Chereads / my bossy husband,my sweet obsession / Chapter 5 - bab 5: langkah pertama yang mengacaukan

Chapter 5 - bab 5: langkah pertama yang mengacaukan

Langit sore itu mulai meredup, menandai pergantian waktu menuju malam. Di dalam ruangan penuh kaca, Raffael berdiri di depan jendela besar dengan pemandangan kota. Dengan setelan jas hitam yang rapi, ia tampak seperti pria yang menguasai dunia, tetapi di balik semua itu, pikirannya tak lepas dari Alena.

Sejak makan malam bersama beberapa malam yang lalu, Alena mulai terasa lebih dekat, meskipun masih ada jarak yang memisahkan mereka. Ia mencoba memahaminya, tetapi obsesi itu semakin kuat. Alena adalah miliknya—itu fakta yang tidak bisa diubah. Namun, Raffael tahu bahwa ia tidak bisa memaksanya. Hubungan ini butuh waktu, sesuatu yang ia tidak terlalu sabar untuk menunggu.

"Raffael," suara berat dari Matteo, tangan kanan sekaligus sepupunya, membuyarkan pikirannya. Matteo memasuki ruangan dengan langkah tegas. "Kita punya masalah. Seseorang dari kelompok Armando menyerang salah satu gudang kita tadi pagi."

Raffael berbalik, tatapannya berubah dingin seketika. "Apa kerugiannya?"

"Sedikit. Tapi ini pesan. Mereka mulai mencoba menyerang wilayah kita," jawab Matteo serius. "Aku rasa mereka mencoba menguji batasmu."

Raffael tersenyum tipis, senyum yang tidak menyenangkan. "Kalau mereka ingin bermain api, aku akan memastikan mereka terbakar."

Matteo mengangguk, tetapi ragu-ragu sejenak sebelum berbicara lagi. "Ada satu hal lagi. Aku mendengar mereka tahu tentang Alena. Mereka mungkin menggunakan dia untuk melemahkanmu."

Tatapan Raffael mengeras. Hanya menyebut nama Alena dalam konteks ini sudah cukup untuk membuat amarahnya mendidih. "Mereka tidak akan menyentuhnya," katanya pelan, tetapi penuh ancaman. "Pastikan keamanannya. Tidak ada yang boleh mendekati dia."

Matteo mengangguk lagi, lalu meninggalkan ruangan. Setelah Matteo pergi, Raffael menghela napas panjang. Di luar dunia yang penuh intrik dan kekerasan ini, ada Alena, seseorang yang perlahan-lahan menjadi pusat dunianya.

---

Di sisi lain, Alena sedang berada di ruang tamu rumah besar mereka, membaca buku untuk menghabiskan waktu. Sudah beberapa hari sejak makan malam bersama Raffael, dan meskipun hubungan mereka tidak bisa dibilang hangat, ada perubahan kecil. Raffael menjadi sedikit lebih terbuka, meskipun masih sulit ditebak.

Namun, saat itu, Alena merasa ada sesuatu yang aneh. Ada keheningan yang terlalu mencolok di rumah. Biasanya, para penjaga bergerak di sekitar, tetapi kali ini, semuanya sepi. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi firasat buruk mulai menyelimuti dirinya.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki berat dari luar. Alena menoleh dengan cepat, jantungnya berdebar. Sebelum ia sempat bereaksi lebih jauh, pintu ruang tamu terbuka, dan seorang pria asing masuk dengan langkah santai.

"Tuan Santoro tidak ada di rumah, ya?" kata pria itu dengan senyum sinis. Matanya tajam, penuh niat jahat, membuat Alena merasa kaku di tempatnya.

"Siapa kamu?" tanya Alena, mencoba terdengar tegas meskipun suaranya bergetar.

"Aku hanya seseorang yang ingin mengirim pesan," jawab pria itu sambil melangkah lebih dekat. "Dan kamu adalah pesan itu."

Alena mundur perlahan, mencoba mencari jalan keluar. Tetapi pria itu lebih cepat. Sebelum ia sempat mencapai pintu, pria itu menariknya dengan kasar. Alena berteriak, tetapi tidak ada yang mendengarnya.

"Aku rasa kamu harus ikut denganku," kata pria itu, suaranya rendah tetapi penuh ancaman.

Namun, sebelum ia bisa membawa Alena lebih jauh, suara tembakan menggema di ruangan itu. Pria itu terhuyung, melepaskan cengkeramannya pada Alena, lalu jatuh ke lantai.

Raffael berdiri di ambang pintu, pistol di tangannya, matanya memancarkan kemarahan yang mengerikan. Ia melangkah masuk dengan tenang, tetapi setiap langkahnya terasa seperti ancaman.

"Kamu berani menyentuh milikku," katanya dengan suara rendah tetapi tajam. Ia menembakkan satu peluru lagi ke pria itu, memastikan dia tidak bangun lagi.

Setelah memastikan situasi aman, Raffael berbalik ke arah Alena, yang masih gemetar. Ia mendekatinya, menunduk sedikit agar sejajar dengannya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya, suaranya berubah lebih lembut.

Alena mengangguk pelan, meskipun air matanya mulai mengalir. "Aku... aku tidak tahu apa yang terjadi."

Raffael menariknya ke dalam pelukannya, memegangnya erat seolah tidak ingin melepaskannya lagi. "Aku minta maaf. Ini salahku. Aku seharusnya memastikan kamu aman."

Alena tidak menjawab, tetapi pelukan Raffael memberinya sedikit rasa nyaman di tengah kekacauan ini.

---

Malam itu, Raffael memutuskan untuk memindahkan Alena ke tempat yang lebih aman. Ia tidak akan mengambil risiko lagi. Tetapi di balik semua ini, amarahnya semakin membara. Serangan ini adalah tantangan langsung terhadap otoritasnya, dan lebih buruk lagi, mereka berani melibatkan Alena.

"Matteo," katanya kepada sepupunya saat mereka berdiskusi di ruang kerja. "Aku ingin Armando hancur. Tidak ada negosiasi. Pastikan mereka tahu siapa yang mereka tantang."

Matteo mengangguk, mengetahui bahwa ketika Raffael marah, tidak ada yang bisa menghentikannya.

Sementara itu, di kamar baru mereka, Alena duduk di tepi tempat tidur, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Ia tidak pernah membayangkan akan terjebak dalam situasi seperti ini. Namun, satu hal yang ia tahu pasti—Raffael, meskipun menakutkan, telah menyelamatkannya.

Ketika Raffael masuk ke kamar untuk memeriksanya, ia menatap Alena dengan campuran rasa bersalah dan tekad. "Aku berjanji, tidak akan ada yang menyakitimu lagi," katanya pelan.

Malam semakin larut, dan Alena masih terjaga. Pikirannya penuh dengan kejadian tadi. Wajah pria asing yang mencoba menyerangnya terus terbayang, tetapi lebih dari itu, tatapan Raffael saat menyelamatkannya membuatnya gelisah.

Ia tidak mengerti, mengapa seorang pria seperti Raffael begitu posesif terhadapnya. Bukankah pernikahan mereka hanyalah kewajiban keluarga? Namun, sikap Raffael malam ini berbicara lain.

Di luar kamar, Raffael berdiri di depan pintu. Ia tidak langsung masuk, hanya memandang gagang pintu seakan sedang mempertimbangkan sesuatu. Matteo mendekat, membawa laporan tentang langkah selanjutnya untuk melindungi Alena.

"Kita sudah memperketat keamanan. Tapi, kau tahu ini baru permulaan, kan?" ujar Matteo.

Raffael mengangguk pelan. "Aku tidak akan membiarkan mereka mendekatinya lagi. Kalau perlu, aku akan memindahkan dia ke tempat yang lebih jauh."

Matteo menghela napas. "Kau terlihat berbeda sejak Alena datang ke dalam hidupmu. Kau lebih... lembut."

Raffael hanya tersenyum tipis, tetapi tidak menyangkal. "Dia adalah satu-satunya hal yang membuat semua ini berarti, Matteo. Jika aku kehilangan dia, maka tidak ada gunanya lagi semua kekuasaan ini."

Matteo terdiam sejenak, lalu menepuk bahu Raffael. "Baiklah, aku akan memastikan semuanya aman. Kau, masuklah dan temani dia. Dia pasti butuh seseorang malam ini."

Tanpa menjawab, Raffael membuka pintu dan melangkah masuk. Alena menoleh, matanya yang sembab menatapnya. Raffael mendekat, duduk di tepi ranjang.

"Alena," ucapnya pelan, suaranya penuh kelembutan. "Aku di sini. Kau aman sekarang."

Alena hanya menatapnya dalam diam, dan untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa mungkin, ia bisa mempercayai pria ini.

---