(kakek)
Aku duduk di meja makan saat Theo memintaku duduk.
"tunggu di sini, aku akan mencarikanmu makanan" Theo mengusap kepalaku dan berjalan meninggalkanku.
Aku hanya diam dan melihat foto tadi yang ku ambil, sekarang aku berpikir apa yang di lakukan kakek ku sekarang, dan katanya dia adalah seorang Ilmuan kemungkinan besar dia sedang meneliti, tapi umutnya pasti sudah 60 tahunan lebih, dan aku ingin sekali bertemu dengannya, dari foto saja dia terlihat seperti orang yang sangat ramah.
Itu hanya sebuah dugaan aku belum tahu pasti dia sedang apa, tapi menduga-duga bukan hal buruk kan.
"heyy.." Neo menatapku dengan wajahnya yang aneh, dengan reflek aku menyembunyikan foto yang aku lihat.
"hai" aku menjawab sapaannya dengan wajah yang kaku, jujur saja aku bingung harus apa dengan orang ini.
"deket amat sama Theo, suka yaa" Neo merangkulku dengan sangat akrab membuatku bingung harus meresponnya apa.
"tidak" jawabku merasa aneh dengan cara dia mendekatiku, dia aneh sekali jujur saja.
"ini makan" Theo datang dan langsung memberikan ku sepiring makanan dan langsung membawa Neo pergi dariku, jujur saja aku harus berterimakasih kepadanya karena tahu apa yang membuatku merasa risih, tapi dia sangat lucu sih seperti anjing yang menuruti majikannya.
Aku makan dengan lahap sambil menatap foto itu dengan belakang nya terdapat alamat seseorang, 'Deopham, Norwich nomor 16 Conor Wirght Jones' serius di Deopham ?, jangan bercanda..ini sangat jauh bagaimana caranya aku kesana untuk bertemu dengan kakek ku, kalo enggak salah ada Theo sih, mau enggak ya dia mengantarku, semoga saja dia mau mengantarku.
Aku menyuap lagi makanan ke mulutku sambil berpikir rupa kakekku seperti apa , apa kah dia berjengkot?, berkumis?, atau dia tampan? Kan bisa jadi begitu kakek-kakek yang tampan pada usia 50 tahun begitu kan, meskipun itu masih opini yang tidak di dasari oleh suatu argumen dan teori, karena aku tidak melihat wajah kakek ku, aku hanya berharap dia mengingatku sebagai cucunya.
Meskipun aku tahu kemungkinan besar dia tidak mengingatku ya 70% selama aku hidup aku belum melihat dirinya, dan aku harus melihat dirinya lagi.
"gimana?, mau ku antar?" Theo muncul dan duduk di sebelahku dengan wajahnya yang kaku.
"ya..antar aku"
"kemana?"
"Deopham yang ada di Norwich"
"hah..jauh sekali?" Theo menatapku dengan wajahnya yang kaku.
"jangan tanya aku" aku saja tidak tau kenapa kakek ku tinggal sangat jauh, tapi yang aku ketahui, kakekku tinggal sendirian semenjak nenek tiada, dulu aku Cuma tahu aku punya nenek.
Aku memasuki retakan dan kaget melihat rumah yang tersusun dengan bentuk yang sama di depanku, Theo tampak kaget terlihat dari tatapan kosongnya yang terlihat sampai sini, aku tebak dia tidak tahu harus beropini apa soal ini.
"ini akan menyita waktu, kau tahu dia tinggal di block berapa ?" Theo menatapku dengan wajahnya yang malas.
"aku tahu santai saja" Aku berjalan sambil melihat di balik foto itu, sesekali mencocokan angkanya.
Akhirnya aku menemukannya, rumah kakek ku terlihat sekali namanya terpampang jelas di depan rumahnya 'Conor Wirght Jones', aku membunyikan bel dan terlihat seorang pria tua dengan rambut putih menatapku dengan wajah yang bersinar.
"Xavier?" pria tua itu menatapku dengan tatapan yang bertanya.
"ya...Xavier" aku menjawab dengan sedikit gugup, Pria itu langsung memelukku dengan pembatas pagar pendek yang menghalangi, dia tampak ingin menangis saat bertemu denganku, aku jujur saja bisa merasakan apa yang dia rasakan hanya saja aku tidak tahu aku harus apa, Aku hanya menatapnya dengan wajah bingung.
"kau sudah tumbuh besar, kakek sangat senang akhirnya kau melihat kakek" pria tua itu ternyata kakekku Conor, dan bodohnya tadi aku enggak tahu.
"i-iya kakek"
"ayahmu?, oh..maaf mengingatkanmu dengan kejadian ledakan itu" kakek berbicara dengan lembut dan mengusap bahuku dengan lembut.
"santai saja, ayah di rumah sakit sedang rawat inap" jawabku,
"kalo begitu ayo masuk" kakek ku menatapku dengan ramah dan melirik Theo.
"kau kekasih cucuku ya?" kakek ku blak-blakan.
"eh..bukan" Theo panik langsung reflek.
"masa..kau tampak pria yang baik" kakek ku menepuk bahu Theo dengan lembut.
"siapa namamu?" tanya kakekku.
"namaku..Th.." Theo terdiam dia sepertinya bingung menyebut namanya, karena kebanyakan orang hanya akan mendengar kesunyian saat ada orang yang memanggilnya.
"namanya Theno " aku menjawab.
"Theno?, salam kenal" kakek ku tersenyum.
Theo menatapku seperti memberi isyarat terimakasih, dan aku hanya mengangguk tanda sama-sama.
###
Aku duduk di sofa dengan Theo, kakekku sepertinya pergi ke arah dapur.
"Theno?, nama yang bagus" Theo menatapku dengan wajahnya yang menyeringai.
"kau mau ku tolong atau enggak?" aku menatapnya dengan wajah kesal.
"iya..maaf" Theo menyerah dan aku berpikir apa kalimat yang cocok untuk berbicara dengan kakekku, langsung ke poin utamannya atau yang lain, basa-basi begitu Cuma bagaimana caranya memulai sebuah topik yang santai dan hangat.
Kebiasaan menyendiriku ini buruk aku tidak bisa bersosialisai dengan para manusia sosial, mau bagaimana temenku buku, aku frustasi berpikir bagaimana caranya membuat topik hangat.
"ini dia minumannya" kakekku datang sambil membawa nampan berisi 3 gelas, 2 gelas berisi teh dan 1 gelas berisi kopi.
"ini..kakek" aku menatap kakek ku dengan wajah yang kebingungan.
"kamu persis seperti ibumu, tidak tahu caranya memulai suatu obrolan hangat" kakekku hanya tertawa dan tersenyum.
"ibu?" aku jujur saja baru ingat ibu, karena ibu tidak pernah ada di hidupku semenjak dulu, sekarang sepertinya sudah 11 tahun ibuku tidak ada di sampingku, dan aku hanya hidup dengan ayahku.
"ya..ibumu adalah orang yang kaku, pendiam dan sangat cerdas...dia sempurna sebagai seorang Ilmuan sebenarnya pengetahuannya terhadap fisika membuat dirinya selalu menyendiri untuk mengetahui hal yang dia inginkan" kakek menjelaskan sosok ibuku, aku merasa takjub ini alasan kenapa aku sangat paham dengan fisika hanya dengan melihatnya, itu karena ibuku.
"tapi semenjak bulan lalu aku belum mendapat kabar darinya" kakekku berbicara lagi.
"Jadi maksudnya kakek dekat dengan ibuku?"
"iya..ibumu sangat pintar, kakek malah belajar darinya, meskipun dia seorang pembantu rumah tangga tapi dia sangat hebat dan pintar, kakek ingin sekali menjadi kan dia menantu, hanya saja nenekmu hilang akal dan menjodohkan ayahmu dengan wanita lain yang di kenal cantik tapi sangat bodoh, bukan bermaksud menjelekkan seseorang tapi itu fakta" kakek menjelaskan, aku akui aku setuju, karena nenek lampir itu sangat bodoh, serius perkalian 5 saja dia enggak bisa, aku sempet berpikir dia tumbuh dengan sangat di manja sampai tidak naik kelas.
"kalo tidak salah, saat kau lahir, ibumu itu sangat senang..meskipun kau di cap sebagai anak dari hubungan gelap..ayahmu dan ibumu bangga saat kau lahir" kakek berbicara dengan sangat tenang, aku hanya mendengarkan dengan seksama, aku jadi ingin tahu sosok ibuku tapi aku harus fokus sekarang.
"tapi kek, kedatangan aku di sini untuk-"
"ini" Kakek meletakkan sebuah buku di meja membuatku kaget.
"buku apa ini" aku bingung.
"ini adalah buku yang akan menunjukkan takdirmu" serius kiasaan ini malah bikin aku tambah bingung.
"hah!" aku menatap kosong kearah kakekku dan kakeku hanya tersenyum melihatku yang tampak bodoh.
"coba kau baca dulu jangan kaku" kakekku mendorong buku itu kearahku, dengan wajah yang kaku aku membuka buku itu dan kaget melihat nya, isinya sebuah mantara.
"ini sihir?"
"iya..kau pasti akan menguasai itu" kakekku berbicara membuatku befikir, aku harus menguasai sihir?, bagaimana caranya aku menguasai sihir kalo aku saja enggak tahu sihir itu ada, enggak logis serius percaya sama hal goib yang enggak sesuai dengan fakta.