Chereads / Jalan Melewati Takdir / Chapter 14 - Gerbang

Chapter 14 - Gerbang

Akademi Dilveria, tempat dimana semua orang berlomba untuk menjadi yang terkuat dan berusaha untuk menjadi pahlawan selanjutnya.

Nama Akademi Dilveria yang terdengar hingga keseluruh penjuru benua membuat banyak orang ingin masuk kedalam akademi ini, bertarung demi mimpi dan melawan takdir.

Dipagi hari, Vin dan Renz akhirnya menemukan apa yang mereka cari.

Vin: "Renz, kau bisa melihat itu?. (Tanya Vin sambil menunjuk kekota dengan tangannya)

Renz: "Itu dia, Kota yang kita cari." (Nada semangat)

Pemandangan kota yang indah dan megah, seperti mimpi yang nyata. Sihir sebagai sumber energi, Fisik menjadi alat. Rumah yang indah dan megah, dinding yang melingkari Kota Devoria terlihat kokoh dan kuat.

Renz: "Dinding itu begitu tinggi." (Nada kagum)

Vin: "Aku rasa itu setinggi 10 meter." (Kagum)

Renz: "Lihat itu, disana ada gerbang masuk kota." (Menunjuk dengan tangan)

Renz: "Pintu itu terbuka, pasti ada yang menarik disana, Vin." (Wajah penasaran)

Vin: "Tapi coba lihat itu, ada 2 penjaga gerbang disana." (Pesimis)

Renz: "Ayo kita lihat kesana, aku rasa akan sangat menarik." (Suara semangat)

Vin hanya mengangguk dan mengikuti Renz.

Mereka berjalan bersama mengikuti jalan setapak, langkah mereka perlahan semakin cepat. Dalam setiap langkah menuju dekat dengan Kota Devoria, Vin merasakan kalau ada aura sihir yang kuat dari sekitar kota.

Vin: "(Aura ini, tekanan aura ini sangat kuat.)" (Suara dalam hati)

Vin dan Renz masih dalam perjalanan menuju gerbang depan kota.

Renz: "Hei, Vin, kau lihat itu?" (Nada bingung)

Mereka melambatkan langkah kaki mereka sebentar, dan melihat sesuatu yang berada di depan gerbang.

Vin: "Apa itu ras Elf?" (Sambil berjalan disamping Renz)

Renz: "Elf?, dari mana kau tahu?" (Bingung sambil menengok kearah Vin)

Vin: "Aku pernah dengar dari ayahmu, ada ras lain selain manusia didunia ini." (Melihat dengan tajam kearah seorang Elf)

Vin memperhatikan sosok Elf perempuan itu dengan seksama, dia melihat kalau Elf itu terhenti di depan gerbang yang dijaga 2 penjaga gerbang.

Vin: "Nanti aku jelaskan secara jelas, sekarang cepat menuju gerbang." (Tetap fokus pada Elf itu)

Renz: "Hah?." (Wajah kebingungan dan heran)

Vin dan Renz berjalan semakin cepat menuju gerbang, meskipun Renz kebingungan dengan perkataan Vin.

Vin: "(Aku merasa ada yang aneh dengan mereka.)" (Suara dalam hati, sambil mempercepat jalan)

Renz: "(Apa yang coba Vin lakukan?.)" (Bingung sambil mengikuti Vin)

Vin dan Renz melihat lebih jelas, jarak mereka semakin dekat.

Vin: "(Aura kuat muncul dari Elf itu, mata kiri ku bisa melihat itu dengan jelas.)" (Mata kiri Vin sedikit berwarna merah)

Dari pandangan mata kiri Vin, dia bisa melihat kalau aura yang keluar dari Elf itu berwarna biru.

Aura biru seperti api yang menyelimuti sosok Elf itu, tetapi Vin tidak tahu apapun tentang itu.

Tidak berselang lama, Vin dan Renz tiba. Mereka berhenti dan terkejut dengan apa yang mereka lihat. Mereka melihat seorang Elf perempuan yang mengenakan pakaian khas ras Elf yang berwarna hijau. Vin dan Renz terpaku pada sosok Elf yang cantik dan anggun, dengan rambut putih dan telinga panjang khas ras Elf.

Renz: "Indah." (Terkejut dan kagum)

Vin: "Mungil?." (Bingung, sambil sedikit memiringkan kepalanya karena heran)

Mata kiri Vin kembali normal, dan aura sosok Elf itu menghilang perlahan.

Vin dan Renz tidak bisa berkata banyak, mereka mencoba mendekati sosok Elf itu. Tetapi tepat sebelum mereka melangkah, mereka mendengar percakapan Elf dan 2 penjaga gerbang itu.

Sosok Elf: "Tolonglah, aku hanya ingin masuk." (Dengan nada memohon kepada penjaga gerbang)

Penjaga gerbang: "Kami tidak mengizinkan anak dibawah umur untuk masuk sembarangan kedalam." (Dengan nada tegas membalas)

Penjaga gerbang itu menghentakkan tombak mereka ketanah, seolah menegaskan kalau ucapan mereka.

Sosok Elf: "Aku-" (Ingin membalas ucapan penjaga gerbang)

Tepat sebelum sosok Elf itu menjawab, Vin berbicara pada penjaga gerbang itu.

Vin: "Hei, dia bukan anak kecil. Dia ras Elf, usianya lebih tua dari pada badannya." (Dengan nada serius)

Penjaga gerbang itu melihat satu sama lain.

Penjaga gerbang: "Apa kamu yakin?." (Nada serius dan tatapan tajam kearah Vin)

Vin: "Aku yakin kota ini sangat maju, harusnya kalian bisa tahu dengan mudah." (Membalas dengan tatapan tajam dan suara yang mengejek)

Renz dan sosok Elf itu hanya diam dengan perkataan Vin yang seakan mengejek.

Penjaga gerbang: "Panggil Mage kesini." (Berbicara kearah penjaga gerbang yang lain)

Vin, Renz dan Elf itu hanya bisa diam dan menunggu kehadiran seseorang yang disebutkan sebagai seorang Mage.

Tidak menunggu lama, Mage yang di panggil pun tiba. Vin, Renz dan Elf itu melihat kalau Mage itu adalah seorang wanita yang berbadan tinggi dan mengenakan pakaian seperti seragam berwarna putih, dengan tongkat kecil di tangan kirinya.

Tanpa pikir panjang Mage itu langsung menggunakan sihir untuk melihat warna aura sosok Elf itu. Mage itu hanya dengan sekilas melihat kalau sosok Elf bertubuh mungil itu memiliki aura putih.

Mage: "Dia sudah cukup umur, dia berusia 17 tahun. Biarkan Elf itu masuk." (Berbicara pada penjaga gerbang dengan suara tegas)

Lalu Mage itu melihat kearah Vin dan Renz. Mage itu melihat kalau aura Renz berwarna putih, tetapi aura Vin tidak terlihat sama sekali.

Mage: "(Tanpa aura?, kejadian langka.)" (Sedikit heran)

Mage itu tidak terlalu peduli dengan aura Vin, karena beberapa kejadian memang pernah terjadi.

Mage: "Biarkan 2 laki laki itu masuk juga." (Dengan mata tajam melihat kearah Vin)

Mage: "Perkuat penjagaan, keadaan saat ini masih belum damai." (Mage itu berbicara pada penjaga gerbang)

Vin: "(Apa yang sedang terjadi?)" (Sambil mempertanyakan keadaan)

Renz: "Sudah sudah, mari masuk saja, Vin." (Dengan nada sedikit takut)

Mage itu pergi setelah berbicara pada penjaga gerbang, dan para penjaga gerbang akhirnya membiarkan Elf, Vin dan Renz masuk kedalam kota.

Vin: "(Meski mata kiri ku tidak aktif, aku masih merasakan aura tekanan ini.)" (Nada heran)

Vin, Renz dan Elf itu masuk kedalam kota, mereka terdiam sejenak tanpa ada percakapan apapun.

Dari kejauhan Kota Devoria terlihat megah dengan pemandangan indah, dinding yang tinggi dan kokoh membuat kesan kota ini terlihat aman dan damai. Cahaya matahari masuk kedalam kota, seperti sebuah tanda harapan. Tetapi Vin menyadari akan suatu hal.

Mata Vin melihat sekitar dan mengamati segala hal yang terjadi, meski Kota Devoria dari jauh terlihat megah dan indah, tetapi disetiap sudut gang sempit diantara rumah rumah terdapat sampah yang berantakan dan suara suara aneh.

Vin: "(Diluar terlihat indah, tetapi didalamnya rusak.)" (Nada menyindir)

Vin melihat kearah sosok Elf itu, dia melihat kalau tanda zodiak Elf itu adalah zodiak Libra.

Vin: "(Libra?, cukup jarang terlihat.)" (Vin sedikit terkejut)

Vin: "(Pantas saja aku merasa ada yang unik dari Elf ini.)" (Vin merasa sedikit lega)

Renz: "(Apa yang Vin bicarakan tadi saat berjalan menuju gerbang?.)" (Renz masih kebingungan)

Sosok Elf: "(Tadi orang yang bernama "Vin" itu memperhatikan aku?.)" (Elf itu merasa sedikit kurang nyaman)

Secara singkat, mereka sampai di depan tangga menuju Akademi Dilveria. Karena Akademi Dilveria itu cukup mencolok dan besar, mereka tidak perlu repot repot bertanya kepada orang sekitar.

Akademi Dilveria berada di bukit, tapi tidak terlalu tinggi. Sehingga saat orang orang ingin menuju pintu gerbang Akademi Dilveria itu perlu berjalan menaiki anak tangga.

Vin: "Akhirnya kita sampai." (Sambil melihat kearah pintu Akademi Dilveria)

Renz: "Wow." (Nada kagum)

Sosok Elf: "Eh?." (Kaget sambil melihat kearah Vin dan Renz)