Mereka mengikuti sosok bersayap itu dengan langkah penuh kewaspadaan. Meskipun makhluk asing itu tidak menunjukkan tanda-tanda ancaman, semuanya tetap siaga. Ai berjalan di depan, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Namun, ada perasaan lain yang mengusiknya seperti sedang diawasi diam diam.
Riku berjalan di sebelahnya, tampak sama gelisah. Dia mencoba mengatur napas dan menyadari bahwa nafasnya terasa lebih berantakan dari biasanya. Dia menatap Ai dengan bingung, seolah-olah mencari jawaban, tapi Ai hanya mengangkat bahu kecil.
Di belakang, Souta, Ren, dan Kaito berbisik-bisik sambil sesekali melirik Ai dan Riku.
Para pria menyadari bahwa gerakan Ai terasa lebih anggun, bahkan cara dia berbicara pun mulai berubah.
"Kau sadar sesuatu?" bisik Kaito sambil menunjuk ke arah Ai dan Riku. "Mereka berdua... semakin cantik."
Ren mengangguk pelan, wajahnya sedikit memerah. "Aku juga memperhatikan. Ai dan Riku sekarang... terlihat seperti model."
Souta tersenyum lebar, berusaha menyembunyikan kekikukannya. "Mungkin itu berkat latihan rahasia mereka dengan Aoi. Pikirkan ini, Ai adalah Haruto yang dulu kita kenal. Tapi sekarang? Dia seperti karakter utama wanita di anime fantasi."
"Dan Riku?" Kaito menambahkan. "Dia lebih... ya, aku tidak tahu, lebih lembut? Lebih menarik juga, tidak senakal sebelumnya."
Ren menghela napas, mencoba mengalihkan pembicaraan. "Sudah cukup. Jangan terlalu memikirkan hal itu. Untuk apa kita memikirkan apa yang terjadi pada mereka."
"Tapi tetap saja..." Souta terkekeh. "Aku yakin Aoi punya peran besar di sini. Dia pasti punya rencana besar untuk 'melatih' mereka menjadi wanita sejati, iya kan?"
---
Mereka akhirnya tiba di sebuah lembah kecil yang dikelilingi tebing tinggi. Di tengah lembah, terdapat sebuah gua besar yang tampak bersinar samar. Sosok bersayap itu berhenti di depan pintu masuk gua dan menoleh ke arah mereka.
"Di gua ini, kalian bisa beristirahat, Lalu ujungnya mengarah keluar hutan" katanya singkat.
"Kenapa kau membantu kami?" tanya Ai, suaranya lebih tegas dari sebelumnya.
Sosok itu tersenyum samar, tapi tidak menjawab langsung. "Aku hanya melakukan kewajibanku."
Sebelum ada yang bisa bertanya lebih jauh, dia menghilang dalam kilatan cahaya.
---
Penjelajahan Gua
Gua itu ternyata lebih besar dari yang mereka kira. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan kristal bercahaya yang menerangi jalan mereka. Di dalam, mereka menemukan ruangan besar dengan banyak artefak kuno yang tampak seperti altar.
"Tempat ini... aneh," kata Riku sambil menyentuh salah satu kristal.
"Lebih seperti tempat suci," tambah Ren.
Mereka memutuskan untuk menjelajahi gua lebih dalam, berharap menemukan petunjuk tentang tempat mereka berada. Namun, rasa penasaran mereka segera teralihkan ketika Ai menemukan sebuah cincin besar yang tampak seperti portal.
"Apa ini?" Ai mendekati cincin itu, namun sebelum dia bisa menyentuhnya, suara Aoi menghentikannya.
"Jangan sembarangan menyentuh sesuatu! Kita tidak tahu apa yang akan terjadi."
---
Malam itu, mereka memutuskan untuk bermalam di gua. Tim pria tidur di salah satu sisi gua, sementara kelompok wanita berada di sisi lain yang tertutup. Namun, rasa ingin tahu Souta dan Kaito tidak bisa dibendung. Mereka mengintip dari kejauhan, mencoba menguping pembicaraan kelompok wanita.
"Jadi, Ai, kau merasa bagaimana sekarang?" tanya Aoi sambil menyisir rambut Ai yang mulai memanjang.
"Aku tidak tahu," jawab Ai pelan. "Aku merasa... aneh. Tubuh ini semakin terasa alami, tapi pikiranku masih... bertentangan."
"Itu wajar," kata Aoi sambil tersenyum. "Tapi kau melakukannya dengan baik. Dengan sedikit lagi latihan, kau akan menjadi wanita sejati."
Riku terkekeh. "Ya, Paman—eh, maksudku, Ai—kau semakin terlihat cocok dengan tubuhmu sekarang. Kau bahkan lebih cantik dari Aoi."
Aoi langsung memerah, lalu menepuk pundak Riku. "Hei! Jangan berlebihan. Onee-sama memang cantik, tapi aku juga tidak kalah!"
Souta yang mendengar percakapan itu hampir tertawa, tapi Ren menariknya kembali ke tempat mereka.
"Cukup, Souta. Jangan buat mereka marah," bisik Ren.
"Tapi... ini terlalu lucu!" Souta berusaha menahan tawanya.
---
Pertarungan Melawan Makhluk Bayangan
Keesokan paginya, ketika mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan, gua itu tiba-tiba diserang oleh makhluk bayangan besar yang muncul dari kegelapan. Makhluk itu memiliki tubuh seperti asap, dengan mata merah menyala.
"Bersiap!" Ai berteriak sambil menarik pisau lipatnya.
Pertarungan berlangsung sengit, tapi tim mereka berhasil mengalahkan makhluk itu dengan kerja sama yang luar biasa. Ai menggunakan kecepatannya untuk mengalihkan perhatian, sementara Souta menghujani makhluk itu dengan panah. Aoi dan Ren melindungi Riku dan Itsuki yang berada di belakang, menggunakan kekuatan mereka untuk memberikan perlindungan dan serangan sihir.
Setelah makhluk itu lenyap, mereka semua terengah-engah.
"Apa itu tadi?" tanya Riku sambil membersihkan keringat di dahinya.
"Entahlah," jawab Ai. "Tapi aku yakin itu bukan yang terakhir."
---
Ketika mereka mencapai, yang tampaknya pintu keluar lain gua, pemandangan yang menanti di luar benar-benar menakjubkan. Hutan raksasa yang mereka jelajahi selama ini ternyata hanya sebagian kecil dari dunia yang jauh lebih besar. Di kejauhan, mereka bisa melihat pegunungan besar, gurun luas, dan kota-kota yang tampak seperti dari dongeng.
Namun, di tengah keindahan itu, mereka juga melihat sesuatu yang membuat mereka bergidik. Di cakrawala, sebuah menara hitam menjulang tinggi, memancarkan aura gelap yang bisa dirasakan bahkan dari kejauhan.
"Apa itu?" bisik Itsuki, matanya melebar ketakutan.
"Aku tidak tahu," jawab Ai pelan, "tapi aku yakin tempat itu memiliki jawaban atas semua ini."
Semua orang terdiam, menyadari bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai. Dunia ini bukan hanya indah, tetapi juga penuh dengan bahaya yang jauh melampaui pemahaman mereka.