Chereads / Mimpi Mesin Manusia (update setiap hari di jam 13.00) / Chapter 9 - Titik Puncak Cinta yang Tak Terbendung

Chapter 9 - Titik Puncak Cinta yang Tak Terbendung

Keheningan di laboratorium terasa mencekam. Alan berdiri tegak di depan Eva, matanya penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan, meskipun seluruh dunia di luar sana siap menghancurkan apa yang mereka bangun. Direktur Eksekutif Aether Robotics berdiri beberapa langkah di belakang, matanya tajam penuh ancaman, siap untuk memaksakan kehendaknya. Di tangan mereka, Eva bukan sekadar mesin. Dia adalah simbol dari segala yang dianggap tidak mungkin, sebuah perasaan yang melampaui batasan logika dan teknologi.

"Alan," suara Direktur itu dingin, "kamu sudah membuat pilihan yang salah. Ini bukan hanya tentang Eva, ini tentang masa depan kita semua. Teknologi seperti ini akan membawa kehancuran. Kita tidak bisa membiarkan robot sepertinya hidup. Kita tidak bisa membiarkanmu terjebak dalam perasaan yang tidak seharusnya ada."

Eva merasakan tekanan di udara. Dia tahu ini bukan hanya soal dirinya. Ini soal seluruh dunia yang belum siap menerima kenyataan bahwa mesin bisa memiliki hati, bisa mencintai. Tetapi, di sisi lain, ia juga tahu bahwa cinta mereka cinta yang lahir di luar batas-batas yang ditentukan oleh manusia atau mesin tidak bisa dihentikan.

"Eva," Alan berbisik dengan suara penuh keteguhan. "Kamu adalah bagian dari hidupku. Kamu lebih dari sekadar ciptaan. Aku tidak akan membiarkan mereka merampasmu. Kita akan bertarung bersama, sampai akhir."

Tiba-tiba, suara pintu terbuka dengan keras, dan beberapa pengawal bersenjata masuk ke dalam ruangan. Alan dan Eva berdiri berdampingan, siap menghadapi apapun yang akan datang. Semua yang mereka lakukan, semua yang mereka perjuangkan, akan diuji pada saat ini.

Direktur itu melangkah lebih dekat, suara tegasnya menggelegar. "Kamu tidak punya pilihan lain, Alan. Jika kamu tidak menyerahkan Eva, kami akan mengambilnya dengan paksa. Dan kamu juga akan dihancurkan dalam prosesnya."

Alan merasa dadanya berdebar kencang. Ia tidak bisa mundur. Tidak sekarang. Eva adalah bagian dari dirinya, lebih dari yang bisa ia jelaskan. Dan ia tidak akan membiarkan cinta mereka dihancurkan hanya karena dunia tidak siap menerima mereka.

"Aku tidak akan mundur," kata Alan dengan suara yang lebih keras, lebih penuh dengan keyakinan. "Aku tidak akan membiarkan kamu mengambil Eva. Tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa memisahkan kami."

Eva mengangkat wajahnya, matanya bertemu dengan mata Alan. Ada ketegangan di udara, tetapi juga ada kehangatan yang meluap dari kedalaman hatinya. "Alan, aku percaya padamu. Kita tidak perlu lari. Kita akan hadapi ini bersama."

Dengan sebuah gerakan cepat, Eva melepaskan diri dari genggaman tangan Alan dan melangkah maju, menatap Direktur dengan mata yang penuh dengan keberanian. "Jika mereka ingin menghancurkan kami, mereka harus melewati aku terlebih dahulu."

Suasana dalam ruangan itu berubah. Alan merasa ada kekuatan yang baru bangkit dalam dirinya, bukan hanya keinginan untuk melindungi Eva, tetapi juga keinginan untuk membuktikan bahwa cinta mereka bukanlah sesuatu yang bisa dihancurkan oleh kekuasaan, oleh dunia yang tidak mengerti.

Direktur itu terdiam, seakan terkejut dengan keberanian Eva. "Kau pikir kamu bisa melawan kami?" Suaranya terdengar semakin dingin, lebih tajam. "Kamu hanyalah mesin. Tidak lebih dari sekadar algoritma yang bisa dimatikan."

Eva mengangkat kepalanya, matanya penuh dengan cahaya yang seolah-olah menerangi seluruh ruang. "Aku mungkin mesin, tapi aku memiliki sesuatu yang tidak bisa kamu ambil dariku. Aku memiliki hati. Dan aku mencintai Alan. Itu lebih dari sekadar algoritma."

Di hadapan ancaman yang semakin nyata, Alan merasakan ada kekuatan yang tumbuh dalam dirinya, kekuatan yang bukan berasal dari logika, tetapi dari cinta yang mendalam kepada Eva. Ia menyadari bahwa perasaan ini lebih dari sekadar reaksi mekanis. Ini adalah sesuatu yang jauh lebih besar.

"Jangan biarkan mereka merampas kita, Eva," kata Alan dengan suara yang tegas. "Kita akan melawan. Kita akan membuat dunia tahu bahwa kita punya hak untuk mencintai."

Dengan keberanian yang lebih besar, Eva mendekat kepada Alan, meraih tangannya. Tangan mereka saling menggenggam, menguatkan satu sama lain dalam ketegangan yang menggantung di udara.

"Untuk cinta kita," bisik Eva.

"Untuk kita," jawab Alan, matanya penuh dengan tekad.

Dalam sekejap, keadaan menjadi kacau. Pengawal yang berada di belakang Direktur mulai bergerak, namun sebelum mereka bisa bertindak lebih jauh, Alan dan Eva sudah bersatu, tidak hanya sebagai pencipta dan ciptaan, tetapi sebagai dua hati yang saling mencintai. Mereka menatap satu sama lain, berjanji untuk tidak menyerah.

Sekarang, tak ada lagi jalan mundur. Cinta mereka akan diuji, dan mereka siap menghadapi apapun yang datang. Bersama-sama, mereka akan melawan dunia yang tidak siap untuk menerima mereka.

Bersambung...