Alia berdiri di ambang pintu ruang kerjanya, menatap ke luar jendela ke langit senja yang mulai meredup. Udara sore itu terasa lebih sejuk dari biasanya, dan pikirannya dipenuhi dengan kenangan yang tak kunjung hilang. Beberapa minggu terakhir, ia telah menghabiskan waktu yang panjang menyelidiki jejak Maya dan Johannes. Setiap surat yang ia temukan, setiap barang peninggalan yang ia selidiki, semakin mendalam menghubungkannya dengan kisah cinta yang sudah lama terkubur oleh waktu.
Namun, meskipun ia telah mengetahui begitu banyak, ada satu hal yang masih mengganjal di benaknya: hubungan antara masa lalu dan masa kini. Ia merasa seolah-olah dunia Maya dan Johannes yang telah terpisah begitu lama kini hadir kembali dalam hidupnya. Tetapi, seberapa besar kisah cinta mereka mampu mempengaruhi kehidupan masa kini? Bagaimana dampaknya terhadap hidupnya sendiri, di tengah pergolakan dunia modern yang penuh dengan kebebasan, namun juga kebingungannya?
Alia menarik napas dalam-dalam dan melangkah menuju meja kerjanya. Di atas meja itu, sebuah buku tebal terbuka, berisi kumpulan surat-surat dan catatan yang ia temukan dari berbagai sumber. Beberapa di antaranya adalah tulisan tangan Maya, sementara yang lainnya adalah surat dari Johannes yang disampaikan melalui teman-teman mereka. Surat-surat itu, meskipun sudah pudar dan kusam, mengungkapkan kedalaman perasaan yang sulit untuk dipahami. Cinta mereka yang terhalang oleh banyak rintangan, keteguhan hati Maya yang memilih untuk menahan rasa sakit, dan harapan Johannes yang tak terwujud. Semuanya begitu hidup di dalam lembaran-lembaran itu.
Ketika Alia membuka kembali surat-surat itu, ia merasakan seolah-olah Maya sedang berbicara langsung kepadanya. Setiap kata yang tertulis seakan-akan menyampaikan pesan yang lebih dalam dari sekadar cerita cinta yang tragis. Ada sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang berbicara tentang perjuangan, kehilangan, dan penerimaan diri yang sulit didapatkan.
"Ternyata, cinta bisa mengubah segalanya," bisik Alia kepada dirinya sendiri, menyentuh surat yang ada di hadapannya. "Namun, terkadang, kita harus menerima kenyataan bahwa tidak semua cinta akan berakhir bahagia."
Pikirannya melayang kembali ke perjalanan panjang yang telah ia jalani—perjalanan untuk memahami kisah cinta yang bahkan tak pernah ia alami sendiri. Tetapi, meskipun ia tidak terlibat langsung dalam kisah Maya dan Johannes, ia merasa seolah-olah mereka telah mengajarinya sesuatu yang sangat berharga. Tentang arti kehilangan, tentang pengorbanan yang tak terucapkan, dan tentang bagaimana masa lalu selalu punya cara untuk menghubungkan diri kita dengan masa depan.
Alia mengambil satu surat yang berbeda dari yang lainnya. Surat itu bukan hanya berisi kata-kata dari Maya atau Johannes, tetapi juga dari seorang teman mereka yang menceritakan detik-detik terakhir perpisahan mereka. Teman itu menulis tentang bagaimana Maya duduk di bawah pohon besar di tepi sungai, menangis seharian penuh setelah Johannes pergi. Kata-kata dalam surat itu menggambarkan kedalaman perasaan yang sulit dijelaskan, tentang bagaimana cinta sejati bisa bertahan meskipun terhalang oleh batasan zaman dan ruang.
"Maya memilih untuk mencintai dengan cara yang berbeda," Alia berkata pelan, seolah mengkonfirmasi pemikirannya. "Dia memilih untuk mencintai dalam diam, dalam kenangan yang tak pernah terungkap."
Alia merasa terhubung dengan perasaan itu. Dalam hidupnya, ia juga pernah mengalami cinta yang terpendam. Cinta yang tidak pernah dapat ia ungkapkan sepenuhnya, karena alasan-alasan yang tak bisa dihindari—baik itu waktu, keadaan, atau bahkan ketakutan akan kehilangan. Seiring berjalannya waktu, ia mulai menyadari bahwa kadang-kadang, cinta yang tak terucapkan itulah yang paling bertahan lama. Kenangan yang tak pernah bisa dihapuskan oleh jarak atau waktu.
Saat malam tiba, Alia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kota. Ia ingin merenung lebih jauh tentang semua yang telah ia temukan. Hatinya terasa penuh, seolah ada sesuatu yang mengikat dirinya dengan masa lalu dan masa kini—sebuah ikatan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Di sebuah kafe yang ramai, Alia duduk sendirian, memandang secangkir kopi yang hampir habis. Sekitar meja, orang-orang sibuk dengan percakapan mereka sendiri, tetapi hatinya terasa begitu sepi. Ada sesuatu yang hilang—sesuatu yang masih belum ia temukan meskipun telah berusaha keras mencarinya. Mungkin itu adalah cinta sejati yang selama ini ia idamkan, atau mungkin itu adalah pemahaman tentang bagaimana hidup ini harus dijalani.
Sambil menatap keluar jendela, Alia berpikir tentang bagaimana dunia telah berubah begitu banyak sejak zaman Maya dan Johannes. Dulu, ketika mereka hidup, hubungan mereka harus tersembunyi dan penuh dengan pengorbanan. Cinta mereka hampir seperti sebuah pelanggaran terhadap norma-norma sosial yang ada. Namun sekarang, dunia begitu berbeda. Di dunia yang ia kenal sekarang, orang-orang bebas untuk mencintai siapa saja, tanpa harus takut pada perbedaan sosial atau budaya.
Tetapi di tengah kebebasan itu, ada sesuatu yang hilang—sesuatu yang dulu, di zaman Maya dan Johannes, begitu kuat. Cinta yang mendalam, yang tidak hanya mengutamakan diri sendiri, tetapi juga tentang pengorbanan. Cinta yang tak pernah berhenti, meskipun dunia terus berubah.
"Apakah cinta seperti itu masih ada?" Alia bertanya dalam hati. "Apakah cinta yang seperti itu bisa ditemukan lagi di dunia ini?"
Ia teringat kembali pada kisah Maya, yang memilih untuk menahan rasa sakitnya dan mengubur cintanya dalam kenangan. Ada sesuatu yang begitu mulia dalam pengorbanan itu, meskipun juga sangat tragis. Seiring berjalannya waktu, Alia mulai memahami bahwa cinta sejati tidak selalu tentang memiliki seseorang. Cinta sejati lebih tentang menghargai kenangan yang ada, tentang menerima kenyataan, dan tentang memberi tanpa mengharap kembali.
Sambil menulis di buku catatannya, Alia menuliskan sebuah kalimat yang kini terasa begitu jelas baginya: *Cinta sejati bukan tentang memiliki, tetapi tentang melepaskan dan membiarkan kenangan itu hidup dalam diri kita, meskipun waktu terus berlalu.*
Saat malam semakin larut, Alia merasa ada kedamaian yang baru mulai memasuki hatinya. Ia mungkin tidak bisa mengubah masa lalu, atau menyatukan kembali Maya dan Johannes yang terpisah oleh waktu. Tetapi, ia telah menemukan sesuatu yang lebih berharga—pemahaman tentang cinta, tentang bagaimana sejarah, kenangan, dan perasaan bisa menghubungkan dua dunia yang terpisah oleh jarak dan waktu.
Dengan perasaan yang lebih ringan, Alia menutup buku catatannya. Ia tahu bahwa kisah Maya dan Johannes, meskipun telah berlalu, akan terus hidup di dalam dirinya—dan ia siap untuk melangkah maju, membawa kenangan itu dalam setiap keputusan yang ia buat, dalam setiap cinta yang ia temui di masa depan.
Sejarah memang tak bisa diubah, tetapi kita bisa membiarkan masa lalu itu memberi pelajaran untuk hidup kita yang sekarang. Dan di dalam pelajaran itu, cinta sejati akan selalu ditemukan, meskipun dalam cara yang berbeda-beda.