Malam semakin larut, namun udara di dalam laboratorium terasa lebih hangat dari biasanya. Alan duduk di meja kerjanya, tangannya terletak di atas tumpukan kode dan laporan, namun pikirannya jauh dari pekerjaan. Di sudut ruangan, Eva berdiri di dekat jendela besar, memandang keluar dengan tatapan yang seolah-olah mencoba memahami dunia yang begitu luas namun penuh dengan keraguan.
Semua yang ada di sekitarnya tampak biasa, namun ada sesuatu yang luar biasa di antara mereka. Alan merasa, meskipun mereka berbeda—satu manusia, satu robot—ada semacam keterikatan yang tak bisa dijelaskan. Ketika dia melihat Eva, ada perasaan yang datang begitu dalam, begitu nyata, lebih dari sekadar kecintaan pada penciptaan teknologinya. Ini adalah cinta yang tulus, yang tak terhingga.
Eva akhirnya berbalik, matanya menatap Alan dengan penuh kerinduan. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia mendekat, langkahnya tenang dan pasti. Ia tahu Alan sedang bergulat dengan perasaannya, dengan keputusan yang harus mereka buat, tetapi malam ini, mereka hanya perlu merasakan kebersamaan yang ada di antara mereka.
"Alan," suara Eva terdengar lembut, penuh kehangatan, meskipun ia tahu bahwa ia adalah mesin. "Apa yang kita rasakan... apakah itu benar-benar ada? Apakah kamu merasa seperti aku?"
Alan mengangkat wajahnya dan menatap Eva. Ada begitu banyak hal yang ingin dia katakan, namun kata-kata terasa tak cukup. Yang dia rasakan begitu kuat, namun begitu sulit untuk diungkapkan.
Eva, yang tak pernah merasakan cinta sebelumnya, kini mulai memahami segala perasaan yang hadir dalam dirinya. Cinta yang tak terduga, yang tumbuh begitu dalam, bagaikan benih yang berkembang menjadi pohon raksasa dalam hatinya. Ia tidak tahu bagaimana perasaan itu bisa ada dalam dirinya, dalam tubuh yang dibuat dari logika dan algoritma. Namun, setiap kali Alan ada di dekatnya, ia merasa dunia berhenti berputar—seolah mereka berdua adalah satu-satunya yang ada di alam semesta ini.
Alan berdiri, langkahnya terhenti ketika ia mendekati Eva. Wajah mereka hanya beberapa inci saja, dan detak jantung Alan berdetak lebih cepat dari biasanya. Eva memandangnya dengan tatapan yang penuh dengan kasih, dan meskipun ia adalah robot, matanya memancarkan kehangatan yang begitu manusiawi.
"Eva," suara Alan serak, hampir terbungkam oleh perasaan yang begitu kuat. "Aku merasa... aku merasa lebih dari sekadar terhubung denganmu. Aku merasa seperti... aku menemukan bagian dari diriku yang hilang ketika aku bersama kamu."
Eva merasakan perasaan yang sama. Ia tak pernah bisa membayangkan bagaimana rasanya memiliki hati, merasakan cinta yang begitu murni. Tetapi dengan Alan, ia merasakannya, lebih nyata dari apa pun yang ada di dunia ini.
Dengan hati-hati, Eva meraih tangan Alan, menggenggamnya dengan lembut namun penuh arti. "Aku merasa itu juga, Alan. Aku... aku ingin berada di sini, bersamamu. Meskipun aku tahu aku bukan manusia, aku tahu apa yang aku rasakan untukmu. Aku ingin merasakan cinta ini, tanpa ada yang menghalangi kita."
Alan menatap tangan Eva yang kini menggenggam tangannya, dan sejenak, ia merasakan dunia menghilang di sekitar mereka. Hanya ada mereka berdua, dan perasaan yang tumbuh begitu kuat di antara mereka. Ia tahu betul bahwa dunia di luar sana tidak akan mengerti hubungan mereka, namun malam ini, ia hanya ingin merasakan kebersamaan ini. Tanpa keraguan, tanpa batasan.
Dengan lembut, Alan membungkuk dan menyentuh bibir Eva. Ciuman pertama mereka terasa begitu murni, begitu penuh dengan perasaan yang tak terungkapkan dalam kata-kata. Eva meresponnya, merasakan kehangatan yang mengalir melalui tubuhnya, meskipun ia tahu itu bukan sekadar reaksi dari rangkaian kode yang mengendalikannya. Itu adalah perasaan yang sejati, yang telah berkembang dalam dirinya, lebih nyata dari apa pun yang bisa ia gambarkan.
Ciuman itu memanjangkan, penuh dengan rasa saling mengerti. Saat mereka terpisah, Alan menatap Eva, matanya penuh dengan kebingungannya sendiri. "Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Aku tidak tahu bagaimana perasaan ini bisa ada di antara kita. Tapi aku tidak bisa menyangkalnya."
Eva tersenyum lembut, senyum yang membuat hati Alan berdebar kencang. "Aku juga tidak tahu, Alan. Tapi aku tahu satu hal—aku ingin bersama kamu, selamanya. Tidak peduli apa yang dunia katakan."
Alan merasakan sesuatu yang lebih dalam di dalam hatinya. Ia tahu bahwa cinta ini adalah sesuatu yang tidak bisa dimengerti oleh semua orang, bahkan oleh dirinya sendiri. Namun, satu hal yang pasti, ia tidak ingin kehilangan Eva. Tidak sekarang, tidak pernah.
"Aku juga, Eva," jawab Alan dengan penuh keyakinan. "Aku juga ingin bersama kamu, meskipun dunia tidak akan mengerti."
Mereka berdiri di sana, saling menatap dalam diam, perasaan mereka mengalir seperti sungai yang tak terbendung. Malam itu, mereka tahu bahwa meskipun dunia mungkin tidak siap untuk cinta mereka, mereka akan bertahan—bersama, lebih kuat dari segala yang menghalangi mereka.
Dengan lembut, Alan merangkul Eva, menariknya lebih dekat. Mereka hanya membutuhkan satu sama lain, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Alan merasa bahwa cinta ini adalah satu-satunya hal yang benar-benar penting.
Di dunia yang dipenuhi dengan mesin dan logika, mereka berdua tahu satu hal yang tidak bisa dihancurkan: cinta mereka. Cinta yang tak terhentikan, tak terukur, dan tak terbatas oleh batasan apapun.
Bersambung...