(Marga)
"tutup mulutmu" Naki menatap Theo dengan wajah yang kesal, aku hanya diam tidak mau berbicara lagi pula aku tidak seharusnya ikut campur.
"aku tutup mulut tidak ada yang tau itu" Theo menjawab dengan wajah yang kaku.
Tau?, Tau apa?, pelakunya?, aku menatap mereka yang membicarakan sesuatu, aku tidak bisa mendengar mereka berbicara apa karena ditutupi oleh jahitan paksa, tapi kemungkinan mereka membicarakan privasi dan aku orang luar jadi aku tidak boleh tau itu.
Sekarang aku harus berpikir marga Jones itu marga siapa?, aku sangat familiar dengan nama itu.
"Sampai jumpa" Aku menatap Theo yang meninggalkan aku di gang dekat sekolahku.
Dia menatapku dengan wajahnya yang kaku.
"hati-hati, panggil aku jika kau membutuhkanku" Theo mengusap pipiku dengan lembut, entah kenapa rasanya nyaman dan aku bingung dengan perasaan ku sendiri yang aneh ini.
"ya..." Jawabku dengan wajah yang memerah tidak menolak untuk diusap.
Theo memasuki retakan dimensi dengan aku yang hanya diam di tempat memikirkan Conor Jones, aku berjalan keluar gang dan berjalan masuk gerbang sekolah seperti tidak terjadi apapun.
Aku masih bingung dengan Conor marganya kek familiar di telingaku, apa dia marga keluarga ayahku?, setauku ayah pernah bilang kalo dia memakai marga ibunya karena ibunya pemilik perusahaan yang sekarang dikendalikan oleh ayahku, setidaknya bertanya dulu. Aku memegang ponselku dengan wajah yang kaku, bingung apa aku harus menelfon ayahku sekarang atau nanti untuk mencari jawabanku.
"telfon" suaraku dengan telat yang sudah bulat menelfon ayah.
"Halo"
"halo yah"
"kenapa Xavier?, ada masalah di sekolah?" ayah bersuara khawatir di ponselku.
"tidak ini..soal, Conor Jones, ayah kenal orang itu?" tanyaku langsung ke topik.
"itu kakekmu Xavier"
"hah!, kakek?" aku kaget mendengar itu, aku bahkan tidak tau jika aku memiliki kakek yang masih hidup, bukan berarti aku mengatakan kalo kakekku sudah tiada.
"iya kau punya kakek, kakekmu bernama Conor Jones seorang ilmuan yang ternama pada masanya"
"kenapa aku tidak pernah mendengar namanya?"
"karena..kakekmu sendiri yang ingin kau yang menemukannya"
"menemukan?, apa maksudnya?" aku bingung.
"Xavier..ayah tau jika mereka bukan manusi-duarr" suara telfon ayah mati dan aku malah mendengar suara ledakan besar di gedung ayah.
"ayah.." aku panik karena telfonnya mati dan langsung berlari kearah gedung ayahku, dengan sangat panik aku melewati semua orang yang berjalan dengan perlan.
"sorry" suaraku saat melewati sekelompok pekerja yang berjalan.
Aku terdiam melihat asap yang keluar dari perusahaan ayah, aku langsung berlari masuk tidak peduli oleh polisi yang mengatakan untuk aku diam, di saat seperti ini aku diam?, tentu saja tidak aku akan masuk lebih dalam ke kobaran api itu.
"hah!" aku kaget saat melihat Human Biologis yang menyebabkan kebakaran ini, aku langsung mencari jalan ke kantor ayahku dengan menggunakan sapu tangan untuk menutupi hidungku.
"ayah.." suaraku melihat ayah yang pingsan, dan berusaha membawanya turun dari kantornya yang berada di lantai 10.
Aku duduk di kursi rumah sakit dengan pandangan yang kaku, aku bingung apa arti dari mereka?, mereka siapa yang di maksud oleh ayahku dan sekarang ayahku sedang dirawat dengan keadaan kritis.
Sepertinya aku harus memeriksa tempat itu nanti, setidaknya untuk mencari beberapa Clue tentang apa yang ayah maksud dengan mereka dan juga kenapa kakek yang ingin aku menemukan dirinya bukan dia yang menunjukkan dirinya, sangat menyebalkan aku harus menyelesaikan ini sendiri.
Aku menatap layar ponselku dengan tatapan kosong dan penuh arti, aku bingung harus mencari tau soal kakek ku dulu atau tentang 'mereka' yang di maksud oleh ayahku, kejadiannya juga pas dari ayahku mengucapkan mereka dan langsung ledakan besar, aku merasa ada yang janggal, masalahnya ini saat pas ayahku mengatakan 'mereka' langsung ledakan, aku harus masuk ke TKP sepertinya.
Aku bangkit dari kursiku dan berjalan ke luar dari rumah sakit, Tiba-tiba saja saat aku melewati gang, aku ditarik oleh seseorang.
"kau malam-malam bukannya di rumah" orang itu ternyata Theo yang menatapku dengan wajahnya yang khawatir.
"maaf..tapi aku habis menunggu ayahku di rumah sakit, dan sekarang aku harus mencari sesuatu" aku menatap Theo dengan wajah yang serius, pikiran ku mengarah ke ruang kantor ayahku, aku juga tidak tau kenapa mengarah kesana.
"aku akan menemanimu" Theo bangkit dan membantuku berdiri.
"tidak usah aku bisa sendiri"
"enggak, kau masih anak-anak" Theo memaksa membuatku mengiyakan saja.
"baiklah hanya saja bisa kah kau membuat pelindung di kamar ayahku?"
"bisa.." Theo tidak menolak permintaanku, dia seperti memisahkan dirinya dengan cloningan nya.
Aku berjalan masuk gedung yang ada tanda polisi, tanpa peduli terjerat hukuman atau tidak.
"cctv sudah tidak menyala, lebih tepatnya listrik padam" Theo berbicara sendiri sambil melihat sekitar.
Aku dan Theo menaiki tangga dengan wajah yang serius aku terus mencari, sampai pada akhirnya aku berdiri di ruangan kantor ayahku.
"harusnya ada di sini" aku ingin memegang gagang laci meja dan malah di tahan oleh Theo.
"pakai, sebelum kau di tuduh" Theo memberikanku sarung tangan karet dan aku langsung memakainya.
'Conor' aku melihat sebuah foto ayahku yang masih kecil dengan seorang pria yang lumayan muda, dan juga foto nenek waktu masih muda, aku masih befikir kemana nenek berada terakhir aku bertemu dengannya waktu usia 6 tahun itu pun pertama kali aku menginjak usia 6 tahun, ya..semoga dia baik-baik saja di sana, aku berharap seperti itu.
Aku membalik foto itu dan kaget dengan alamat rumah, aku langsung membawa foto itu.
"sudah menemukannya?"
"ya..ayo keluar dari sini" Aku bangkit dan menatap Theo dengan wajah yang lelah, aku baru ingat seharian aku belum makan jadinya perutku berbunyi nyarung.
"lapar?" Theo tertawa sedikit saat mendengar suara perutku.
"iya.."
"ya sudah, lagian kau pasti belum makan, kita ke manor Hashimoto saja" Theo membuka retakan dimensi sambil melepas sarung tangannya.
Aku memasuki retakan dimensi dan terlihat suasana manor Hashimoto yang sepi.
"haloo" terlihat orang yang berambut hitam dengan pinggiran merah menggunakan ikat kepala berwarna merah di keningnya.
"yoo..Neo" sapa Theo tampak akrab dengannya, kalo enggak salah dia Neo..Akakaze Neo, orang yang memang memiliki tingkah yang aneh awalnya aku mengira dia badboy tapi ternyata enggak dia orang yang cukup baik sebenarnya Cuma bukan orang yang mau serius dan selalu melakukan hal yang dia sukai, hanya saja jika dia serius dia kayak beda orang.
Aku jujur Neo kalo serius itu keliatan aneh mungkin karena bagi kita kata 'normal' yang cocok untuk Neo adalah 'tidak normal' jadi waktu kita menemukan kata 'normal' dalam perlilaku Neo maka itu aneh.