Chapter 11 - bab : 11

Bab 11: Di Balik Topeng Kekuatan

Malam itu, hujan turun deras membasahi vila Santoro. Langit kelabu dan suara gemuruh guntur membuat suasana semakin mencekam. Alena duduk di depan perapian, merenung dengan gelas teh yang sudah dingin di tangannya. Pikirannya masih terjebak pada peristiwa beberapa hari terakhir—tentang ancaman yang diterimanya dan bagaimana Matteo muncul tepat waktu untuk menyelamatkannya.

Namun, yang paling mengganggunya adalah sikap Raffael. Setelah kejadian itu, ia terlihat lebih tertutup dari biasanya, seolah-olah ada sesuatu yang ingin ia katakan tetapi selalu menahannya.

Langkah kaki terdengar mendekat. Alena menoleh dan melihat Raffael berdiri di ambang pintu, wajahnya serius seperti biasa. "Kita perlu bicara," katanya singkat.

Alena meletakkan gelasnya dan mengangguk. "Aku juga merasa kita perlu bicara."

Raffael berjalan mendekat dan duduk di sofa di hadapannya. Ia menatap Alena dalam-dalam sebelum berkata, "Aku tahu belakangan ini banyak hal yang membuatmu tidak nyaman. Dan aku minta maaf karena aku tidak bisa melindungimu sepenuhnya."

Alena mengernyit. "Raffael, aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa aku merasa seperti hidup di tengah-tengah konflik yang tidak aku pahami?"

Raffael menghela napas panjang. Ia terlihat ragu untuk berbicara, tetapi akhirnya ia mulai. "Dunia yang aku tinggali bukan dunia yang sederhana, Alena. Keluarga Santoro punya musuh. Dan mereka tidak segan-segan menggunakan siapa pun yang mereka anggap sebagai kelemahanku untuk menyerangku."

Alena merasakan jantungnya berdegup kencang. "Kamu menganggap aku kelemahanmu?" tanyanya dengan nada penuh emosi.

"Bukan begitu." Raffael menggeleng. "Kamu adalah kekuatanku, Alena. Tapi mereka melihatmu sebagai titik lemah karena mereka tahu aku akan melakukan apa saja untuk melindungimu."

Alena terdiam. Ia tidak tahu harus merasa tersanjung atau khawatir. "Jadi, ancaman yang aku terima... semua itu karena aku istrimu?"

"Ya," jawab Raffael dengan suara pelan. "Dan itu sebabnya aku tidak pernah ingin menyeretmu ke dalam dunia ini. Tapi sekarang, aku tidak punya pilihan."

Alena menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku tidak pernah meminta ini, Raffael. Aku tidak pernah ingin menjadi bagian dari dunia mafia."

"Aku tahu," jawab Raffael. "Dan aku minta maaf karena aku tidak bisa memberimu kehidupan yang normal. Tapi aku berjanji, aku akan melakukan apa saja untuk memastikan kamu aman."

Mereka terdiam beberapa saat, hanya suara hujan yang mengisi kekosongan di antara mereka.

"Tapi aku juga ingin tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi," kata Alena akhirnya. "Aku tidak bisa terus hidup dalam ketidaktahuan, Raffael."

Raffael menatapnya dengan ragu, tetapi akhirnya ia mengangguk. "Baiklah. Tapi aku hanya akan memberitahumu sebagian, untuk saat ini."

**

Beberapa jam kemudian, Raffael membawa Alena ke ruang bawah tanah yang tersembunyi di balik pintu rahasia di perpustakaan vila. Alena merasa gugup tetapi juga penasaran. Ruangan itu penuh dengan peta, dokumen, dan layar monitor yang menampilkan kamera pengawas di berbagai sudut vila.

"Ini adalah pusat kontrol kami," kata Raffael. "Dari sini, aku dan timku memantau semua yang terjadi di sekitar kita."

Alena mengamati layar-layar itu dengan hati-hati. Ia melihat Matteo dan beberapa pria lain sedang berjaga di luar vila. "Apa mereka selalu ada di sana?" tanyanya.

"Ya," jawab Raffael. "Keamanan adalah prioritas utama kami."

Alena mengangguk, mencoba mencerna semua informasi ini. Tetapi matanya tertuju pada sebuah dokumen di meja yang tampaknya berisi foto dan informasi tentang seseorang. "Siapa ini?" tanyanya, menunjuk dokumen itu.

Raffael ragu sejenak sebelum menjawab. "Dia adalah salah satu orang yang mengancammu di pusat perbelanjaan. Kami sedang menyelidiki siapa yang memerintahkannya."

Alena merasa perutnya bergejolak. "Jadi, kamu benar-benar yakin ada seseorang yang ingin menyakitiku?"

"Ya," jawab Raffael tegas. "Dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi."

Alena merasakan campuran antara ketakutan dan rasa aman. Di satu sisi, ia takut pada bahaya yang mengintai. Tetapi di sisi lain, ia tahu Raffael akan melakukan segalanya untuk melindunginya.

**

Malam itu, ketika mereka kembali ke kamar, Alena tidak bisa tidur. Pikirannya terus melayang pada apa yang telah ia lihat dan dengar. Raffael sudah tertidur di sampingnya, napasnya terdengar pelan dan teratur.

Tanpa sadar, Alena memandangi wajah Raffael yang tampak tenang dalam tidurnya. Di balik sikap dinginnya, ia tahu ada beban besar yang harus dipikul oleh suaminya. Dan meskipun ia tidak pernah memilih untuk berada dalam situasi ini, ia tidak bisa menyangkal bahwa ia mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa takut terhadap Raffael.

"Apa aku benar-benar mulai jatuh cinta padamu?" gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan.

Namun, sebelum ia bisa memikirkan lebih jauh, suara gemuruh guntur di luar membuatnya tersentak. Hujan masih turun dengan deras, seolah-olah langit sedang mencerminkan kekacauan yang ada di dalam pikirannya.

Di sisi lain, ia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Dan meskipun ia masih merasa takut, ia juga merasa lebih kuat dari sebelumnya. Ia tahu bahwa ia harus menghadapi semua ini dengan kepala tegak, bersama Raffael.

Dan untuk pertama kalinya, ia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.