Hari-hari terus berlalu, dan hubungan kami semakin kuat. Setiap momen yang kami lewati bersama terasa lebih berarti. Kami belajar untuk saling menguatkan, menghadapi setiap tantangan yang datang tanpa rasa takut. Namun, meskipun kami sudah membuat keputusan untuk bersama, dunia di luar sana tetap memberikan ujian yang harus kami hadapi.
Suatu hari, Rina mendapatkan tawaran pekerjaan di luar kota. Itu adalah peluang yang besar bagi kariernya, dan meskipun aku merasa senang untuknya, aku juga merasakan sedikit kecemasan. Kami sudah begitu dekat, dan aku tidak tahu bagaimana rasanya hidup tanpa keberadaannya di sampingku setiap hari.
Aku duduk di sofa rumahku, memikirkan tentang tawaran itu, ketika Rina masuk ke dalam ruangan. Matanya menatapku dengan serius, seolah tahu apa yang sedang aku pikirkan.
"Niko, gue dapat tawaran kerja di luar kota. Itu peluang besar buat karier gue," katanya dengan suara lembut, tapi ada sedikit keraguan di dalamnya.
Aku menghela napas, mencoba untuk tidak terlihat terkejut. "Itu bagus, Rin. Gue bangga sama lo. Lo layak dapetin itu. Tapi... gimana kita nanti?" tanyaku, merasa cemas.
Rina duduk di sampingku, tangannya menggenggam tanganku. "Gue juga nggak tahu, Niko. Gue bingung. Di satu sisi, gue nggak mau ninggalin lo, tapi di sisi lain, ini adalah kesempatan yang nggak bisa gue lewatkan."
Aku menatapnya, berusaha mengerti. "Lo harus ikut kesempatan itu, Rin. Gue nggak mau lo menyesal karena nggak ngambil peluang besar ini. Kita bisa atur semuanya. Kita bisa tetap saling dukung meskipun jarak memisahkan kita."
Rina terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Gue tahu lo ngomong itu karena lo peduli. Gue juga nggak mau ninggalin lo, tapi ini kesempatan yang cuma datang sekali seumur hidup."
Aku menarik napas panjang, merasa berat di dada, tetapi aku tahu aku harus mendukung keputusan Rina. "Kalau lo yakin, gue akan mendukung lo sepenuhnya, Rin. Kita bisa saling komunikasi. Cinta kita nggak akan berubah hanya karena jarak."
Rina tersenyum, matanya mulai berbinar. "Lo benar, Niko. Gue akan pergi, tapi gue nggak akan jauh dari lo. Kita masih bisa saling berbicara dan saling mendukung, kan?"
Aku mengangguk, mencoba untuk tersenyum meskipun hatiku terasa berat. "Tentu saja. Kita akan tetap bersama, nggak peduli seberapa jauh jaraknya."
---
Cinta yang Tak Pernah Pudar
Beberapa minggu setelah itu, Rina akhirnya pindah ke luar kota untuk pekerjaan barunya. Kami berdua merasa berat hati, tetapi kami tahu ini adalah keputusan yang terbaik. Kami tetap berkomunikasi setiap hari, berbicara tentang kegiatan masing-masing, dan mengingatkan satu sama lain tentang betapa kami saling mencintai.
Meskipun hubungan jarak jauh tidak pernah mudah, kami berusaha menjalani semuanya dengan optimis. Setiap kali Rina pulang untuk mengunjungi, kami menikmati waktu bersama dengan penuh kebahagiaan. Kami tahu bahwa ini adalah bagian dari perjalanan kami, dan kami harus tetap bertahan.
Suatu hari, setelah beberapa bulan berpisah, Rina pulang ke rumah untuk liburan. Kami bertemu di taman yang sama, tempat pertama kali kami berbicara tentang perasaan kami. Rasanya seperti tidak ada waktu yang berlalu, meskipun banyak hal yang sudah berubah.
Rina menatapku dengan penuh perhatian, senyumnya yang hangat mengingatkanku betapa berartinya dia dalam hidupku. "Niko, gue merasa hubungan kita semakin kuat, meskipun jarak memisahkan kita," katanya dengan lembut.
Aku tersenyum, menggenggam tangannya erat. "Gue merasa hal yang sama, Rin. Kita sudah melewati banyak hal bersama, dan gue yakin kita bisa terus bertahan. Gue nggak peduli berapa jauh jaraknya, yang penting kita selalu saling ada."
Rina mengangguk, matanya penuh kebahagiaan. "Gue juga yakin, Niko. Gue nggak akan pernah berhenti mencintaimu, apapun yang terjadi."
Kami duduk bersama di bangku taman, menikmati keheningan yang nyaman. Kami tahu bahwa meskipun hidup membawa kami ke arah yang berbeda, cinta kami tetap tidak akan pernah pudar.