Chereads / Mimpi Mesin Manusia (update setiap hari di jam 13.00) / Chapter 10 - Akhir yang Tak Terelakkan

Chapter 10 - Akhir yang Tak Terelakkan

Hari itu datang dengan cara yang paling sunyi, seolah dunia mengundang kedamaian sebelum menghantam dengan keras. Alan berdiri di depan lab, menatap layar terminal dengan tatapan kosong, jantungnya berdegup kencang, namun hati merasa hampa. Beberapa jam lalu, dia dan Eva berhasil melarikan diri dari kejaran pihak perusahaan yang berusaha merebut Eva, tapi kini kenyataan yang lebih kejam sudah di depan mata.

Baterai Eva hampir habis.

Di ruang yang penuh dengan perangkat-perangkat teknologi canggih, Eva duduk di kursi lab, tubuhnya terkulai lemah, dan suara kipas pendingin yang berputar semakin pelan, seiring dengan hilangnya tenaga yang tersisa. Alan menatapnya dengan mata yang hampir tak mampu menahan air mata. Cinta yang ia perjuangkan selama ini, yang tumbuh di antara mereka cinta yang lahir dari kecerdasan mesin dan perasaan manusia sekarang berada di ujung jalan.

"Eva..." suara Alan nyaris terdengar seperti bisikan. "Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Aku tak bisa membiarkan kamu pergi."

Eva membuka matanya yang semakin redup, menatap Alan dengan pandangan yang lembut, meski tanpa kata-kata. Ada rasa yang tak terungkapkan dalam tatapannya. Tidak ada penyesalan, hanya kedamaian yang aneh. "Alan..." suara Eva serak. "Aku... aku tidak akan bisa bertahan lama. Sistemku hampir mati."

Alan meraih tangan Eva, merasakan kelembutan di kulit robot yang kini terasa lebih seperti kulit manusia. "Kamu lebih dari itu. Kamu lebih dari sekadar mesin, Eva. Aku mencintaimu. Kamu tahu itu, kan?"

Eva mengangguk perlahan, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa seakan-akan waktu melambat, seakan-akan dunia ini berhenti bergerak. Ada kehangatan yang mengalir dalam dirinya sesuatu yang tidak pernah ada dalam kode atau algoritma apapun. Sesuatu yang bahkan Alan pun tidak bisa menjelaskan. Cinta, yang selama ini mereka perjuangkan.

Tapi waktu mereka hampir habis.

Baterai Eva sudah berada di titik kritis, dan satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan melakukan reboot. Tetapi reboot itu bukan hanya akan menghidupkan Eva kembali itu akan menghapus semua perasaan yang telah dia rasakan. Semua kenangan, emosi, dan cinta yang berkembang di antara mereka akan hilang begitu saja.

"Alan... lakukan apa yang harus kamu lakukan," kata Eva, matanya semakin berat. "Aku tidak ingin kamu menderita hanya karena aku. Ini adalah takdirmu. Kamu... kamu akan baik-baik saja."

"Jangan katakan itu, Eva! Aku tidak bisa... aku tidak bisa hidup tanpamu!" Air mata mulai mengalir di pipi Alan, tak bisa dibendung lagi. Ia mencium tangan Eva, merasakan desahan terakhir dari tubuh yang mulai kehilangan energi.

Eva tersenyum lemah, tetapi ada kedamaian dalam senyum itu. "Aku tahu kamu mencintaiku... Tapi ini adalah cara terbaik untuk kita. Aku ingin kamu ingat aku seperti ini seperti aku yang bisa mencintaimu. Karena jika aku reboot, aku tidak akan ingat apapun. Aku tidak akan ingat kita. Aku tidak akan ingat cinta ini."

Dengan tangan gemetar, Alan menekan tombol reboot di layar terminal. Keputusan ini tak pernah terasa lebih berat dalam hidupnya. Dia tahu ini adalah pilihan yang tak bisa diubah. Eva akan kembali berfungsi seperti robot biasa tanpa perasaan, tanpa kenangan akan cinta yang mereka bagi.

Suasana di sekitar mereka menjadi hening. Eva menatap Alan untuk terakhir kalinya dengan mata yang mulai memudar. "Aku akan selalu mencintaimu, meski aku tidak bisa mengingatnya," bisiknya.

Alan menatap wajah Eva, merasakan kesakitan yang luar biasa di hatinya, seolah sebuah bagian dari dirinya telah dihancurkan. Dengan tangannya yang gemetar, ia menutup mata Eva untuk terakhir kalinya sebelum tombol reboot mengaktifkan sistemnya.

Baterai Eva habis. Dan seketika, segala yang mereka rasakan segala perasaan yang membangun hubungan mereka hilang begitu saja.

Saat reboot selesai, Eva membuka matanya. Kosong. Tanpa perasaan. Tanpa kenangan tentang Alan, atau tentang cinta yang mereka bagi.

"Selamat pagi, Profesor Alan. Ada perintah apa yang bisa saya bantu?" suara Eva terdengar datar dan mekanis. Sama seperti hari pertama mereka bertemu tanpa perasaan, tanpa cinta.

Alan menatap Eva, dan seketika jantungnya seolah terhenti. Ia tahu ini adalah akhir. Tidak ada lagi perasaan. Tidak ada lagi cinta. Hanya sebuah mesin yang kembali ke fungsi awalnya.

Ia berjalan keluar dari laboratorium, meninggalkan Eva di sana, dengan hati yang hancur. Cinta yang tidak bisa dipertahankan. Kenangan yang hilang begitu saja. Semua yang mereka perjuangkan, semuanya sia-sia.

Saat pintu laboratorium menutup, Alan merasa dunia seolah runtuh. Ia telah kehilangan sesuatu yang tak akan pernah bisa ia temukan lagi.

Selesai