Langkah kaki itu semakin jelas. Daun dan ranting yang diinjak menghasilkan suara gemerisik yang menggetarkan suasana hutan. Mata semua orang terfokus pada bayangan yang bergerak mendekati mereka dari balik pepohonan.
"Kalian dengar itu, kan?" tanya Ren dengan suara rendah, matanya tajam menatap arah suara.
"Ya," jawab Aoi sambil mengangkat perisainya. "Bersiaplah. Ini mungkin bukan makhluk biasa."
Dari balik semak-semak, seorang pria muncul. Langkahnya berhenti beberapa meter di depan mereka. Rambutnya panjang berwarna perak, hampir menyatu dengan cahaya senja yang mulai muncul. Matanya tajam seperti serigala, namun ada kehangatan yang aneh di dalamnya. Ia mengenakan jubah hitam panjang yang dihiasi pola emas yang menyerupai akar pohon.
"Selamat sore, para tamu dari tempat yang jauh," ucapnya dengan suara tenang, namun penuh kewibawaan.
Kelompok itu terdiam. Kaito yang biasanya berani langsung maju, kali ini memilih berdiri di belakang Ai sambil memegang pedangnya erat-erat.
"Siapa kamu?" tanya Ai sambil memegang medalion serigala yang baru saja mereka peroleh.
Pria itu tersenyum tipis, lalu membungkuk ringan. "Namaku Kael. Aku adalah penjaga gerbang menuju Ethereal Lands, tanah di atas langit yang kalian tuju."
Mendengar namanya, Aoi segera mengangkat perisainya lebih tinggi. "Bagaimana kamu tahu apa yang kami tuju?"
Kael tertawa pelan. "Oh, aku tahu lebih dari itu, Nona Aoi. Aku tahu kalian bukan berasal dari dunia ini."
Ucapan Kael membuat udara di sekitar mereka terasa membeku. Semua orang menatapnya dengan kaget, terutama Ai.
"Kamu… tahu?" suara Ai terdengar bergetar, meski ia mencoba tetap tenang.
Kael melangkah mendekat, namun tetap menjaga jarak yang aman. "Tentu saja. Tapi jangan khawatir, rahasia kalian aman denganku. Aku tidak peduli dari mana kalian berasal, selama kalian tidak membawa kehancuran ke dunia ini."
Ren menyipitkan matanya. "Kalau begitu, kenapa kamu di sini? Apa kamu akan menghalangi kami?"
Kael menggeleng. "Tidak, aku di sini untuk memperingatkan kalian. Jalan yang kalian pilih adalah jalan yang sulit. Medalion itu adalah kunci, tapi kalian masih butuh lebih dari sekadar keberanian untuk melangkah ke Ethereal Lands."
"Peringatan macam apa?" tanya Kaito.
Kael memandang mereka dengan tatapan serius. "Di dunia ini, kekuatan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan kalian, tapi juga oleh hati dan niat. Ada banyak yang mencoba mencapai langit, tapi hanya sedikit yang berhasil. Kalian harus membuktikan diri lagi dan lagi sebelum diakui sebagai tamu di Ethereal Lands."
Tawaran Kael
Kael mengangkat tangannya, dan sebuah cahaya hijau lembut muncul. Dari cahaya itu, sebuah gulungan peta melayang ke arah mereka. Ai menangkapnya dengan hati-hati.
"Apa ini?" tanya Ai.
"Panduan untuk perjalanan kalian," jawab Kael. "Peta ini akan menunjukkan jalan terbaik menuju kastil di gunung itu. Di sanalah kalian akan menemukan portal menuju Ethereal Lands."
"Kastil?" Riku mengulang dengan bingung.
"Ya. Kastil itu adalah tempat ujian terakhir sebelum kalian bisa melanjutkan perjalanan. Namun, aku harus memperingatkan kalian, jalan menuju ke sana tidak akan mudah. Kalian akan menghadapi makhluk yang jauh lebih kuat dari naga air tadi."
"Kenapa kamu membantu kami?" tanya Souta dengan nada curiga.
Kael tersenyum samar. "Karena aku percaya dunia ini butuh pahlawan baru. Tapi ingatlah, bantuanku tidak akan membuat kalian lebih mudah melewati ujian. Aku hanya memberi kalian kesempatan."
Kael mulai berbalik, seolah akan pergi. Namun, sebelum ia melangkah lebih jauh, ia menoleh dan menatap Ai dengan tatapan yang penuh arti.
"Dan satu hal lagi. Jagalah medalion itu baik-baik. Jika jatuh ke tangan yang salah, dunia ini bisa hancur."
Dengan kata-kata terakhir itu, Kael menghilang ke dalam kegelapan hutan, seolah menyatu dengan bayangan.
---
Diskusi Panas
Setelah kepergian Kael, kelompok itu kembali berkumpul di tepi danau.
"Apa pendapat kalian tentang dia?" tanya Aoi.
"Dia misterius, tapi sepertinya tidak berbohong," ujar Ren sambil melihat peta yang baru saja mereka terima.
"Tapi bagaimana dia tahu tentang kita?" tanya Riku dengan nada khawatir.
"Entahlah," jawab Ai. "Tapi aku setuju dengan Ren. Aku tidak merasakan niat buruk darinya."
Kaito mendesah. "Jadi, sekarang kita benar-benar harus pergi ke kastil itu?"
"Sepertinya begitu," jawab Souta. "Lagipula, kita tidak punya pilihan lain jika ingin sampai ke Ethereal Lands."
"Aku setuju," kata Aoi. "Tapi kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang. Jika Kael benar, perjalanan ini akan menjadi jauh lebih sulit."
"Dan lebih menarik," tambah Kaito sambil tersenyum.
Ai menghela napas panjang. Ia menatap medalion di tangannya.
"Baiklah," katanya dengan suara tegas. "Kita akan pergi ke kastil itu. Tapi kita harus bekerja sama dan memastikan tidak ada yang terluka. Setuju?"
Semua mengangguk serempak, meskipun ada rasa gugup di wajah mereka.
---
Langkah Pertama ke Kastil
Perjalanan menuju kastil dimulai dengan hati-hati. Setelah turun dari hutan melayang, mereka mengikuti jalur yang ditunjukkan oleh peta, melintasi hutan, dan mendekati lembah besar yang memisahkan mereka dari tujuan mereka.
Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan beberapa makhluk aneh, termasuk burung besar dengan sayap yang bersinar seperti kaca, serta serangga raksasa yang tampak seperti gabungan antara laba-laba dan kalajengking. Namun, kerja sama mereka yang solid membuat semua itu terasa seperti latihan.
"Makhluk-makhluk ini semakin kuat," ujar Ren setelah mereka berhasil mengalahkan kelompok serangga.
"Dan semakin aneh," tambah Kaito sambil mengelap pedangnya.
"Ini baru permulaan," kata Ai dengan nada serius. "Kita harus tetap waspada."
Namun, meskipun perjalanan itu sulit, ada momen-momen kecil yang menghangatkan hati. Aoi, yang biasanya serius, tertawa kecil melihat Kaito tergelincir di tanah basah. Souta dan Ren saling berdebat tentang strategi terbaik, sementara Itsuki sibuk mencoba memanggil peri baru untuk membantunya.
Meskipun mereka berada di dunia yang penuh bahaya, momen-momen itu mengingatkan mereka bahwa mereka tidak sendirian.
Saat matahari mulai terbenam, mereka akhirnya mencapai lembah yang memisahkan mereka dari kastil. Dari kejauhan, kastil itu bersinar dengan cahaya biru lembut, tampak megah namun penuh misteri.
"Kita sudah dekat," kata Ai dengan suara penuh semangat.
Namun, di dalam hati, ia tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan yang jauh lebih sulit.