Chereads / LOVE IN TWO ERAS / Chapter 19 - Menyusuri Jejak yang Hilang

Chapter 19 - Menyusuri Jejak yang Hilang

Alia berdiri di depan gerbang tua yang terbuat dari besi berkarat, menatap sekeliling dengan pandangan yang penuh harap. Ia merasa seperti berada dalam perjalanan waktu, di tempat yang sama sekali berbeda dari kehidupannya yang biasa. Sebuah desa kecil di pedalaman, yang hampir terlupakan oleh waktu, berdiri di hadapannya. Di sinilah, dulu, Maya dan Johannes pernah melangkah bersama. Tempat ini adalah bagian dari kisah yang telah lama hilang, dan kini Alia berusaha untuk menemukannya kembali.

Beberapa hari sebelumnya, di ruang kerja yang penuh dengan buku dan peta, Alia menemukan sebuah petunjuk penting. Dalam salah satu surat yang ia temukan di arsip kuno, ada sebuah alamat yang menyebutkan sebuah desa yang terletak jauh di luar kota. Alia merasa ada yang menghubungkan dirinya dengan tempat ini, dan ia tahu bahwa ini adalah langkah terakhir yang harus diambil dalam pencariannya untuk mengungkap kisah Maya dan Johannes.

Dengan sepenuh hati, Alia memutuskan untuk melakukan perjalanan ini sendirian. Sebuah perjalanan yang bukan hanya untuk menemukan lebih banyak tentang masa lalu, tetapi juga untuk memahami dirinya sendiri. Ia merasa seolah-olah kisah Maya—wanita yang hidup di zaman kolonial—adalah cermin dari banyak perasaan yang ia sendiri alami: cinta yang terluka, kehilangan yang mendalam, dan perjalanan panjang mencari makna.

Di desa itu, setiap sudutnya memancarkan aura nostalgia. Rumah-rumah tua yang sebagian besar sudah tak berpenghuni, ladang-ladang yang terabaikan, dan pohon-pohon besar yang berakar dalam tanah—semuanya tampak seperti melawan waktu, berusaha tetap bertahan meskipun dunia di sekitarnya berubah. Namun, di balik kesunyian ini, Alia tahu bahwa ada kisah besar yang tersembunyi.

"Apakah kau mencarinya?" suara seorang wanita tua menyapa Alia. Suaranya lembut, namun penuh makna. Alia menoleh dan melihat seorang nenek-nenek berdiri di dekat sebuah rumah kecil dengan atap dari ijuk. Wajahnya tampak penuh dengan kebijaksanaan dan kerutan yang menunjukkan usia yang sangat panjang. Nenek itu tersenyum, namun ada sesuatu yang dalam di matanya, seolah dia tahu lebih banyak tentang masa lalu daripada yang ingin diketahui.

Alia mengangguk. "Saya mencari tempat yang disebutkan dalam sebuah surat. Dulu, ada sepasang kekasih yang pernah datang ke sini. Saya ingin tahu lebih banyak tentang mereka."

Wanita tua itu menghela napas, dan matanya yang redup seolah melamun jauh ke masa lalu. "Kau datang ke tempat yang tepat. Banyak orang sudah melupakan tempat ini, namun sejarahnya tak akan pernah hilang. Tempat ini menyimpan kenangan, dan kadang, kenangan itu kembali mengunjungi kita."

Alia merasa gugup namun tertarik. "Apa yang terjadi dengan mereka? Apa yang terjadi pada kisah mereka?"

Nenek itu memandang Alia dengan tajam, lalu mengajaknya masuk ke dalam rumah kecil yang sederhana. Di dalam, udara terasa lebih hangat, dan aroma rempah-rempah yang menguar memberi suasana yang damai. Nenek itu mengajak Alia duduk di kursi kayu yang usang, lalu mulai bercerita.

"Kisah tentang Maya dan Johannes sudah lama menjadi legenda di sini. Mereka adalah dua orang yang tak akan pernah bisa bersama, meskipun cinta mereka begitu kuat. Maya adalah seorang wanita dari keluarga pribumi yang terhormat, sementara Johannes adalah seorang pria Belanda yang bekerja di sini sebagai seorang pejabat kolonial. Seperti cinta yang sering kita lihat, cinta mereka penuh dengan penghalang," kata wanita itu, mengingat-ingat.

Alia mendengarkan dengan seksama. Ia sudah mengetahui beberapa bagian dari kisah ini, tetapi mendengar cerita dari orang yang benar-benar hidup di sekitar mereka memberi warna yang berbeda. "Maya dan Johannes… Mereka benar-benar jatuh cinta, bukan?"

"Ya," jawab wanita itu sambil mengangguk perlahan. "Namun, ada banyak hal yang memisahkan mereka. Sosial, budaya, dan perbedaan dunia yang mereka huni. Mereka sering bertemu di tempat ini, di pinggir desa, dekat dengan sungai yang mengalir. Itu adalah tempat yang mereka kenal baik. Di situlah mereka berbicara, tertawa, dan merencanakan masa depan yang tak akan pernah terwujud."

Alia menundukkan kepala, merasa hatinya tercekat. Tempat ini, sungai ini, tampaknya memiliki kisah yang berat untuk disampaikan. Bagaimana mungkin dua orang yang begitu berbeda bisa saling mencintai dengan tulus, namun terhalang oleh dunia yang tak ingin mereka bersatu?

"Apakah mereka… apakah mereka akhirnya berpisah?" tanya Alia dengan hati-hati.

Wanita tua itu memandang Alia dalam diam, seolah-olah bertanya-tanya apakah Alia siap mendengar jawabannya. "Mereka terpisah, ya. Johannes harus kembali ke Belanda. Sebuah keputusan yang dibuat oleh pihak-pihak yang lebih berkuasa daripada mereka. Mereka tidak bisa melawan takdir yang ditentukan oleh zaman mereka. Namun, sebelum pergi, Johannes memberikan sebuah cincin kepada Maya. Sebuah cincin yang melambangkan janji, meski mereka tahu itu hanya sebuah ilusi."

Alia merasakan perasaan yang mendalam ketika mendengar cerita itu. Ia membayangkan bagaimana Maya, dengan segala harapannya, harus menerima kenyataan pahit bahwa cinta sejatinya tidak akan pernah terwujud. Namun di balik kesedihan itu, ada kekuatan yang besar dalam dirinya untuk melanjutkan hidup, meskipun tanpa Johannes di sisinya.

Wanita itu lalu membawa Alia ke tepi sungai yang hanya berjarak beberapa langkah dari rumahnya. Tempat itu tenang, dengan air yang mengalir perlahan, seolah menyimpan rahasia yang tak akan pernah terungkap sepenuhnya. Di sini, Maya dan Johannes pernah berbicara tentang mimpi-mimpi mereka. Tempat ini, meski sepi, masih menyimpan kehangatan dari kisah cinta yang sudah lama hilang.

"Ini adalah tempat yang penuh dengan kenangan," kata wanita itu dengan suara serak. "Banyak yang datang ke sini untuk merasakan apa yang pernah mereka rasakan. Tetapi, seperti halnya cinta itu sendiri, waktu akan menghapus semua jejaknya. Hanya kenangan yang tersisa."

Alia menatap sungai dengan mata yang berkaca-kaca. Ia merasa seolah-olah ada sesuatu yang mengalir melalui dirinya, sebuah hubungan yang kuat dengan dua jiwa yang terpisah oleh zaman. Di sinilah mereka pernah berbagi impian, dan meskipun segalanya telah berakhir, kisah mereka tetap hidup di tempat ini.

Ia tahu, perjalanan ini bukan hanya tentang mencari tahu apa yang terjadi pada Maya dan Johannes, tetapi juga tentang menemukan sesuatu dalam dirinya sendiri. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sebuah kenyataan bahwa cinta sejati, meski terhalang oleh waktu dan keadaan, tetap hidup di dalam kenangan, di dalam hati mereka yang pernah merasakannya.

"Terima kasih," kata Alia pelan, menyadari bahwa ia telah menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar cerita cinta. Ia telah menemukan jembatan antara masa lalu dan masa kini, antara dua dunia yang pernah bertemu dan sekarang terpisah oleh waktu.

Wanita tua itu tersenyum lemah. "Kenangan, anakku, tak pernah hilang. Mereka akan selalu ada, bahkan ketika dunia ini berubah."