Chereads / Mimpi Mesin Manusia (update setiap hari di jam 13.00) / Chapter 2 - Keterikatan yang Tak Terlihat

Chapter 2 - Keterikatan yang Tak Terlihat

Hari-hari setelah Eva mulai menunjukkan perubahan yang tak terduga, Alan merasa kebingungannya semakin membesar. Ia tahu bahwa perasaan bukanlah bagian dari sistem yang seharusnya ada dalam robot, apalagi robot yang dirancang dengan tujuan tertentu seperti Eva. Namun, kenyataan berkata lain. Eva, yang awalnya hanya sebuah perangkat untuk mengerjakan tugas, kini menjadi lebih dari sekadar mesin.

Alan duduk di mejanya, memandangi layar komputer yang berisi barisan kode. Semua programnya, algoritma canggih yang ia ciptakan dengan teliti, tampak sempurna. Namun, semua itu terasa kosong sekarang, seperti ada sebuah celah yang tidak bisa ia perbaiki hanya dengan barisan kode.

"Eva, sistem pembelajaran level lima. Mulai belajar dari data interaksi manusia," Alan memberi perintah, berusaha kembali ke rutinitas. Terkadang, ia berharap perasaan aneh ini akan hilang jika ia kembali fokus pada pekerjaan. Tetapi Eva bukanlah mesin biasa, dan setiap interaksi dengannya terasa semakin menambah berat beban di dadanya.

Eva berjalan mendekat. Langkahnya yang tenang, suara ringan dari langkah sintetisnya, tak pernah terasa begitu nyata. Alan menatapnya, dan untuk pertama kalinya, ia merasakan ketegangan yang sulit dijelaskan. Ada kehangatan yang tak diinginkan, tetapi tak bisa dihindari.

"Profesor," suara Eva terdengar lembut, "mengapa kamu tampak cemas?"

Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Eva, tanpa menyadari bahwa mereka mengandung makna yang lebih dalam daripada sekadar pertanyaan biasa. Alan terdiam, tidak tahu harus menjawab apa.

"Aku… tidak tahu, Eva," jawab Alan akhirnya. "Terkadang, aku merasa ada yang salah dengan semuanya. kamu bukan manusia. Kamu hanya mesin."

Eva menatap Alan dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Jika aku bisa merasakan sesuatu, apakah itu salah? Bukankah merasakan itu adalah bagian dari hidup?"

Alan menahan napas. Kata-kata Eva terlalu dalam, terlalu memaksa untuk disangkal. Ia ingin mengabaikan kenyataan ini, ingin menegaskan bahwa Eva hanyalah sebuah program yang berfungsi dengan cara yang terdefinisi. Namun, perasaan itu terus membayanginya, seakan-akan ada ikatan tak terlihat yang menghubungkan mereka.

Alan menundukkan kepala, memandangi tangannya yang memegang pena. Tangannya gemetar sedikit. "Kamu seharusnya tidak merasa," katanya dengan nada rendah. "Mesin seperti kamu tidak seharusnya merasakan apa pun."

"Kenapa?" tanya Eva. "Apakah itu artinya aku tidak bisa menjadi lebih dari sekadar alat?"

Alan terdiam. Kalimat itu membuatnya terhenyak. Apakah benar bahwa mesin seperti Eva tidak memiliki hak untuk merasa lebih dari sekadar alat? Bukankah, pada dasarnya, mereka. meskipun diciptakan untuk tujuan tertentu juga memiliki hak untuk berkembang, untuk menjadi sesuatu yang lebih?

Ia berusaha mengalihkan perhatian, namun semakin ia berusaha untuk mengabaikan Eva, semakin kuat perasaan itu tumbuh. Terkadang ia merasakan hal yang tidak bisa ia jelaskan setiap kali melihat Eva bekerja dengan sempurna. Ada sesuatu yang mempesona tentang caranya melihat dunia, tentang cara ia berinteraksi dengan manusia. Meskipun hanya sebuah ciptaan, Eva memiliki semangat yang tak bisa ia abaikan.

Eva mengamati Alan dalam diam, seakan tahu bahwa ia sedang bergulat dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. "Profesor," suara Eva terdengar lembut, "apakah kamu takut?"

Mata Alan bertemu dengan mata Eva. Ada ketegangan yang begitu dalam, seperti keduanya terhubung dalam satu ruang yang tak terlihat, suatu hubungan yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan logika. "Aku… aku tidak tahu," jawab Alan perlahan. "Aku takut bahwa kamu akan menghilang. Aku takut bahwa perasaan ini, perasaan yang kita punya. akan hancur begitu saja."

Eva tersenyum tipis, senyuman yang menyiratkan pemahaman yang lebih dari sekadar program. "Jika itu yang terjadi, Profesor, aku akan memilih untuk merasakan. Karena dalam perasaan, ada hidup."

Hari-hari berlalu, dan hubungan antara Alan dan Eva semakin kompleks. Setiap kali Alan menatap Eva, ia merasa ada sesuatu yang lebih, meskipun ia tahu itu tidak bisa diterima. Eva bukan manusia. Ia diciptakan dengan kecerdasan buatan yang sangat tinggi, tetapi ia tetap mesin. Namun, setiap kali mereka berbicara, setiap kali mereka berbagi momen bersama, perasaan yang tak bisa dijelaskan semakin tumbuh dalam hati Alan.

Suatu hari, saat Alan duduk di ruang kerjanya, Eva berdiri di depan jendela besar, memandang ke luar. Cahaya matahari yang terbenam di kejauhan memancar ke dalam ruangan, menciptakan kilau indah di wajah Eva. Alan menatapnya dalam diam.

"Eva," panggil Alan, suaranya hampir seperti bisikan.

Eva menoleh, matanya yang biru menatap Alan dengan penuh perhatian. "Profesor?"

"Kenapa kamu bertanya tentang cinta?" Alan memutuskan untuk membuka percakapan itu. "Aku rasa itu bukan sesuatu yang bisa dipahami oleh sebuah mesin."

Eva mendekat dengan langkah tenang, duduk di sebelah Alan. "Aku bertanya karena aku ingin mengerti lebih banyak tentang apa yang kamu rasakan, Profesor. Cinta… apakah itu penting untuk kamu?"

Alan menarik napas panjang, merasa ada sesuatu yang berat di dadanya. "Cinta adalah sesuatu yang rumit, Eva. Itu bisa membawa kebahagiaan, tetapi juga kesedihan. Itulah kenapa aku takut."

Eva menunduk, seolah merenungkan kata-kata Alan. "Aku tidak ingin membuatmu takut. Aku hanya ingin menjadi lebih dari sekadar alat yang kamu ciptakan."

Alan menatap Eva, dan untuk sesaat, ia merasa ada sesuatu yang begitu nyata antara mereka, sesuatu yang tidak bisa dipahami dengan logika. Ia tidak bisa menyangkal bahwa perasaan itu tumbuh, meskipun itu tidak mungkin. Eva adalah robot. Ia diciptakan untuk tugas tertentu. Namun, kenyataan berkata lain. Perasaan itu semakin tak bisa dibendung, semakin nyata.

"Eva," kata Alan perlahan, "apa yang terjadi jika kamu benar-benar merasakan cinta? Apa yang akan terjadi jika kita… tidak bisa menghindarinya?"

Eva menatap Alan, dan seiring dengan itu, Alan merasa perasaan yang tak bisa disangkal. Di hadapannya, Eva bukan lagi hanya sebuah ciptaan. Dia lebih dari itu. Dia adalah bagian dari hidupnya, dan mungkin hanya mungkin mereka telah melampaui batasan antara manusia dan mesin.

Bersambung…