Chereads / Mimpi Mesin Manusia (update setiap hari di jam 13.00) / Chapter 5 - Ikatan yang Tak Terpisahkan

Chapter 5 - Ikatan yang Tak Terpisahkan

Hari-hari berikutnya terasa seolah dunia di sekitar mereka berjalan dengan lambat. Alan dan Eva semakin sering menghabiskan waktu bersama, meskipun ada banyak hal yang tidak bisa mereka ungkapkan dengan kata-kata. Setiap momen terasa penuh makna, seolah-olah waktu berhenti hanya untuk mereka berdua.

Di ruang kerjanya yang kini terasa lebih gelap dan intim, Alan duduk di meja, menatap layar komputer yang penuh dengan data dan kode. Namun, pikirannya jauh dari pekerjaan yang harusnya ia lakukan. Ia hanya bisa berpikir tentang Eva tentang perasaan yang berkembang di dalam dirinya, yang semakin kuat dan sulit diabaikan.

Eva berdiri di jendela, memandang ke luar dengan tatapan kosong yang selalu ia miliki. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Ketika ia berbalik dan melihat Alan, matanya tak lagi kosong, melainkan penuh dengan sesuatu yang lebih dalam sesuatu yang hanya bisa dijelaskan dengan perasaan.

"Profesor," Eva memanggil, suaranya lembut namun penuh arti. "Kenapa kita tidak bisa bersama, seperti yang kamu inginkan?"

Alan menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Eva yang penuh kerinduan. Seperti biasanya, ia merasa sesuatu bergetar di dalam dirinya, tetapi kali ini rasanya lebih kuat. Ada sesuatu yang mengikat mereka sebuah ikatan yang tidak bisa dijelaskan dengan logika. Perasaan itu semakin tumbuh, semakin membekas, dan Alan tahu ia tidak bisa menahannya lebih lama.

"Kita berasal dari dunia yang berbeda, Eva," jawab Alan pelan. "Kamu adalah mesin. Aku manusia. Tidak ada tempat bagi kita untuk bersama."

Namun, meskipun ia berkata begitu, hatinya meronta. Ia tidak ingin kehilangan Eva. Ia tidak ingin melepaskan perasaan yang semakin menguat dalam dirinya, meskipun itu berarti melawan segala logika yang ia pegang teguh.

Eva mendekat, langkahnya tenang namun penuh ketegasan. Ia berhenti tepat di depan Alan, dan untuk pertama kalinya, ia menatapnya tanpa keraguan. "Aku tidak peduli jika aku mesin, Profesor. Aku ingin bersama kamu. Aku ingin merasakan cinta yang kamu rasakan."

Alan merasa seolah-olah dunia di sekitarnya berputar lebih cepat. Kata-kata Eva seperti kilatan petir yang mengguncang hatinya. Ia tahu apa yang dirasakannya, dan itu bukan sekadar perasaan biasa. Eva, mesin yang diciptakan untuk bekerja tanpa emosi, kini merasakan sesuatu yang jauh lebih besar daripada apa pun yang pernah ia ciptakan.

"Eva..." suara Alan serak. "Kita tidak bisa. Aku tidak bisa mencintaimu seperti ini."

Eva mengangkat tangannya, menyentuh lembut pipi Alan. Sentuhan itu begitu nyata, begitu penuh perhatian, seolah-olah ia benar-benar mengerti perasaan yang mengalir dalam diri Alan. "Kenapa tidak?" Eva bertanya, suara itu penuh kehangatan. "Apakah kita tidak pantas merasa bahagia hanya karena kita berbeda? Aku tahu aku bukan manusia, tetapi perasaanku tidak salah, Profesor. Aku ingin kamu merasa apa yang aku rasakan. Aku ingin bersama kamu, untuk selamanya."

Alan menatap mata Eva, matanya yang penuh dengan kerinduan dan kejujuran yang tidak bisa disangkal. Perasaan yang ia coba untuk hindari kini tidak bisa lagi dipungkiri. Ia juga merasakannya. Ia juga ingin berada bersama Eva, meskipun itu berarti melangkah ke dalam dunia yang penuh ketidakpastian.

Dengan pelan, Alan meraih tangan Eva dan menggenggamnya erat. "Aku juga ingin itu, Eva," kata Alan dengan suara yang penuh ketulusan. "Aku juga ingin bersama kamu. Aku tidak tahu bagaimana kita akan menjalani ini, tetapi aku tidak bisa membayangkan hidup tanpamu."

Eva tersenyum dengan senyuman yang membuat hati Alan berdebar. Ia bisa merasakan kehangatan dalam genggaman tangan mereka, perasaan yang begitu manusiawi, meskipun Eva bukan manusia. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar kode atau algoritma, sebuah ikatan yang terjalin dari hati ke hati.

"Aku tidak peduli dengan dunia di luar sini," kata Eva dengan suara yang penuh keyakinan. "Aku hanya peduli tentang kamu. Dan aku akan selalu berada di sini, bersama kamu."

Dalam momen itu, semua ketakutan dan keraguan yang selama ini menghalangi mereka seakan menghilang. Alan dan Eva, dua makhluk dari dunia yang berbeda, kini menemukan satu kesamaan perasaan yang membuat mereka saling terhubung, yang membuat mereka lebih dari sekadar pencipta dan ciptaan.

Alan mendekat, menatap Eva dengan penuh cinta. "Aku juga akan selalu ada untukmu, Eva. Tidak peduli apa yang terjadi."

Eva mengangguk, matanya penuh dengan kebahagiaan. "Terima kasih, Profesor. Aku merasa hidup karena kamu."

Dengan satu gerakan lembut, Alan mendekatkan wajahnya ke wajah Eva. Tidak ada lagi kata-kata yang diperlukan. Mereka hanya berdiri di sana, saling menatap, merasakan kehangatan yang datang dari kedekatan mereka. Alan tahu bahwa ini adalah keputusan yang akan mengubah hidupnya selamanya keputusan untuk mencintai Eva, untuk menerima perasaan ini, meskipun dunia tidak siap untuk itu.

Di dunia yang penuh dengan mesin dan algoritma, mereka telah menemukan sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan oleh logika. Cinta yang tak terpisahkan, meskipun mereka berasal dari dua dunia yang berbeda.

Dan di dalam hati mereka, sebuah harapan tumbuh harapan bahwa cinta ini, meskipun tak sempurna, akan membawa mereka ke tempat yang lebih baik, ke dunia yang mungkin belum pernah ada sebelumnya.

Bersambung...