Alia berdiri di tengah ruangan yang dipenuhi dengan barang-barang antik. Lampu sorot yang lembut menerangi meja kayu tua yang penuh dengan berbagai artefak, namun matanya tertuju pada sebuah benda yang lebih menarik perhatian—sebuah kotak kayu kecil dengan ukiran halus di permukaannya. Kotak itu ditemukan di salah satu sudut situs arkeologi yang baru-baru ini dia gali bersama timnya. Sebuah tempat yang dulunya merupakan rumah bagi orang-orang yang hidup di bawah pemerintahan kolonial Belanda, jauh di dalam hutan Sumatera.
Pagi itu, Alia sedang menjelajahi tumpukan barang yang diserahkan kepada timnya oleh pihak museum, yang baru saja menyelesaikan penggalian situs tersebut. Kotak itu, yang tampak sudah usang dan tertutup debu, adalah salah satu barang yang paling menarik perhatian Alia. Ia membuka kotak itu perlahan, merasa seolah-olah dia membuka jendela ke dalam masa lalu. Begitu tutupnya terbuka, sebuah surat dengan tulisan tangan yang rapi dan penuh perhatian terlihat di dalamnya, bersama dengan beberapa foto hitam putih. Alia merasakan sesuatu yang menggetarkan dalam dirinya, meskipun dia tidak tahu kenapa.
Surat itu sangat tua, dengan tepi-tepi yang sedikit terkelupas, namun tulisan di atasnya masih terlihat jelas. Alia merasa seolah-olah surat itu ditulis baru kemarin, begitu personal dan penuh emosi. Dia membaca dengan hati-hati.
"Maya, kekasihku,
Jika kamu membaca surat ini, mungkin kita sudah berada jauh di tempat yang berbeda. Aku tidak tahu kapan aku bisa kembali kepadamu. Setiap kali aku memikirkanmu, hatiku terasa berat. Dunia ini terlalu besar, terlalu penuh dengan pembatas antara kita—namun perasaan ini tak pernah pudar, tak akan pernah hilang.
Aku berjanji, aku akan kembali untukmu. Cinta kita adalah sebuah kenangan yang akan aku bawa selamanya.
Dengan cinta,
Johannes."
Alia meletakkan surat itu kembali ke dalam kotaknya dengan perlahan, merasakan sesuatu yang jauh lebih dalam daripada sekadar rasa ingin tahu. Nama Maya dan Johannes bergema dalam pikirannya. Maya—seorang wanita pribumi Indonesia yang hidup di masa penjajahan Belanda—dan Johannes, seorang pria Belanda yang bekerja di perkebunan teh di daerah ini. Apa yang menghubungkan mereka? Mengapa surat ini begitu menyentuh, begitu penuh dengan kerinduan dan harapan yang tak terwujud?
Di luar ruangan, suara langkah kaki tim arkeologi terdengar mendekat. Kepala arkeolog, Pak Wira, masuk sambil membawa setumpuk dokumen baru. Dia melihat Alia sedang duduk termenung dengan kotak kecil di tangannya, wajahnya tampak serius.
"Alia, kamu menemukan sesuatu?" tanya Pak Wira sambil tersenyum, mencoba menilai suasana hati Alia.
"Ini..." Alia berkata pelan, menunjukkan surat dan foto yang ditemukan di dalam kotak. "Ini surat yang ditulis oleh seseorang bernama Johannes untuk seorang wanita bernama Maya. Mereka sepertinya memiliki kisah yang luar biasa. Aku merasa... ada sesuatu yang lebih dalam di balik ini."
Pak Wira mendekat, melihat surat tersebut dan mengangkat alis. "Ini menarik. Kamu tahu, ini bisa jadi penemuan penting. Kita harus mengungkap siapa mereka sebenarnya."
Alia mengangguk, menatap surat itu dengan penuh pemikiran. Sebagai seorang arkeolog, dia selalu tertarik dengan cerita-cerita masa lalu yang tersembunyi dalam lapisan sejarah. Namun, kali ini, ada sesuatu yang lebih pribadi, sesuatu yang lebih manusiawi dari sekadar potongan-potongan artefak yang ditemukan di tanah. Ada sesuatu yang membuat hatinya terhubung dengan kisah ini, meskipun dia belum sepenuhnya mengerti apa itu.
Pak Wira menepuk bahunya. "Jangan terlalu banyak berpikir, Alia. Kita akan lanjutkan pencarian ini. Setiap petunjuk membawa kita lebih dekat pada jawaban."
Namun, meskipun kata-kata Pak Wira mengingatkan Alia pada tugasnya sebagai arkeolog, hatinya tak bisa berhenti berpikir tentang surat itu. Ia ingin tahu lebih banyak—tentang Maya, tentang Johannes, tentang dunia yang mereka tinggali, dan bagaimana cinta mereka bisa bertahan di tengah-tengah rintangan sosial dan politik yang begitu besar.
Setelah beberapa saat, Alia memutuskan untuk mencari lebih banyak petunjuk. Dengan hati yang penuh tekad, ia menghabiskan waktu berhari-hari untuk menyelidiki lebih jauh tentang siapa sebenarnya Maya dan Johannes. Dari dokumen-dokumen yang ditemukan di situs tersebut, ia berhasil mengungkap sedikit demi sedikit latar belakang pasangan itu.
Maya, yang berasal dari keluarga pribumi Indonesia, adalah seorang wanita yang tinggal di sekitar perkebunan teh yang dikelola oleh Belanda. Ia berasal dari keluarga yang cukup terhormat, namun hidup di bawah bayang-bayang penjajahan. Johannes, seorang pria Belanda yang bekerja di perkebunan, awalnya hanya berinteraksi dengan Maya dalam kapasitas profesional. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan mereka tumbuh, meskipun mereka tahu bahwa hubungan mereka tidak mungkin diterima oleh masyarakat pada masa itu.
Alia merasa semakin terhubung dengan mereka. Ia bisa merasakan ketegangan yang dirasakan Maya dan Johannes, bagaimana mereka harus bersembunyi dan merahasiakan hubungan mereka dari mata orang-orang yang memandang rendah cinta mereka. Alia mulai merenung tentang hubungan yang ia sendiri jalani. Apakah cinta sejati selalu berjuang melawan hambatan-hambatan besar dalam kehidupan?
Semakin banyak yang Alia pelajari tentang Maya dan Johannes, semakin ia merasa bahwa kisah mereka lebih dari sekadar cerita cinta. Itu adalah perjuangan hidup, keteguhan hati dalam menghadapi dunia yang penuh ketidakadilan. Di tengah dunia yang memisahkan mereka, mereka berdua mencoba menemukan cara untuk bersama—meskipun mereka tahu betul bahwa dunia mereka tidak akan pernah menerima cinta mereka.
Suatu malam, setelah beberapa minggu menyelidiki lebih lanjut tentang kehidupan mereka, Alia duduk di meja kerjanya. Di depan laptop, dia mulai mengetik laporan tentang temuan-temuannya. Namun, pikirannya kembali melayang ke surat itu—surat yang ditulis Johannes untuk Maya. Cinta mereka yang tak terwujud membuat Alia bertanya-tanya tentang dirinya sendiri. Apa artinya cinta dalam hidupnya? Apa yang dia relakan untuk seseorang yang begitu berarti? Seberapa besar cinta yang sanggup dia perjuangkan, jika harus menghadapi rintangan yang serupa?
Alia merenung lebih lama. Maya dan Johannes, meskipun hidup di zaman yang berbeda, di dunia yang jauh berbeda, memiliki kisah yang sama seperti banyak orang di masa kini—cinta yang harus berjuang melawan dunia yang keras. Dalam hatinya, Alia mulai merasa bahwa kisah mereka tidak hanya sekadar sebuah penemuan arkeologi, tetapi juga sebuah cermin yang memantulkan kembali perjuangan cinta dalam kehidupan modern.
Dengan penuh tekad, Alia melanjutkan penelusurannya. Ia berjanji untuk membawa kisah cinta Maya dan Johannes ke permukaan, agar dunia tahu bahwa cinta sejati, meskipun terhalang oleh waktu dan ruang, akan tetap hidup di hati mereka yang memperjuangkannya.
Dan dengan itu, kisah cinta mereka, yang dimulai di sebuah masa yang jauh dan penuh tantangan, akhirnya menemukan jalannya kembali ke dunia ini.