Bab 8: Titik Terang di Tengah Bayang-Bayang
Alena terbangun dengan kepala yang sedikit berat. Ia mengerjap beberapa kali, menyadari dirinya berada di kamar rumah peristirahatan yang kemarin dijelaskan Raffael sebagai tempat pelariannya. Cahaya matahari pagi masuk melalui celah tirai, menyapu kamar dengan sinar hangat. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, tetapi ingatan itu terasa buram—mungkin karena kelelahan setelah ketegangan malam itu.
Saat ia melangkah keluar kamar, aroma kopi segar menyambutnya. Di dapur, terlihat pemandangan yang membuatnya tak percaya: Raffael sedang berdiri di depan kompor, mengenakan kaus putih polos yang menggantung santai di tubuhnya. Ia terlihat begitu santai, seolah kejadian semalam tidak pernah terjadi.
"Apa kau benar-benar mafia atau hanya koki yang menyamar?" tanya Alena, duduk di meja dapur sambil menopang dagu.
Raffael menoleh, alisnya sedikit terangkat. "Kalau aku koki, maka aku koki yang sangat berbakat," balasnya dengan senyum kecil. "Tapi kalau kau tidak mau makan masakanku, aku bisa membatalkannya."
Alena tertawa kecil. "Aku tidak pernah bilang aku tidak mau makan. Hanya saja, ini terlihat… tidak cocok dengan gambaran dirimu yang biasanya dingin dan misterius."
Raffael berjalan mendekat sambil membawa dua cangkir kopi. "Kau harus tahu, Alena. Bahkan pria dingin dan misterius butuh istirahat dari perannya." Ia meletakkan cangkir di hadapan Alena dan duduk di depannya.
Alena menatap Raffael, mencoba memahami sisi lain dari pria itu yang jarang ia lihat. Ia meminum kopinya perlahan, membiarkan kehangatan itu mengalir ke tubuhnya.
"Bagaimana perasaanmu hari ini?" tanya Raffael, menatapnya dengan sorot mata penuh perhatian.
"Lebih baik," jawab Alena jujur. "Tapi aku masih merasa sedikit aneh dengan semua yang terjadi semalam."
"Semalam itu hanya awal," kata Raffael sambil menghela napas. "Tapi aku berjanji, aku akan melakukan apa pun untuk memastikan kau tetap aman."
Alena tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya bisa menatap pria di depannya, yang meskipun terlihat begitu kuat dan tangguh, kini menunjukkan sisi lembutnya.
---
Setelah sarapan, Raffael mengajak Alena untuk berjalan-jalan di sekitar properti. Ternyata, rumah peristirahatan itu memiliki taman yang luas dan indah, lengkap dengan danau kecil di tengahnya. Alena merasa seperti berada di dunia yang berbeda—jauh dari kebisingan dan tekanan hidup mereka sehari-hari.
"Tempat ini sangat indah," kata Alena, menatap danau yang memantulkan cahaya matahari pagi. "Kenapa kau tidak tinggal di sini saja?"
Raffael tersenyum tipis. "Karena keindahan ini hanya sementara. Dunia nyata selalu memanggilku kembali."
Alena mengangguk pelan. Ia tahu apa yang dimaksud Raffael. Dunia mafia bukanlah dunia yang bisa ia tinggalkan begitu saja. Tetapi, untuk saat ini, ia memutuskan untuk menikmati momen damai itu.
Saat mereka berjalan di sepanjang danau, Alena tidak sengaja menginjak sesuatu yang licin dan kehilangan keseimbangannya. Ia hampir jatuh ke dalam air, tetapi Raffael dengan sigap menangkapnya.
"Wow, kau hampir membuatku basah kuyup," kata Raffael dengan nada bercanda, sambil memegang erat tangan Alena.
Alena tertawa kecil. "Seharusnya kau membiarkan aku jatuh. Aku butuh sesuatu yang menyegarkan."
Raffael menggelengkan kepala. "Tidak, kau terlalu berharga untuk itu."
Kata-kata itu membuat Alena terdiam. Ia menatap Raffael, mencoba mencari tahu apakah pria itu serius atau hanya bercanda. Tetapi, sorot mata Raffael menunjukkan ketulusan yang tidak bisa disangkal.
---
Hari itu berlalu dengan cepat, dan malam pun tiba. Mereka kembali ke rumah dan duduk di ruang tamu, mengobrol tentang banyak hal. Raffael menceritakan beberapa kenangan masa kecilnya, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.
"Jadi, kau pernah lari dari rumah hanya karena ibumu melarangmu makan es krim?" tanya Alena, tertawa terbahak-bahak.
Raffael mengangguk dengan wajah serius, tetapi sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman. "Itu adalah keputusan paling heroik yang pernah aku buat di usia lima tahun."
Alena tidak bisa berhenti tertawa. Ia tidak pernah membayangkan Raffael yang selalu terlihat serius memiliki sisi lucu seperti ini.
"Tapi kau tahu apa yang terjadi setelah itu?" lanjut Raffael. "Ayahku mencariku sepanjang malam, dan ketika dia menemukanku, dia membelikanku es krim. Itu pertama kalinya aku melihat dia mengalah."
Alena tersenyum mendengar cerita itu. Ia bisa merasakan bahwa hubungan Raffael dengan ayahnya sangat kompleks, tetapi juga penuh dengan rasa hormat.
"Bagaimana denganmu?" tanya Raffael tiba-tiba. "Apa kau punya cerita masa kecil yang menarik?"
Alena berpikir sejenak. "Tidak ada yang terlalu menarik, tapi aku pernah mencoba kabur dari rumah hanya karena aku ingin pergi ke konser band favoritku. Aku bahkan menabung selama setahun untuk tiketnya."
Raffael menatapnya dengan penuh minat. "Lalu apa yang terjadi?"
"Ibuku menangkapku sebelum aku sempat keluar rumah. Dia menyita tiketku, dan aku menghabiskan malam itu menangis di kamar."
Raffael tertawa kecil. "Sepertinya kita punya banyak kesamaan."
Obrolan itu membuat mereka berdua merasa lebih dekat. Alena mulai merasa bahwa Raffael bukanlah pria yang sepenuhnya dingin dan menakutkan. Ia memiliki sisi manusiawi yang hangat, sesuatu yang membuat Alena merasa nyaman berada di dekatnya.
---
Namun, seperti biasanya, momen itu tidak bertahan lama. Sebelum tidur, Raffael menerima panggilan dari salah satu anak buahnya, yang mengabarkan bahwa ada pergerakan mencurigakan dari salah satu keluarga saingan mereka.
"Ini tidak akan berhenti, ya?" kata Alena ketika melihat ekspresi serius Raffael setelah panggilan itu.
Raffael menghela napas. "Tidak. Tetapi aku akan memastikan kau tetap aman, apa pun yang terjadi."
Alena hanya bisa mengangguk. Ia tahu bahwa hidup mereka tidak akan pernah benar-benar damai, tetapi ia mulai menerima kenyataan itu.
Ketika Alena berbaring di tempat tidurnya malam itu, ia memikirkan semua yang telah terjadi sejak ia dijodohkan dengan Raffael. Ia tidak pernah membayangkan dirinya berada di posisi ini—hidup bersama seorang mafia yang memiliki sisi lembut tetapi juga penuh bahaya.
Namun, di balik semua ketegangan itu, Alena merasa ada sesuatu yang mulai berubah di hatinya. Ia mulai melihat Raffael tidak hanya sebagai pria yang mengontrol hidupnya, tetapi juga sebagai seseorang yang benar-benar peduli padanya.
Dan mungkin, hanya mungkin, ia mulai merasakan hal yang sama.
---