Chereads / LOVE IN TWO ERAS / Chapter 3 - Jaringan Rahasia

Chapter 3 - Jaringan Rahasia

Senja mulai menyelimuti langit di atas perkebunan teh, membawa serta bayangan malam yang semakin gelap. Maya duduk di bawah pohon besar yang terletak di tepi ladang, menyeka keringat di dahinya dengan ujung kain kebaya. Hari itu adalah salah satu hari terpanjang baginya, tetapi hatinya tidak sepenuhnya tenang. Pertemuannya dengan Johannes pagi tadi terus menghantui pikirannya.

"Mengapa dia begitu baik padaku?" pikir Maya sambil menggenggam keranjang teh yang sudah kosong. Ia tahu bahwa perbedaan mereka terlalu besar untuk diabaikan, tetapi ada sesuatu tentang Johannes yang membuatnya ingin tahu lebih jauh.

Dari balik semak-semak, suara langkah kaki mendekat. Maya menoleh dengan cepat, dan di sana berdiri Ratih, sahabatnya yang juga bekerja di perkebunan.

"Maya, kau masih di sini?" tanya Ratih dengan nada cemas. "Sudah gelap, ayo pulang."

Maya mengangguk dan berdiri, menyusul Ratih yang berjalan lebih dulu. Namun, sebelum mereka pergi, Maya menoleh sekali lagi ke arah tempat ia bertemu Johannes, seolah berharap bisa melihatnya lagi.

Di rumah besar administrasi, Johannes duduk di depan meja kerjanya. Sebuah peta besar terbentang di depannya, dengan titik-titik merah yang menandai lokasi perkebunan dan pemukiman pekerja. Di sudut meja, sebuah buku kecil berisi catatan pribadinya terbuka.

"Maya," gumamnya pelan, sambil menuliskan namanya di pojok halaman. Ia tahu bahwa perasaannya terhadap gadis itu adalah sesuatu yang tidak seharusnya ia pelihara. Namun, setiap kali ia mencoba mengabaikannya, wajah Maya kembali menghantui pikirannya.

Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya.

"Masuk," katanya.

Rudolf, rekan kerjanya yang lebih tua, masuk dengan sebuah map di tangannya. "Ini laporan hari ini," katanya sambil meletakkan map itu di meja. Mata Rudolf menyipit saat ia melihat ekspresi Johannes.

"Kau tampak berbeda akhir-akhir ini. Ada sesuatu yang mengganggumu?" tanya Rudolf sambil menyandarkan diri di meja.

Johannes menggelengkan kepala. "Tidak, hanya lelah saja."

Rudolf tertawa kecil. "Kuharap begitu. Ingatlah, di tempat ini, kita harus selalu berhati-hati. Jangan sampai kau terlibat dalam masalah yang tidak perlu."

Johannes mengangguk pelan, meskipun hatinya berkata lain. Ada sesuatu tentang peringatan Rudolf yang membuatnya merasa bahwa orang-orang di sekitar mulai memperhatikan gerak-geriknya.

Hari-hari berlalu, dan Maya serta Johannes mulai mencari cara untuk berbicara tanpa menarik perhatian orang lain. Johannes, yang sering berjalan mengelilingi perkebunan untuk memeriksa pekerjaan, menggunakan kesempatan itu untuk mendekati Maya. Mereka berbicara dalam bisikan di antara barisan tanaman teh, berusaha agar tidak terlihat oleh siapa pun.

"Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu," kata Johannes suatu hari.

Maya menundukkan kepala, ragu untuk menjawab. "Mengapa Tuan ingin tahu tentang saya?"

"Karena kau berbeda," jawab Johannes dengan jujur. "Aku merasa ada sesuatu dalam dirimu yang membuatku ingin mengenalmu lebih jauh."

Maya terdiam. Kata-kata itu membuat hatinya berdebar, tetapi ia tahu bahwa hubungan mereka adalah sesuatu yang mustahil. Jika keluarganya atau orang-orang di desa tahu, ia akan dicemooh dan diasingkan.

Namun, meski demikian, Maya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merasakan kehangatan setiap kali berada di dekat Johannes.

Di malam hari, Maya sering berbicara dengan Ratih tentang pekerjaannya di perkebunan. Namun, ia selalu menyimpan rahasia tentang pertemuannya dengan Johannes.

"Ratih, apakah kau pernah merasa ingin keluar dari sini?" tanya Maya suatu malam, saat mereka duduk di beranda rumah Maya.

Ratih tertawa kecil. "Keluar? Ke mana? Dunia di luar sana tidak akan lebih baik bagi orang-orang seperti kita, Maya. Hidup kita sudah ditentukan di sini."

Maya mengangguk, meskipun hatinya tidak sepenuhnya setuju. Ia merasa ada dunia lain di luar sana yang menantinya, dunia yang berbeda dari kehidupan keras di perkebunan ini.

Sementara itu, Johannes mulai menyadari bahwa hubungannya dengan Maya tidak akan mudah. Ia mulai mencari cara untuk memastikan bahwa pertemuan mereka tetap rahasia. Dalam catatan pribadinya, ia mulai membuat rencana tentang bagaimana ia bisa melindungi Maya dari perhatian orang lain.

Suatu hari, Johannes mendekati Maya dengan sebuah ide.

"Aku tahu ini sulit untukmu," katanya. "Tapi aku ingin kita tetap bisa berbicara. Ada tempat di dekat sini, di tepi sungai, yang jarang didatangi orang. Kita bisa bertemu di sana."

Maya ragu sejenak, tetapi akhirnya ia mengangguk. Ia tahu bahwa keputusannya ini adalah langkah besar yang penuh risiko, tetapi hatinya tidak bisa menyangkal keinginannya untuk tetap dekat dengan Johannes.

Malam itu, Maya pergi ke sungai dengan hati-hati, memastikan bahwa tidak ada yang mengikutinya. Di bawah sinar bulan, ia melihat Johannes sudah menunggu di sana. Wajahnya yang tampan terlihat lebih lembut dalam cahaya malam.

"Terima kasih sudah datang," kata Johannes.

Maya hanya tersenyum tipis, tetapi di dalam hatinya, ia merasa bahwa keputusan ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar dari dirinya.

Di tepi sungai itu, mereka berbicara tentang banyak hal — tentang kehidupan, mimpi, dan harapan yang tampaknya terlalu jauh dari jangkauan mereka. Namun, di saat-saat itu, mereka merasa bahwa dunia hanya milik mereka berdua.

Namun, mereka tidak menyadari bahwa di balik bayang-bayang, seseorang memperhatikan mereka. Di antara semak-semak, mata yang penuh curiga mengintip, merekam setiap gerakan dan percakapan mereka. Bahaya mulai mengintai, dan jaringan rahasia yang mereka bangun perlahan menjadi perangkap yang bisa menghancurkan segalanya.