana Drax merencanakan semuanya, kita bisa menghentikannya sebelum terlambat."

Prajurit muda itu memimpin mereka ke jalur masuk tersembunyi di balik markas. Dengan hati-hati, mereka bergerak melewati pasukan pengawal dan memasuki ruang bawah tanah, tempat para perencana Drax biasanya berkumpul. Kael menggunakan kekuatan untuk memperlambat waktu, sehingga mereka bisa bergerak tanpa terdeteksi, sementara Lysandra dan Riven mengawasi sekitar dengan sigap.

Di dalam ruang bawah tanah, mereka menemukan peta besar yang menunjukkan posisi kekuatan Drax di seluruh pulau, serta dokumen yang mengungkapkan rencana serangan yang dirancang untuk mengalahkan Lady Seraphine. Mereka juga menemukan bukti bahwa ada pengkhianat di dalam kelompok mereka—beberapa prajurit yang bekerja untuk Drax sejak awal telah menerima bayaran lebih untuk mendukung rencana penggulingan.

Namun, tepat saat mereka hendak keluar dengan dokumen tersebut, langkah kaki terdengar mendekat. Seorang prajurit bayaran senior muncul di lorong, melihat mereka dengan penuh kecurigaan. "Apa yang kalian lakukan di sini?" pria itu bertanya dengan suara berat.

Prajurit muda itu, yang mulai menyadari bahaya yang mengancam mereka, langsung berdiri di depan Kael. "Kami, kami hanya mencari informasi. Aku ingin tahu lebih banyak tentang rencana Drax. Aku tidak bisa diam saja!"

Sang prajurit senior tampak terkejut, namun tidak langsung menyerang. "Kalian tak tahu apa yang kalian hadapi. Drax bukan orang yang bisa dikhianati begitu saja. Jika kalian ikut dengan kami, kalian akan menemukan lebih banyak masalah."

Varic, yang sudah tidak sabar, berdiri tegak. "Kami tidak peduli dengan Drax. Kami hanya ingin menghentikan perang ini sebelum semakin banyak yang terluka."

Pertempuran singkat pun tak terhindarkan. Meskipun prajurit itu lebih berpengalaman, kelompok Kael dengan cepat mengalahkannya, menggunakan kekuatan yang lebih besar dan lebih terlatih. Setelah melumpuhkan musuh, mereka mengambil dokumen yang diperlukan dan segera melarikan diri dari markas Drax.

Setelah berhasil mendapatkan informasi penting dari markas Drax, kelompok Kael menyadari bahwa mereka tidak hanya harus menghadapi kekuatan Drax, tetapi juga harus menggagalkan pengkhianat yang telah merusak kepercayaan di antara para prajurit bayaran. Mereka tahu bahwa jika mereka tidak segera bertindak, Drax akan mengendalikan pulau ini dan menghancurkan segala sesuatu yang ada di jalannya.

Mereka kembali ke kota, mempersiapkan diri untuk serangan terakhir. Namun, mereka tahu bahwa di balik pengkhianatan ini, ada ancaman yang jauh lebih besar daripada yang mereka bayangkan. Drax mungkin bukan satu-satunya musuh yang harus mereka hadapi.

Keheningan mendalam menyelimuti kelompok Kael saat mereka berdiri di tengah kota, merenungkan rencana mereka selanjutnya. Mereka telah mendapatkan bukti penting yang menunjukkan bahwa Drax memang berniat untuk menggulingkan Lady Seraphine dan menguasai Pulau Tiaris. Namun, meskipun langkah mereka sudah terencana dengan baik, sesuatu dalam hati Kael merasa bahwa pengkhianatan lebih besar sedang menanti mereka.

Malam itu, ketika mereka sedang berdiskusi di penginapan, prajurit muda yang mereka bantu, dengan ekspresi cemas di wajahnya, menghampiri mereka. "Aku... aku sudah memikirkan ini dengan matang," katanya pelan. "Aku tahu kalian ingin membantu kami, tapi aku tak bisa terus melarikan diri. Drax sudah tahu aku melarikan diri, dan dia tidak akan membiarkan kami bebas begitu saja. Bahkan jika kalian membantu kami, kami akan tetap jadi buronan. Tidak ada yang bisa melarikan diri dari kekuasaan Drax."

Kael mengerti ketakutan dalam suara prajurit itu. Dalam hati, Kael tahu bahwa meskipun mereka bisa membantu satu atau dua prajurit muda, mereka takkan mampu menghentikan Drax yang semakin kuat. Semua ini sudah melibatkan lebih banyak pihak dari yang mereka duga. Mereka tak hanya berhadapan dengan seorang pemimpin yang ambisius, tetapi juga dengan pengkhianat yang bersembunyi di antara mereka.

"Sama sekali tidak ada yang bisa dilakukan?" tanya Kael dengan penuh pengertian. "Kami akan terus melindungi kalian, sampai kita temukan jalan keluar."

Namun, prajurit muda itu hanya menggelengkan kepala. "Kalian tidak mengerti. Kami sudah dikhianati, bahkan oleh orang-orang yang kami percayai. Drax akan memburu kami, tak peduli apa yang kalian lakukan."

Lysandra mengerutkan kening, menyadari keputusasaan dalam suara prajurit itu. "Lalu apa yang harus kita lakukan? Biarkan mereka mengejar kalian sampai akhir?"

"Tidak," kata Kael, dengan tatapan penuh tekad. "Kita harus menghentikan Drax. Bukan hanya untuk kalian, tapi untuk seluruh pulau ini."

Namun, seiring berjalannya waktu, pengkhianatan itu akhirnya tak bisa dihindari. Di tengah malam, saat mereka sedang beristirahat, terdengar suara langkah kaki yang mendekat, dan suara perintah dari pemimpin pasukan Drax yang mengancam. Tanpa diduga, beberapa prajurit bayaran yang tersisa, yang ternyata telah menjadi kaki tangan Drax sejak lama, menyerbu penginapan tersebut. Mereka mengepung Kael dan teman-temannya.

"Jangan coba-coba melawan," kata salah seorang prajurit yang memimpin mereka. "Kalian telah melanggar aturan. Kami tidak bisa membiarkan kalian begitu saja."

Namun, sebelum pertempuran dimulai, Kael tahu bahwa tidak ada pilihan lain selain menggunakan kekuatan mereka yang telah mereka pelajari di Akademi Waktu. Dengan suara yang tenang namun tegas, Kael memerintahkan teman-temannya untuk bersiap.

Kael berdiri tegak di depan kelompok prajurit bayaran yang mengancam mereka, lalu mengangkat tangan. Waktu di sekitar mereka mulai melambat, dan setiap detik terasa begitu panjang. Para prajurit yang mengelilingi mereka tampak seperti bergerak dalam pelan-pelan, tubuh mereka seolah terperangkap dalam lubang waktu yang mengeras.

"Jangan takut," kata Kael, dengan suara penuh keyakinan kepada prajurit muda yang masih bingung di sisi mereka. "Kita akan mengakhiri semua ini."

Dengan kekuatan yang telah Kael pelajari selama bertahun-tahun di Akademi Waktu, ia mulai mengalirkan energi waktu kepada seluruh kelompoknya. Dalam sekejap, semua kehidupan para prajurit bayaran yang sebelumnya dianggap musuh oleh Kael dan teman-temannya, muncul dalam pandangan mereka. Mereka melihat bukan hanya para prajurit yang berdiri di depan mereka, tetapi juga kehidupan mereka sebelum menjadi prajurit bayaran, wajah-wajah muda yang sebelumnya penuh dengan harapan dan cita-cita. Mereka melihat ingatan mereka, kenangan masa kecil mereka, dan alasan mereka bergabung dengan Drax.

Waktu seolah membuka tirai yang selama ini tertutup, dan Kael bisa melihat lebih jauh ke dalam hidup mereka. Para prajurit itu bukanlah orang jahat sejak awal; mereka hanyalah korban dari takdir dan manipulasi yang dilakukan oleh Drax. Kael bisa merasakan penderitaan mereka, mereka yang dipaksa untuk mengikuti Drax demi bertahan hidup, terperangkap dalam jaringan pengkhianatan yang lebih besar.

Lysandra mendekat, melirik para prajurit itu dengan empati. "Mereka hanya terjebak dalam permainan Drax," katanya dengan suara lembut. "Kita bisa membantu mereka."

Kael mengangguk. "Kami akan memberi mereka kesempatan untuk memilih jalan mereka sendiri."

Dengan bantuan kekuatan waktu, Kael mulai membuka portal yang akan mengirimkan para prajurit muda ini kembali ke rumah asal mereka. Bukan dengan cara menghapus mereka atau menghilangkan ingatan mereka, tetapi dengan memberi mereka kesempatan untuk memperbaiki hidup mereka. Melalui portal waktu yang dibuatnya, Kael dan teman-temannya mengirimkan para prajurit muda tersebut kembali ke tanah kelahiran mereka, jauh dari pulau ini dan jauh dari Drax.

"Ini adalah kesempatan kalian untuk memilih jalan yang lebih baik," kata Kael kepada para prajurit yang kini berada di ambang pintu waktu. "Kalian bisa mulai lagi, jauh dari perang ini."

Para prajurit muda itu, yang awalnya terkejut dengan kejadian tersebut, akhirnya mengangguk. "Terima kasih... terima kasih telah memberi kami kesempatan untuk hidup dengan cara yang benar."

Setelah mengirimkan para prajurit muda itu ke negara asal mereka, Kael dan teman-temannya berdiri di tengah ruang yang sepi, penuh dengan rasa haru namun juga kebingungan. Mereka telah membantu para prajurit itu melarikan diri dari pengkhianatan yang mereka alami, memberi mereka kesempatan untuk memperbaiki hidup mereka. Namun, Kael tahu bahwa ini hanyalah permulaan dari perjalanan yang lebih sulit.

"Apakah kita benar-benar melakukan hal yang benar?" tanya Riven, memecah keheningan. "Mereka mungkin kembali ke kehidupan mereka, tetapi Drax masih akan datang ke sini."

Kael menatap ke luar jendela penginapan, melihat lautan yang tenang di bawah cahaya bulan. "Kita tidak bisa menyelamatkan semua orang, Riven. Tetapi kita bisa memberi mereka pilihan. Itulah yang penting. Drax mungkin tak akan berhenti, tetapi kita harus berhenti memperlakukannya seperti musuh biasa. Kita harus menghentikan rencananya sebelum semakin banyak yang terluka."

Lysandra mengangguk. "Kita tidak akan membiarkan pengkhianatan ini menguasai pulau ini."

Varic menatap Kael dengan serius. "Apa langkah kita selanjutnya?"

Kael tersenyum tipis. "Kita akan melawan Drax dari dalam. Tidak hanya dengan kekuatan, tetapi dengan strategi. Dan kita akan melakukannya bersama."

Setelah mengirim para prajurit muda kembali ke negara asal mereka, Kael dan teman-temannya memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih berani. Mereka tahu bahwa mereka tak bisa lagi hanya bersembunyi di balik bayang-bayang, menunggu ancaman Drax datang. Jika mereka ingin menghentikan kekuasaan tirani yang sedang berkembang, mereka harus bertindak. Tetapi, Kael juga tahu bahwa berhadapan langsung dengan Drax dalam kekuatannya yang penuh bisa berbahaya. Mereka membutuhkan strategi yang lebih cerdik, strategi yang akan memanfaatkan kekuatan waktu yang mereka miliki.

Kekuatan yang mereka pelajari di Akademi Waktu bukan hanya tentang memperlambat atau mempercepat waktu, tetapi juga tentang memanipulasi persepsi dan arah waktu itu sendiri. Dengan memanipulasi momen-momen kecil, Kael bisa menciptakan kebingungan, membuat orang merasa seperti mereka terjebak dalam lingkaran waktu yang tak terhindarkan.

Rencana Kael adalah untuk mempermainkan Drax, membuatnya merasa seperti dia selalu satu langkah di belakang. Mereka akan menciptakan ilusi di sekitar Drax, membuatnya percaya bahwa setiap gerakan yang dia ambil sudah diprediksi, dan tidak ada jalan keluar dari takdir yang telah ditentukan.

Malam itu, di ruang tersembunyi di dalam penginapan yang mereka sewa, Kael memimpin diskusi mengenai rencana mereka. "Kita tahu bahwa Drax sudah tahu kita ada di sini," katanya, memandang serius teman-temannya. "Dia mungkin masih mencari cara untuk menyingkirkan kita. Tapi kita punya kelebihan, kekuatan untuk memanipulasi waktu."

Lysandra menatapnya dengan tajam. "Kita akan memanipulasi persepsinya? Membuatnya merasa dia selalu kalah satu langkah di depan kita?"

"Benar," jawab Kael dengan keyakinan. "Jika kita bisa membuat Drax merasa seperti waktu bekerja melawan dirinya, dia akan mulai ragu. Setiap langkahnya akan terasa terjebak dalam lingkaran. Keputusannya akan terhambat karena kebingungan yang kita timbulkan. Namun, kita harus hati-hati. Jangan sampai kita terlalu banyak menggunakan kekuatan ini sehingga kita kehilangan kontrol."

Riven, yang lebih suka bergerak cepat dan langsung, menyeringai. "Berarti kita akan membuatnya merasa seperti dia berjalan di jalur yang sudah kita tentukan, seolah-olah tak ada jalan keluar. Kita akan buat dia merasa seperti dia sudah kalah sebelum pertempuran dimulai."

Varic yang biasanya lebih tenang menambahkan, "Tapi kita juga harus ingat bahwa meskipun kita bisa mempermainkan waktu, Drax bukan orang yang mudah digoyahkan. Dia mungkin tidak akan langsung jatuh ke dalam jebakan kita."

Kael mengangguk, menyadari bahaya yang akan datang. "Itulah kenapa kita harus bergerak cepat. Kita buat dia merasa dikejar oleh waktu, dan kemudian kita ambil alih kendali."

Esoknya, saat Drax mulai bergerak lebih dekat ke pelabuhan tempat Kael dan teman-temannya bersembunyi, mereka mulai menjalankan rencana mereka. Mereka menggunakan kekuatan waktu untuk menciptakan ilusi. Kael memulai dengan memperlambat aliran waktu di sekitar Drax, membuat setiap langkahnya terasa seperti berlarian dalam lumpur. Namun, untuk orang yang tidak menyadari adanya perubahan, itu akan terasa seperti berlari di tempat yang sama berulang-ulang.

Dengan satu sentuhan, Kael mempercepat pergerakan Drax tanpa sepengetahuannya, membuatnya merasa bahwa dia telah bergerak lebih cepat dari yang dia kira, seolah-olah keputusan yang dibuatnya terlalu terburu-buru. Drax merasa seolah-olah dirinya dipaksa untuk mengambil keputusan yang lebih cepat dari yang sebenarnya dia inginkan.

Lysandra dan Riven berperan dengan memperbesar efek kebingungannya. Mereka memanipulasi persepsi Drax terhadap ruang. Ketika dia melihat ke arah kiri, dia akan melihat bayangan dari Kael yang bergerak ke kanan, menambah kebingungannya. Semakin banyak keputusan yang diambil, semakin banyak Drax merasa seperti dia tidak lagi mengendalikan situasi, dia seolah-olah bergerak dalam siklus waktu yang tidak terduga.

Varic menggunakan kekuatan waktu untuk membuat Drax merasa bahwa waktu terus berjalan lebih cepat dari yang dia inginkan. Saat dia hendak membuat rencana untuk melawan Kael dan teman-temannya, waktu di sekitarnya bergerak lebih cepat, membuatnya merasa seolah-olah waktu habis dengan sangat cepat. Setiap keputusan yang dia buat membawa dampak yang lebih besar, namun dia merasa tidak punya cukup waktu untuk melakukannya dengan benar.

"Dia merasa seperti waktunya habis," kata Varic dengan senyum tipis. "Setiap kali dia bergerak, dia merasa terperangkap dalam keputusan-keputusan yang buruk."

Kael menatap dengan cermat. "Dia merasa bahwa kita sudah mengendalikan takdirnya. Ini adalah waktunya untuk memberi tekanan lebih jauh."

Seiring berjalannya waktu, Kael semakin mempersempit ruang gerak Drax. Setiap langkah yang diambil oleh Drax, seolah-olah sudah diprediksi dan diperhitungkan sebelumnya. Drax mulai merasakan adanya penurunan kepercayaan diri. Dia merasa seperti sedang berada dalam perangkap waktu yang tak terhindarkan, di mana setiap gerakan yang dia lakukan justru memperburuk keadaan.

Satu demi satu, pasukannya mulai merasakan kebingungan yang sama. Mereka merasakan ada sesuatu yang tidak beres, seolah mereka terus berlari tanpa mencapai tujuan, terjebak dalam pola yang tak bisa mereka pahami. Drax sendiri, yang semula penuh dengan rasa percaya diri dan ketegasan, kini mulai kehilangan kendali. Keputusannya menjadi lebih impulsif, karena ia merasa seolah-olah setiap keputusan yang diambil akan langsung terpengaruh oleh waktu itu sendiri.

Lysandra tidak bisa menahan senyum ketika melihat perubahan pada ekspresi Drax. "Dia benar-benar merasa terkunci, Kael. Setiap langkahnya hanya membuatnya semakin terperangkap dalam lingkaran waktu."

Kael mengangguk dengan puas. "Kita hanya perlu sedikit lebih banyak waktu. Ini sudah mulai bekerja."

Namun, meskipun Kael dan teman-temannya merasa bahwa mereka telah membuat Drax berada di ujung jurang, mereka juga tahu bahwa mereka harus segera bertindak. Drax masih memiliki kekuatan yang cukup besar, dan meskipun ia merasa terperangkap dalam permainan mereka, itu tidak berarti bahwa ia tidak bisa berbahaya jika diberi kesempatan.

"Ini adalah titik yang tepat untuk bergerak," kata Kael dengan suara tenang. "Kita harus menghentikannya sekarang, sebelum dia mencoba untuk keluar dari jebakan ini."

Dengan tekanan yang semakin besar pada Drax, Kael memutuskan untuk mengakhiri permainan waktu mereka. Dia menciptakan satu titik waktu yang kuat, yang membuat seluruh pergerakan Drax dan pasukannya melambat secara bersamaan. Tanpa peringatan, Kael dan teman-temannya muncul di hadapan Drax, yang kini merasa seperti berada dalam jebakan tak terhindarkan.

Drax menatap Kael dengan kebingungannya yang semakin dalam. "Apa yang kalian lakukan? Ini bukan... ini tidak mungkin!"

Kael melangkah maju, dengan senyuman tipis di wajahnya. "Drax, kalian memang berusaha untuk mengendalikan segalanya. Tetapi, seperti yang kamu lihat, kami mengendalikan waktu. Waktu bukanlah sesuatu yang bisa kamu kuasai sepenuhnya. Kami yang menentukan jalannya."

Lysandra, Riven, dan Varic berdiri di belakang Kael, siap jika Drax mencoba sesuatu yang lebih berbahaya. Namun, Drax hanya bisa menatap mereka, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Waktunya telah habis.

Setelah perjuangan yang panjang dan penuh tantangan, Kael dan teman-temannya akhirnya kembali ke tempat yang mereka sebut rumah, tempat yang telah lama mereka rindukan setelah menjalani pertempuran dan petualangan yang tak terbayangkan. Meskipun perjalanan mereka belum sepenuhnya selesai, momen ini memberikan rasa damai yang sangat dibutuhkan setelah berbulan-bulan berada di bawah tekanan.

Kael

Kael kembali ke rumahnya yang sederhana di pinggiran kota Aetheris. Begitu ia melangkah masuk, ibunya yang telah menunggu dengan penuh kegembiraan menyambutnya dengan pelukan hangat. Aroma masakan yang familiar langsung mengisi inderanya, dan Kael merasa seolah kembali ke rumah yang selalu ia rindukan.

"Kael! Kau akhirnya pulang!" Ibunya berbicara dengan suara penuh kelegaan. "Aku sangat merindukanmu. Bagaimana perjalananmu? Apa yang kau pelajari di sana?"

Kael tersenyum dan memeluk ibunya lebih erat. "Aku belajar banyak, Bu. Banyak hal yang tidak pernah kuketahui sebelumnya. Tapi... sekarang aku hanya ingin kembali ke rumah, bersama keluarga."

Mereka duduk bersama di meja makan yang penuh dengan makanan hangat, berbicara tentang kehidupan sehari-hari, tetapi Kael merasa ada yang kurang jika ia harus berbagi tentang Akademi Waktu. Dunia Aetheris tidak siap untuk hal seperti itu, dan lebih penting baginya untuk merasa aman dan dicintai, tanpa harus menceritakan kekuatan luar biasa yang ada dalam dirinya.

Lysandra

Lysandra kembali ke rumahnya di pusat kota Aetheris. Ayahnya yang bekerja sebagai ilmuwan terkemuka menyambutnya dengan senyuman penuh harap. Meskipun ia sangat ingin tahu tentang perjalanan Lysandra, ia tidak bisa tidak merasa cemas.

"Lysandra!" Ayahnya membuka pintu dengan senyuman lebar. "Aku sangat senang akhirnya kau kembali. Ceritakan padaku, bagaimana perjalananmu? Apa yang kau pelajari di sana?"

Lysandra merasa sedikit canggung, tetapi ia mengingat nasihat teman-temannya untuk menjaga segalanya tetap normal. "Aku belajar banyak tentang sejarah waktu, Ayah. Banyak hal yang menarik, tapi lebih penting, aku kembali dengan selamat."

Ayahnya mengangguk, meskipun tampaknya masih penasaran. "Aku yakin perjalananmu sangat berharga. Tetapi aku tahu, kamu pasti membawa banyak pengalaman. Jangan ragu untuk berbagi ketika kau siap."

Mereka duduk bersama, menikmati makan malam dengan tenang. Meskipun banyak hal yang ingin Lysandra ceritakan tentang perjalanan mereka, tentang Voidwalkers, tentang kekuatan yang mereka peroleh, ia tahu bahwa dunia Aetheris tidak akan mengerti. Untuk saat ini, ia memilih untuk menikmati momen kebersamaan ini.

Riven

Riven kembali ke rumah keluarganya di desa kecil di pinggiran kota, dikelilingi oleh hutan lebat. Begitu memasuki rumah, ia disambut dengan pelukan ibunya yang penuh kasih.

"Riven! Kau akhirnya pulang!" Ibunya berkata dengan penuh kelegaan. "Kami sangat merindukanmu. Bagaimana perjalananmu?"

Riven menghela napas lega, merasa tenang berada di rumah. "Iya, Bu. Aku belajar banyak. Akademi Waktu adalah tempat yang luar biasa, tapi sekarang aku hanya ingin kembali ke sini. Aku merasa rumahku ada di sini."

Mereka duduk bersama di meja makan, menikmati hidangan yang sederhana namun penuh rasa kasih. Riven tahu bahwa dunia mereka tidak siap untuk menerima tentang sihir atau kekuatan luar biasa yang mereka miliki. Namun, di rumah ini, dia merasa aman. Tidak perlu menyembunyikan apa pun.

Lianara

Lianara kembali ke rumahnya di pinggiran kota, dekat dengan tepi hutan. Rumahnya sederhana, dengan pemandangan alam yang tenang. Ayahnya, seorang penjaga kota yang tegas namun penyayang, menyambutnya dengan pelukan hangat.

"Anakku! Kau akhirnya pulang!" Ayahnya berkata dengan senyuman penuh kasih. "Kami sangat khawatir padamu. Bagaimana perjalananmu?"

Lianara tersenyum dan mengangguk. "Aku baik-baik saja, Ayah. Banyak hal yang aku pelajari di sana, tetapi yang terpenting, aku kembali dengan selamat."

Mereka duduk bersama menikmati makanan yang telah disiapkan ibunya. Lianara tahu bahwa mereka harus menjaga segalanya tetap sederhana. Akademi Waktu adalah tempat yang penuh dengan keajaiban, tetapi bagi keluarganya, dunia mereka harus tetap seperti biasa.

Varic

Varic kembali ke desa terpencil tempat keluarganya tinggal. Desa ini terletak jauh dari keramaian Aetheris, dikelilingi oleh pegunungan dan hutan yang luas. Keluarga Varic bukan keluarga biasa—mereka adalah keturunan Aric, salah satu pelayan terhormat dari Akademi Waktu yang dulu datang ke dunia Aetheris untuk menjaga keseimbangan antara dimensi. Meskipun hidup mereka sederhana di luar kota, keluarga Varic memiliki bisnis yang mencakup seluruh dunia Aetheris, mengelola berbagai perusahaan dan perdagangan. Bisnis keluarga ini sangat berpengaruh, meskipun tidak banyak yang tahu asal-usul mereka.

Begitu Varic memasuki rumah, ayahnya menyambutnya dengan tatapan penuh perhatian. "Varic, kau akhirnya pulang," kata ayahnya dengan suara tenang namun penuh pengertian. "Aku sudah mendengar kabar baik tentang perjalananmu. Ceritakan lebih banyak tentang apa yang kau pelajari di sana."

Varic tersenyum, tetapi ada sedikit rasa canggung di dalam hatinya. "Aku belajar banyak, Ayah. Akademi Waktu... itu adalah tempat yang luar biasa. Aku... aku juga merasa ada sesuatu yang berubah dalam diriku setelah kembali."

Ayahnya menatapnya dengan mata penuh pengertian, seolah tahu bahwa Varic membawa lebih dari sekadar cerita dari Akademi Waktu. "Aku tahu, Varic. Keluarga kita mungkin tidak hidup di tengah kota besar, tapi kita memiliki peran yang lebih besar di dunia ini. Kita harus berhati-hati dengan apa yang kita bawa kembali. Kekuatan kita, meskipun besar, harus digunakan dengan bijaksana."

Meskipun keluarga Varic hidup jauh dari pusat peradaban, mereka sangat terhubung dengan banyak pengaruh di dunia Aetheris. Ayahnya sering bepergian, mengurus bisnis keluarga yang tersebar di seluruh dunia, sementara ibunya lebih sering berada di rumah, mengelola urusan rumah tangga. Namun, Varic tahu bahwa meskipun hidup mereka tampak tenang dan terpencil, mereka memiliki kekuatan besar yang tersembunyi di balik kedamaian itu.

Malam itu, setelah makan malam bersama, Varic duduk dengan ayahnya di ruang keluarga. "Ayah, ada banyak hal yang aku ingin ceritakan, tapi aku tahu dunia kita belum siap untuk mendengarnya. Akademi Waktu mengajarkan kita banyak hal, dan kekuatan itu... itu tidak bisa sembarangan dibagikan."

Ayahnya mengangguk bijaksana. "Benar, Varic. Dunia ini mungkin tidak siap untuk menerima kekuatan itu. Tapi yang paling penting adalah kita tahu bagaimana menggunakannya dengan bijaksana. Dunia kita perlu keseimbangan, dan kita, sebagai keluarga, harus menjaga itu."

Varic menatap keluar jendela, merasakan kedamaian yang datang dari mengetahui bahwa ia memiliki tempat yang aman untuk kembali, sebuah rumah yang terhubung dengan kekuatan yang lebih besar dari sekadar bisnis atau kedudukan. Keluarga mereka mungkin tinggal di desa terpencil, jauh dari keramaian, tetapi mereka memiliki peran yang lebih besar di dunia Aetheris, sebuah peran yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang berasal dari garis keturunan Aric.

Setelah beberapa waktu menghabiskan momen berharga bersama keluarga, Kael dan teman-temannya merasa sudah saatnya kembali ke Akademi Waktu. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir, dan banyak hal yang harus mereka pelajari dan hadapi di sana. Kembali ke tempat yang telah memberi mereka pengetahuan dan kekuatan yang luar biasa membawa perasaan campur aduk, antara kebanggaan dan kegelisahan akan apa yang akan datang.

Pada pagi yang cerah, mereka meninggalkan kota Aetheris dan menuju Akademi Waktu, yang terletak di sebuah lembah terpencil yang jauh dari hiruk-pikuk peradaban. Akademi ini dikenal tidak hanya karena keahliannya dalam mempelajari waktu, tetapi juga karena perannya yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara dimensi.

Setibanya di akademi, suasana di dalam kampus terasa lebih hidup dari biasanya. Tenda-tenda dan spanduk baru yang bergambar simbol Akademi Waktu terpasang di sepanjang jalan menuju aula utama. Hari itu adalah hari pembukaan semester baru, dan semua siswa baru maupun lama tampak bersemangat, berkumpul di sekitar area utama untuk acara pembukaan.

Kepala Akademi Waktu, Seraphis

Kael dan teman-temannya bergabung dengan kerumunan siswa di depan aula utama. Tiba-tiba, pintu besar aula terbuka, dan dari dalam muncul Seraphis, Kepala Akademi Waktu yang legendaris. Seraphis dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan penuh misteri, dengan kekuatan yang tak terhingga dalam mengendalikan waktu.

Seraphis mengenakan jubah hitam berlapis perak dengan simbol waktu yang bercahaya di dada. Wajahnya yang tenang namun penuh wibawa menatap para siswa dengan pandangan tajam, seolah dapat membaca setiap pikiran mereka.

"Selamat datang kembali, siswa-siswi Akademi Waktu," suara Seraphis yang dalam dan resonan menggema di seluruh aula. "Kalian telah menjalani perjalanan yang luar biasa, dan sekarang saatnya kalian memulai babak baru dalam kehidupan kalian di sini. Ingatlah, kekuatan waktu bukanlah untuk disalahgunakan. Sebagai pelajar Akademi Waktu, kalian harus menggunakan pengetahuan ini dengan penuh kebijaksanaan."

Setelah pidato singkat dari Seraphis, acara dilanjutkan dengan pengumuman mengenai semester baru. Para siswa diperkenalkan dengan beberapa guru baru yang akan mengajar mereka di bidang-bidang berbeda, termasuk ilmu waktu, manajemen dimensi, dan pengendalian kekuatan temporal.

Beberapa guru tampak akrab, tetapi ada beberapa wajah baru di antara mereka, termasuk seorang guru muda yang tampaknya sangat berbakat dalam memanipulasi waktu secara langsung, kemampuannya yang luar biasa menciptakan kehebohan di kalangan para siswa.

Namun, meskipun acara pembukaan ini tampak penuh kegembiraan, Kael dan teman-temannya merasakan ketegangan di udara. Mereka tahu bahwa peran mereka di Akademi Waktu akan jauh lebih besar daripada sekadar belajar. Mereka telah belajar banyak hal di luar akademi, dan pengalaman itu akan menjadi ujian terbesar mereka. Mereka tidak hanya datang untuk belajar teori, tetapi juga untuk memahami lebih dalam tujuan mereka dalam menjaga keseimbangan waktu yang rapuh.

Ketika acara pembukaan berlangsung, Seraphis mengundang Kael dan teman-temannya untuk maju. Mereka mendekat dengan hati yang berdebar. Para penjaga waktu, yang berdiri di samping Seraphis, menatap mereka dengan perhatian penuh. Rael, Zara, Tira, Maeris, dan Alderan, semuanya tahu betul apa yang telah Kael dan teman-temannya lalui dan potensi besar yang ada dalam diri mereka.

"Kael, Lysandra, Riven, Lianara, Varic," kata Seraphis dengan suara yang penuh makna, "Aku tahu kalian telah melalui banyak hal. Akademi Waktu bukanlah tempat yang mudah, tetapi di sini kalian akan menemukan apa yang kalian butuhkan untuk berkembang lebih jauh. Kekuatan yang kalian miliki adalah anugerah, tetapi juga ujian. Jangan pernah melupakan itu."

Kael merasa pandangan Seraphis menusuk ke dalam dirinya, seolah-olah kepala akademi tersebut bisa merasakan kehadiran kekuatan luar biasa yang ada dalam diri mereka. Para penjaga waktu juga tampak memperhatikan mereka dengan intensitas yang sama.

Rael hanya mengangguk pelan, dan Zara melontarkan senyum tipis. Tira, yang selalu lebih bersemangat, tampak memberi mereka tatapan penuh harapan. Maeris, dengan ketenangannya, menatap mereka tanpa berkata-kata, sementara Alderan berdiri dengan tatapan yang penuh misteri.

"Semua ini akan menguji kalian," kata Seraphis dengan nada yang lebih serius. "Dan perjalanan kalian belum selesai. Sebagai pelajar di Akademi Waktu, kalian akan menghadapi tantangan yang tidak hanya melibatkan kekuatan waktu, tetapi juga hati dan pikiran kalian. Jagalah keseimbangan, dan pastikan kalian tidak terbawa oleh kekuatan itu."

Setelah pidato dari Seraphis, acara pembukaan berakhir, dan para siswa mulai bergerak menuju ruang kelas masing-masing. Kael dan teman-temannya berjalan bersama, merasakan semangat yang baru untuk menghadapi tantangan berikutnya di Akademi Waktu.

Mereka tahu bahwa setiap langkah yang mereka ambil di akademi ini akan semakin mendekatkan mereka pada takdir yang lebih besar, dan mereka harus siap menghadapi semua ujian yang datang, baik yang datang dari dalam diri mereka sendiri maupun dari dunia yang jauh lebih kompleks dan berbahaya daripada yang mereka bayangkan.

Dengan kepala yang penuh harapan dan hati yang penuh tekad, mereka melangkah memasuki gedung akademi yang besar, siap untuk menghadapi semester baru yang penuh dengan misteri, petualangan, dan pengetahuan yang akan mengubah dunia mereka selamanya.

Minggu pertama di semester baru dimulai dengan penuh antusiasme, namun Kael dan teman-temannya segera menyadari bahwa pelajaran di Akademi Waktu jauh lebih menantang dari yang mereka bayangkan. Setiap hari mereka disuguhkan dengan materi yang begitu rumit, yang memaksa mereka untuk berpikir lebih dalam dan melampaui batas pengetahuan mereka yang sebelumnya.

Hari pertama mereka dimulai dengan pelajaran mengenai Dimensi Waktu dan Perubahan Sejarah, yang dipimpin oleh Guru Aelara, seorang ilmuwan tua dengan rambut abu-abu yang panjang dan mata yang seolah memancarkan kebijaksanaan. Ia menjelaskan konsep dasar mengenai hubungan antara dimensi yang ada dalam waktu, dan bagaimana perubahan sekecil apapun dapat merubah struktur seluruh dunia.

"Sebuah perjalanan melalui waktu," Aelara memulai dengan suara beratnya, "bukanlah perjalanan linear. Waktu bukanlah garis lurus. Sebaliknya, ia seperti sebuah jaringan benang halus yang saling terhubung. Setiap tindakan yang kita ambil, setiap perubahan kecil, dapat memengaruhi banyak hal yang tidak kita lihat."

Kael dan teman-temannya mendengarkan dengan seksama, namun, meskipun mereka telah belajar banyak tentang waktu selama di Akademi, penjelasan Aelara ini terasa sangat rumit dan membingungkan. Untuk memahami hubungan antara kejadian-kejadian yang saling mempengaruhi di berbagai dimensi waktu, mereka harus memvisualisasikan konsep yang hampir tak terbayangkan.

Guru Aelara melanjutkan, "Coba bayangkan, sebuah bola yang terjatuh di tanah. Jika bola itu bergerak sedikit lebih cepat atau lebih lambat, maka lintasan yang dihasilkannya akan berbeda. Lalu, lintasan tersebut akan berhubungan dengan perubahan tak terduga dalam masa depan. Kita sebut perubahan ini sebagai Anomali Waktu. Anomali inilah yang sering kali menyebabkan ketidakseimbangan, dan jika kita tidak hati-hati, dunia ini bisa hancur."

Setelah itu, mereka memasuki ruang kelas yang lebih kecil untuk pelajaran mengenai Teori Multidimensi dan Paradox Temporal, yang diajarkan oleh Guru Zarael, seorang ahli dalam teori dimensi paralel. Zarael, yang dikenal dengan pendekatannya yang logis dan analitis, mulai menjelaskan fenomena waktu yang lebih kompleks, tentang kemungkinan dimensi paralel yang tidak hanya berhubungan dengan masa depan dan masa lalu, tetapi juga dengan pilihan yang berbeda, skenario-skenario yang saling bercabang dalam perjalanan hidup seseorang.

"Bayangkan kalian berada di titik percabangan," ujar Zarael, menarik perhatian para siswa dengan gambaran yang abstrak namun mendalam. "Di sini, kalian memiliki dua pilihan. Pilihan pertama akan membawa kalian ke jalan yang berbeda dari yang kedua. Tetapi, apakah kalian tahu bahwa di dalam setiap pilihan tersebut, ada kemungkinan untuk menciptakan paradoks? Misalnya, jika kalian kembali ke masa lalu untuk mengubah sebuah keputusan, maka keputusan itu bisa mengubah seluruh garis waktu kalian, bahkan bisa menyebabkan kalian tidak pernah ada dalam satu dimensi tertentu."

Kael merasakan pusing di kepalanya. Meskipun ia dan teman-temannya telah terlatih dalam manipulasi waktu, materi ini menguji batas pemahaman mereka. Apalagi, Zarael terus mengingatkan bahwa perjalanan waktu bukan sekadar manipulasi fisik, melainkan permainan pikiran yang bisa membuat siapa saja terjebak dalam ilusi yang berbahaya.

Setelah beberapa sesi teori yang membuat kepala mereka berat, Kael dan teman-temannya dihadapkan pada praktikum yang lebih menguji kemampuan fisik dan mental mereka. Hari itu, mereka harus mengendalikan Dimensi Waktu, teknik untuk memanipulasi waktu dalam skala kecil, seperti mempercepat atau memperlambat aliran waktu di sekitar mereka. Ini adalah keterampilan dasar yang harus mereka kuasai sebelum dapat memanipulasi waktu dalam dimensi yang lebih besar.

Guru Tira, yang terkenal dengan pendekatan eksperimentalnya, mengarahkan mereka ke ruang praktikum yang besar, dipenuhi dengan alat-alat magis yang berfungsi untuk mengendalikan aliran waktu. Ruangan ini terasa berbeda dari ruang kelas biasa, berkilau dengan energi temporal yang dapat dirasakan di udara.

"Ini adalah ujian pertama kalian dalam mengendalikan waktu," kata Tira sambil tersenyum, meskipun senyumnya tampak sedikit penuh tantangan. "Tujuan kalian adalah untuk mengubah kecepatan aliran waktu dalam radius kecil, tanpa memengaruhi keseimbangan dimensi lainnya. Jika kalian gagal, kalian akan mengalami Time Fracture, sebuah gangguan yang bisa membawa kalian ke dalam dimensi yang tidak kalian inginkan."

Kael merasa darahnya berdesir. Ia sudah terbiasa mengendalikan waktu dalam skala yang lebih kecil, tetapi sekarang ia dihadapkan pada kenyataan bahwa kegagalan dalam tugas ini bisa berakibat fatal. Semua siswa di kelas, termasuk Lysandra, Riven, Lianara, dan Varic, mulai bersiap untuk percobaan ini.

Mereka masing-masing menggunakan Fokus Waktu, sebuah alat magis yang terhubung dengan energi mereka sendiri untuk memanipulasi dimensi waktu. Kael merasa waktu seolah membengkok di sekitarnya saat ia mencoba memperlambat detik demi detik. Namun, segera ia menyadari bahwa mengendalikan aliran waktu ini jauh lebih sulit daripada yang dibayangkan. Setiap gerakan kecilnya membuat energi sekitarnya bergetar, seolah waktu itu sendiri berusaha melawan kendalinya.

Setelah beberapa percobaan yang tidak berhasil, Kael akhirnya berhasil memperlambat aliran waktu di sekitar dirinya, meskipun hanya selama beberapa detik. Namun, dia tahu bahwa itu hanya sebagian kecil dari kemampuan yang ia butuhkan untuk menguasai seni manipulasi waktu. Riven, yang memiliki insting tajam, berhasil melakukannya lebih cepat, sementara Lysandra tampak lebih berhati-hati, mempelajari setiap gerakan dengan teliti sebelum mencoba.

Lianara, dengan kecerdikan dan fokusnya, juga berhasil dengan cepat, meskipun ia sempat mengalami kegagalan beberapa kali. Varic, dengan ketenangannya, tampaknya memerlukan waktu lebih lama, namun akhirnya berhasil menstabilkan waktu di sekitarnya tanpa terlalu banyak gangguan.

Setelah sesi praktikum selesai, guru Tira mengumpulkan mereka kembali untuk evaluasi. "Bagus, kalian telah menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam menghadapi tantangan ini," ujarnya. "Namun, ingatlah bahwa manipulasi waktu bukan hanya soal kekuatan, tetapi juga kesadaran dan tanggung jawab. Kekuatan ini harus digunakan dengan bijaksana."

Kael dan teman-temannya saling menatap, merasa sedikit lebih dekat dengan tujuan mereka meskipun masih jauh dari menguasai sepenuhnya ilmu yang ada di Akademi Waktu. Mereka tahu bahwa jalan mereka masih panjang dan penuh dengan rintangan yang akan menguji bukan hanya keterampilan mereka, tetapi juga hati dan pikiran mereka dalam menghadapi dilema yang lebih besar.

Dengan perasaan campur aduk, mereka melangkah keluar dari ruang praktikum, siap menghadapi tantangan berikutnya.