Chereads / Entertainment Heroes in Another World (Bahasa Indonesia) / Chapter 9 - Pertemuan Pertama Liora dengan Your Name

Chapter 9 - Pertemuan Pertama Liora dengan Your Name

Liora duduk bersila di ruang tengah, matanya terpaku pada sampul manga Your Name. Detail ilustrasi yang indah—langit berbintang, komet yang meluncur melintasi cakrawala, serta sosok Taki dan Mitsuha yang kontras—sudah berhasil memikat imajinasinya. Perlahan, ia membuka halaman pertama, jantungnya berdegup kencang karena antusiasme.

Saat matanya bergerak mengikuti panel demi panel, ia langsung terhanyut dalam cerita. Seni gambarnya terasa hidup; setiap ekspresi, setiap latar belakang seolah melompat keluar dari halaman. Ia berhenti sejenak pada adegan di mana Mitsuha melakukan upacara tradisional membuat sake, terpesona oleh detail gerakan anggun Mitsuha dan keramaian penonton yang menyaksikannya.

"Ini... indah sekali," gumamnya, suaranya penuh kekaguman.

Ketika cerita berganti ke kehidupan sibuk Taki di kota, dahi Liora berkerut dalam konsentrasi. Ia tak bisa menahan diri untuk membandingkan perbedaan mencolok antara desa Mitsuha yang tenang dengan dunia urban Taki yang serba cepat.

"Mereka begitu berbeda, tapi... terhubung," bisiknya, dengan cepat membalik halaman berikutnya.

Saat Mitsuha dan Taki menyadari bahwa mereka bertukar tubuh, itu menjadi titik balik cerita. Liora meledak dalam tawa ketika Taki, yang berada di tubuh Mitsuha, berjuang keras untuk bertingkah feminim, membuat teman dan keluarga Mitsuha kebingungan.

"Ini lucu sekali!" serunya sambil memeluk manga itu erat-erat. "Tapi... bagaimana kalau aku bangun di tubuh Roland? Tidak, terima kasih!"

Seiring ia membaca lebih jauh, tawanya berubah menjadi rasa ingin tahu dan kekaguman. Panel-panel yang menggambarkan usaha Taki dan Mitsuha untuk berkomunikasi melalui catatan, pesan, hingga coretan grafiti terasa begitu hangat dan mengharukan. Liora merasa terhubung dengan kedua karakter itu, mengagumi bagaimana perjuangan dan keberhasilan mereka mencerminkan emosi nyata meski berada dalam cerita yang fantastis.

Namun, saat cerita semakin dalam mengungkap misteri hubungan mereka, ekspresi ceria Liora mulai berubah. Ia terkejut ketika Taki, setelah bangun di tubuhnya sendiri, mencoba menghubungi Mitsuha—hanya untuk menemukan bahwa panggilannya tidak tersambung.

"Apa yang terjadi? Kenapa mereka tidak bisa saling menghubungi?" tanyanya lirih, suaranya mulai gemetar karena khawatir.

Ketika akhirnya terungkap bahwa desa Mitsuha telah hancur bertahun-tahun lalu, Liora terdiam. Panel-panel yang menggambarkan kesedihan Taki, kehampaan kawah bekas desa itu, dan perasaan kehilangan yang begitu kuat membuat matanya berkaca-kaca.

"Tidak... ini tidak mungkin. Dia... sudah tiada?" bisiknya, tangannya gemetar saat membalik halaman.

Namun, harapan mulai muncul di tengah momen-momen tergelap cerita. Tekad Taki untuk terhubung kembali dengan Mitsuha, serta upayanya yang penuh keberanian untuk mengubah takdir, membuat Liora dipenuhi campuran kecemasan dan harapan. Ketika akhirnya Taki dan Mitsuha bertemu di senja, berdiri di sisi-sisi berbeda dari batas yang memisahkan waktu dan ruang, Liora menggenggam manga itu begitu erat hingga buku itu hampir terlipat.

"Mereka berhasil... Mereka akhirnya menemukan satu sama lain!" teriaknya, air mata mengalir deras di pipinya.

Akhir cerita, meski ambigu, membuatnya terhenyak. Ketika Taki dan Mitsuha bertemu kembali bertahun-tahun kemudian, rasa familiar yang mereka rasakan, serta keputusan mereka untuk saling memanggil, membuat hati Liora berdebar.

"Mereka ingat... Mereka tidak melupakan," gumamnya, memeluk manga itu erat-erat di dadanya.

Liora duduk dalam keheningan sejenak, merasa diliputi emosi yang membanjiri dirinya. Ia telah tertawa, menangis, bahkan menahan napas sepanjang cerita ini—sesuatu yang tak ia duga saat ayahnya memperkenalkan manga aneh ini sebelumnya.

"Ini lebih dari sekadar buku," ujarnya pelan, suaranya mantap meski matanya masih basah oleh air mata. "Ini... sihir. Sebuah cerita yang berbicara langsung ke hati."

Saat ia meletakkan manga itu kembali ke meja, ia menoleh pada ayahnya, yang sedang mengamati reaksinya dari seberang ruangan.

"Ayah," katanya, suaranya penuh rasa syukur dan tekad. "Kita harus membagikan ini pada semua orang. Mereka perlu tahu bagaimana rasanya mengalami sesuatu yang seindah ini."

Eldric tersenyum hangat. "Itu memang rencananya, sayang."

Dan dengan itu, Liora merasa lebih termotivasi dari sebelumnya untuk membantu ayahnya memperkenalkan manga ke dunia ini—sebuah dunia yang kini ia sadari sangat membutuhkan cerita seperti Your Name.