Langit sore berubah menjadi warna oranye pekat ketika rombongan Tianlong akhirnya keluar dari lembah yang penuh bahaya. Namun, ketegangan di antara mereka belum mereda. Fitnah Lanmei tentang Lingxue masih menghantui para prajurit, dan rasa curiga mulai menyelimuti suasana perjalanan.
Lingxue menjaga jarak, berjalan jauh di depan rombongan, sementara Tianlong tetap memperhatikannya dengan cemas. Yingfei, yang selalu berada di sisi Lingxue, mulai merasakan ada yang tidak beres di antara rombongan mereka.
"Pangeran," bisik Yingfei ketika mereka berhenti di tepi sungai untuk beristirahat, "aku yakin ada seseorang yang sengaja menyebarkan keraguan di antara kita."
Tianlong mengangguk, matanya melirik Lanmei yang sedang berbicara dengan beberapa prajurit. "Aku tahu siapa dalangnya," gumamnya pelan.
---
Rencana Licik Lanmei
Di tempat lain, Lanmei mendekati dua prajurit dengan senyum manipulatif.
"Kalian lihat sendiri, bukan?" bisiknya. "Lingxue memiliki kekuatan yang tidak wajar. Siapa yang tahu apa yang dia sembunyikan?"
Salah satu prajurit mengangguk ragu. "Tapi dia telah menyelamatkan kita beberapa kali…"
Lanmei mendesah. "Itu hanya taktik untuk mendapatkan kepercayaan kita. Percayalah padaku, dia berbahaya. Kita harus melakukan sesuatu sebelum terlambat."
Prajurit itu tampak ragu, tetapi Lanmei tahu bahwa benih keraguan telah tertanam.
---
Serangan Tak Terduga
Di malam hari, saat semua sedang beristirahat, Lingxue terbangun oleh suara langkah kaki yang mencurigakan. Dia segera mengambil pedangnya dan keluar dari tendanya, hanya untuk menemukan tiga prajurit mendekat dengan wajah tegang.
"Lingxue," salah satu dari mereka berkata, "kau harus pergi dari sini."
Lingxue mengangkat alis. "Apa maksudmu?"
"Kami tidak bisa mempercayaimu," jawab prajurit itu dengan suara keras. "Kau mungkin saja mata-mata musuh."
Sebelum Lingxue sempat menjawab, Yingfei muncul dari balik tenda.
"Berhenti!" serunya. "Kalian tidak tahu apa yang kalian bicarakan!"
Tapi prajurit-prajurit itu tidak mundur. Salah satu dari mereka bahkan menghunus pedangnya.
"Aku tidak ingin melawan kalian," kata Lingxue dengan suara dingin, "tapi jika kalian memaksaku, aku tidak akan ragu."
Ketegangan semakin meningkat, tetapi sebelum ada yang menyerang, Tianlong tiba di tempat kejadian.
"Apa yang kalian lakukan?!" serunya, suaranya penuh otoritas.
"Pangeran, dia berbahaya," salah satu prajurit mencoba menjelaskan. "Dia—"
"Dia adalah salah satu dari kita," potong Tianlong dengan tegas. "Jika kalian tidak bisa menerima itu, kalian tidak punya tempat di rombonganku."
Para prajurit terdiam, tetapi rasa canggung di antara mereka tetap terasa.
---
Rahasia Masa Lalu yang Terungkap
Malam itu, Lingxue duduk sendirian di tepi sungai. Tianlong mendekatinya, membawa kantong air dan sedikit makanan.
"Kau harus makan," katanya lembut.
Lingxue menggeleng. "Aku tidak lapar."
Tianlong duduk di sebelahnya, diam sejenak sebelum akhirnya bertanya. "Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Lingxue? Kenapa mereka begitu takut padamu?"
Lingxue menatap air di depannya, wajahnya penuh kesedihan. "Mereka takut karena aku berbeda, Tianlong. Dan mereka benar."
"Apa maksudmu?"
Lingxue menarik napas dalam-dalam. "Aku bukan hanya penguasa kegelapan. Aku adalah anak dari Raja Cahaya dan Ratu Kegelapan."
Tianlong terkejut, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.
"Ketika aku lahir," Lingxue melanjutkan, "aku adalah simbol dari persatuan dua kekuatan yang saling bertentangan. Tapi dunia tidak pernah siap untuk menerima sesuatu yang berbeda. Aku diasingkan, diburu, bahkan oleh orang-orang yang seharusnya melindungiku."
Tianlong merasakan hatinya tersayat mendengar cerita itu. "Tapi kau tetap bertahan."
Lingxue mengangguk pelan. "Aku bertahan, karena aku tahu bahwa takdirku belum selesai. Tapi sekarang, aku merasa ragu. Apakah aku benar-benar punya tempat di dunia ini?"
Tianlong meraih tangan Lingxue. "Tempatmu ada di sini, bersamaku."
Lingxue menatapnya, dan untuk pertama kalinya, dia merasa ada seseorang yang benar-benar memahaminya.
---
Kudeta yang Memanas
Sementara itu, di istana, Selir Meiyue dan Erlang semakin memperkuat posisi mereka. Mereka mengirim mata-mata untuk mengikuti gerak-gerik Tianlong dan rombongannya, memastikan bahwa Lingxue tidak akan kembali.
"Kita harus memastikan bahwa mereka tidak pernah kembali," kata Meiyue dengan nada dingin.
Erlang mengangguk. "Jangan khawatir, Ibu. Aku sendiri yang akan mengurus mereka."
Meiyue tersenyum puas. "Bagus. Dengan Tianlong dan Lingxue lenyap, tidak ada yang bisa menghalangi kita lagi."
---
Kesetiaan yang Dipertaruhkan
Di perjalanan, hubungan antara Lingxue dan Tianlong mulai membaik, tetapi ketegangan di antara para prajurit tetap terasa. Lanmei terus berusaha menanamkan keraguan, bahkan mencoba mendekati Tianlong dengan dalih peduli.
"Tianlong," katanya suatu malam, "aku hanya ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja. Lingxue… dia terlalu misterius. Aku khawatir dia akan menyakitimu."
Tianlong memandangnya dengan dingin. "Aku tidak butuh kekhawatiranmu, Lanmei. Aku tahu siapa yang benar-benar peduli padaku."
Lanmei merasa terhina, tetapi dia tetap menyembunyikan amarahnya di balik senyum palsu.
---
Pertempuran Melawan Pasukan Bayangan
Ketika mereka hampir keluar dari hutan, mereka disergap oleh pasukan bayangan yang dikirim oleh Erlang. Pertempuran pun tidak bisa dihindari.
Lingxue, dengan kekuatannya yang luar biasa, memimpin serangan. Namun, pasukan bayangan itu jauh lebih kuat daripada yang mereka duga.
"Tianlong, tetap di belakangku!" seru Lingxue.
"Aku tidak akan membiarkanmu bertarung sendirian!" balas Tianlong.
Bersama-sama, mereka melawan musuh dengan kombinasi kekuatan yang luar biasa. Lingxue menggunakan kekuatan kegelapan, sementara Tianlong menggunakan kekuatan surgawinya.
Namun, di tengah pertempuran, Lingxue terluka parah oleh serangan musuh. Tianlong segera melindunginya, melawan musuh dengan kekuatan yang semakin besar.
"Lingxue, bertahanlah!" serunya.
Dengan sisa kekuatannya, Lingxue mengeluarkan serangan terakhir yang menghancurkan pasukan bayangan itu. Tetapi setelah itu, dia jatuh pingsan di pelukan Tianlong.