Chereads / Seven Footsteps of Fate (Indonesia) / Chapter 7 - Perjalanan Mencari Jalan Keluar

Chapter 7 - Perjalanan Mencari Jalan Keluar

Pagi menjelang dengan sinar matahari yang lembut menembus dedaunan, menciptakan pola bayangan indah di tanah hutan yang lembab. Ai, atau Haruto Takayama dalam tubuh barunya, sudah terbangun lebih awal seperti pagi sebelumnya. Ia melakukan rutinitas paginya dengan cermat, memastikan semua berjalan lancar.

Namun, tidak seperti sebelumnya, perasaan ganjil masih menghantui dirinya. Perubahan tubuh ini, mulai dari kehilangan sesuatu di celana hingga beban tambahan di dadanya, terus mengganggunya. Tapi sebagai orang yang biasa menjadi pemimpin, Ai menyingkirkan pikirannya untuk fokus pada kelompoknya.

Setelah membangunkan semua orang, kelompok itu sarapan cepat dan mulai bersiap untuk perjalanan panjang mencari jalan keluar dari hutan.

---

Persiapan Perjalanan

"Semua siap?" tanya Ai sambil memeriksa perbekalan mereka.

"Siap, Bibi!" sahut Kaito dengan senyum lebar, sengaja menggoda.

Ai memijat pelipisnya, menahan keinginan untuk membalas komentar itu. "Berhenti memanggilku begitu."

"Tapi kau memang bibi sekarang, kan?" balas Kaito dengan nada jahil, membuat Souta tertawa keras.

Ren, yang berdiri di dekat mereka, mencoba meredakan suasana. "Sudah, sudah. Jangan memulai pagi dengan debat tidak penting."

Setelah memastikan semua tas ransel diisi dengan barang-barang yang mereka temukan sebelumnya, mereka akhirnya mulai berjalan.

---

Menentukan Arah

Ai, Souta, dan Riku mengambil posisi memimpin. Dengan keterampilan mereka yang berpengalaman dalam kegiatan outdoor, mereka berdiskusi serius tentang arah yang harus mereka tuju.

"Kita harus terus mengikuti aliran sungai ini," kata Souta sambil menunjuk ke arah utara. "Biasanya, sungai akan mengarah ke pemukiman atau setidaknya ke daerah terbuka."

"Tapi kita harus berhati-hati. Hutan ini tidak biasa," tambah Riku. "Kita tidak tahu apa yang akan kita temui."

"Iya, dan jangan lupa cek tanda-tanda arah matahari," tambah Ai sambil memperbaiki posisi tali tas di bahunya.

"Kau benar-benar terdengar seperti pemimpin hiking," gumam Kaito di belakang mereka.

"Ikut saja apa yang kami katakan," balas Ai tanpa menoleh.

---

Menjelajahi Hutan

Hutan yang mereka masuki semakin lebat, namun keindahannya tetap terasa menakjubkan. Burung-burung berkicau di atas pohon, dan suara gemericik air dari sungai di samping mereka menciptakan suasana yang hampir menenangkan.

Namun, perjalanan ini tidak mudah. Mereka harus melewati beberapa rintangan, seperti akar pohon yang menjulang tinggi, tanah berlumpur, dan semak berduri.

"Paman, eh, Bibi, hati-hati di sana!" teriak Kaito ketika melihat Ai hampir terpeleset.

"Aku baik-baik saja," jawab Ai dengan suara datar, meskipun wajahnya menunjukkan sedikit kesal.

Aoi yang berjalan di belakang Ai menahan tawa. "Onii-sama, kau harus terbiasa dipanggil begitu. Kaito tidak akan berhenti sampai dia puas."

"Kalian semua menyenangkan sekali, ya," keluh Ai sambil menggelengkan kepala.

---

Diskusi di Tengah Perjalanan

Saat mereka istirahat di bawah pohon besar, Kaito mulai mengobrol sambil menggoda Ai.

"Jadi, bibi," kata Kaito dengan nada jahil, "sekarang kau merasa bagaimana? Apakah nyaman menjadi bibi kita?"

Ai menatapnya tajam. "Kaito, kalau kau terus memanggilku begitu, aku akan—"

"Apa? Menegurku? Kau tidak terlihat menakutkan dengan penampilanmu sekarang," balas Kaito sambil tertawa.

Souta ikut tertawa, namun Ren hanya menggelengkan kepala, mencoba fokus meminum air dari botolnya.

"Cukup, kalian berdua," kata Aoi sambil melipat tangan di dada. "Onii-sama, maksudku Ai, sudah cukup pusing dengan semua ini. Jangan tambah bebannya."

Kaito hanya tersenyum, namun ia berhenti menggoda.

---

Harta Karun Tak Terduga di Reruntuhan

Saat mereka melanjutkan perjalanan, kelompok itu tiba di reruntuhan kuno yang tertutup lumut. Bangunan tua ini tersembunyi di balik pepohonan, dikelilingi suasana mistis yang membuat langkah mereka terhenti.

"Tempat ini... terlihat seperti di film petualangan," gumam Ren, matanya membesar menatap reruntuhan.

"Sepertinya ini bangunan tua yang ditinggalkan sejak lama," tambah Souta sambil mendekati pintu masuk.

"Kita harus berhati-hati," Ai memperingatkan, meskipun rasa ingin tahunya tak kalah besar.

Dengan langkah hati-hati, mereka menjelajahi reruntuhan. Dindingnya penuh ukiran aneh, sebagian besar tertutup oleh lumut dan tanaman merambat. Lantai yang mereka pijak terasa dingin, dan udara di dalam terasa lebih lembap.

Di dalam sebuah ruangan besar, mereka menemukan beberapa benda menarik—pedang tua, kalung berkilauan, artefak berbentuk bola, dan koin emas.

"Ini pasti barang-barang berharga," kata Kaito dengan mata berbinar.

---

Mereka mulai memeriksa barang-barang itu satu per satu. Souta mencoba mengangkat pedang tua yang terlihat elegan.

"Pedang ini berat sekali," keluhnya. "Apa kita bisa membawanya?"

Riku memeriksa artefak berbentuk bola. "Barang-barang ini terlalu banyak. Kita tidak mungkin membawa semuanya sambil terus berjalan."

"Kita tidak bisa meninggalkan ini di sini. Ini semua terlihat sangat berguna," tambah Souta, mencoba mencari solusi.

"Bahkan kalau kita bawa satu atau dua barang saja, itu sudah terlalu berat," kata Aoi. "Kita harus memutuskan apa yang akan kita ambil."

Saat mereka masih berdebat, Itsuki yang penasaran menyentuh sebuah artefak besar. Dengan ceroboh, ia menyenggol benda itu hingga jatuh bergelimpangan menabrak kesana kemari dan beberapa benda terbang ke arah Ai.

Semua orang berteriak "AWAS!" namun terkejut, saat Ai berlindung dibalik tasnya, benda benda itu menyusut dengan cepat dan masuk ke dalam tas Ai, seolah menghilang begitu saja.

"Eh? Apa yang terjadi?!" teriak Ai panik, mundur beberapa langkah.

Tas Ai tiba-tiba mengeluarkan suara seperti notifikasi ponsel.

Ding!

Sebuah layar holografik kecil muncul di depan Ai, menampilkan informasi:

"Wind Walker Boots: Menambah Agility (+20) dan memberikan kecepatan 2x lipat saat bergerak."

"Crown of Leadership: Menambah Charisma (+10%), memungkinkan kemampuan untuk memengaruhi pikiran lawan yang lebih lemah."

"Apa ini?" gumam Ai, matanya membelalak.

"Layar itu... apa yang terjadi?" tanya Souta sambil mendekat.

Riku, yang berdiri di sebelah Ai, menatap tas itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Sepertinya tas kita punya kemampuan khusus."

"Coba kita tes dengan barang lain," saran Aoi.

---

Eksperimen dengan Barang-Barang Lain

Satu per satu, mereka mencoba memasukkan barang-barang besar ke dalam tas mereka masing-masing. Setiap kali sebuah benda dimasukkan, benda itu langsung menyusut dan masuk dengan mudah, diikuti suara notifikasi dan layar holografik yang muncul:

1. Artefak Peta Hutan : Memetakan area terjelajahi.

2. Mana Orb: Menambah Intelligence (+20) dan mempercepat regenerasi mana.

3. Support Staff: Meningkatkan efek penyembuhan (+20%).

dll.

Setiap tas tampaknya memiliki kemampuan yang sama, memungkinkan mereka menilai dan membawa barang-barang besar tanpa beban tambahan.

---

Diskusi tentang Penemuan Ajaib

Setelah eksperimen kecil mereka selesai, kelompok itu duduk melingkar di dalam reruntuhan, merenungkan temuan mereka.

"Kenapa kita tidak menyadari betapa canggih tas ini sebelumnya?" tanya Ren sambil memegang tasnya dengan ekspresi bingung.

"Situasi kemarin terlalu mendesak," jawab Souta. "Tidak ada yang kepikiran untuk mencoba hal seperti ini."

"Ini seperti sesuatu dari game RPG," gumam Kaito sambil menatap tasnya dengan kagum.

"Memang, tapi ini juga membuktikan bahwa dunia ini sangat berbeda dari dunia kita," tambah Riku.

"Aku penasaran, seberapa banyak benda yang bisa kita masukkan ke dalam tas ini," kata Aoi.

"Kita harus hati-hati. Siapa tahu ada batasannya," kata Ai dengan nada serius.

---

Melanjutkan Perjalanan

Setelah selesai mengamankan semua benda dari reruntuhan, kelompok itu melanjutkan perjalanan. Mereka kini merasa lebih optimis karena barang-barang berharga yang mereka bawa mungkin bisa membantu mereka bertahan di dunia ini.

"Jadi, Bibi," kata Kaito dengan nada jahil sambil melirik Ai. "Apa rencana kita sekarang?"

"Kaito, aku sudah bilang berhenti memanggilku bibi, panggil aku Ai, Aaaiiii" balas Ai dengan suara datar, meskipun wajahnya mulai menunjukkan tanda-tanda frustrasi.

Percakapan ringan itu terus berlangsung, membuat perjalanan mereka terasa lebih menyenangkan meskipun medan yang mereka lalui semakin menantang.

Dengan tas ajaib di tangan, mereka merasa sedikit lebih siap menghadapi apa pun yang akan datang. Namun, misteri tentang dunia baru ini dan bagaimana mereka bisa kembali ke rumah masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab.