Jeannie: "Vin, apa kamu marah?." (Bertanya dengan rasa penasaran sambil menegok kearah Vin)
Renz: "Kalau kamu lihat Vin diam, artinya dia sedang marah." (Melihat kearah Jeannie dengan wajah bercanda)
Vin: "Diam, aku hanya berbicara jika aku rasa itu penting." (Suara kesal, tetapi pandangannya tetap melihat kearah jalanan kota)
Jeannie: "Haha, begitu ya?." (Suara bercanda dengan tawa yang ceria kearah Vin)
Renz: "Serem banget, Vin." (Tersenyum tipis kearah Vin)
Vin: "Lupakan, ngomong ngomong, apakah kalian punya uang?." (Vin berhenti berjalan lalu berbalik arah melihat ke Renz dan Jeannie)
Jeannie dan Renz berhenti berjalan juga, ditengah jalanan Kota Devoria yang ramai. Keadaan sekitarnya terdapat beberapa orang yang berjalan jalan, suara dan hentakan langkah kaki banyak orang itu membuat debu tanah bertebaran.
Vin, Renz dan Jeannie terdiam satu sama lain. Melihat dengan heran dengan keadaan yang barusan terjadi.
Jeannie: "Uang?." (Suara heran sambil sedikit memiringkan kepalanya kekiri)
Renz: "Uang?." (Nada heran melihat kearah Vin)
Vin: "Jangan bilang kalian tidak tahu." (Wajah pesimis kearah Renz dan Jeannie)
Mereka bertiga saling bertatap mata dengan canggung.
Jeannie: "Eee, aku tidak tahu. Di ras ku tidak menggunakan sistem uang seperti ras manusia." (Suaranya gugup menjelaskan ke arah Vin)
Renz: "Uang di desa kita berbeda dengan di Kota, Vin?." (Bingung melihat kearah Vin)
Vin: "Lupakan, mari kita tanya orang orang disekitar sini." (Berbalik arah dan mulai berjalan kearah salah satu warung)
Jeannie: "Tunggu, Vin." (Berjalan mengikuti Vin)
Renz: "Tidak heran." (Berjalan mengikuti Vin)
Renz sudah terbiasa melihat apa yang sering Vin lakukan, Vin selalu berjalan sendiri tanpa menghiraukan orang lain.
Vin, Renz dan Jeannie berjalan bersama menuju salah satu warung yang menjual makanan di sekitar akademi.
Dibawah sinar matahari, cahaya menyinari jalan mereka menuju warung yang menjual makanan itu.
Singkat waktu mereka tiba di warung itu. Mereka berhenti tepat di depan warung itu.
Vin: "Padang?." (Vin membaca nama warung yang mereka tuju)
Jeannie: "Apa itu nama warung ini?." (Melihat kearah Vin)
Renz: "Sepertinya ada makanan enak disana." (Wajah penasaran melihat ke warung itu)
Vin: "Apa mau masuk kesana?." (Vin melihat kearah Jeannie)
Jeannie: "Ayo aja, tadi kamu bilang mau makan kan?." (Bertanya kearah Vin)
Vin: "Iya, dan aku juga ingin mencari tahu bagaimana sistem uang di kota ini." (Vin melihat Jeannie lalu memalingkan wajahnya kearah dalam warung itu)
Pemilik warung itu muncul dihadapan mereka, seorang pria yang cukup tua keluar dari warung itu. Pria itu memiliki postur tubuh kurus, menggunakan pakaian sederhana dan wajah yang ramah.
Pemilik Warung: "Hai kalian, mari masuk dan coba masakan Padang di kota ini." (Tangannya mempersilahkan masuk kedalam, wajah yang ramah dan nada yang santai berbicara dengan Vin dan Jeannie)
Renz: "(Pasti ada ayam yang enak disana.)" (Berkhayal didalam pikirannya sendiri)
Jeannie: "Eh iya, pak. Kami akan masuk dan mencoba." (Membalas sikap pemilik warung itu dengan ramah juga)
Vin: "Woy, Renz." (Sedikit keras menepuk pundak Renz)
Renz: "Huh, oh iya. Ayo masuk, Vin." (Kembali kedunia nyata dan mulai mengikuti Vin)
Vin, Renz dan Jeannie berjalan masuk kedalam warung Padang itu bersama sama, pemilik warung itu juga menyambut mereka dengan hangat dan ramah.
Vin berhenti sejenak dan berbicara pada pemilik warung itu, tetapi Jeannie dan Renz masuk duluan kedalam warung itu.
Vin: "Pagi pak, saya mau bertanya. Apakah disini menggunakan uang untuk membayar?." (Bertanya dengan santai ke pemilik warung itu)
Pemilik Warung: "Tentu, disini menggunakan Fiat sebagai alat tukar." (Sambil mengeluarkan selembar kertas dari kantong celananya)
Pemilik Warung: "Apa kamu bukan dari daerah sini, nak?." (Bertanya dengan ramah)
Sementara itu Jeannie dan Renz melihat lihat bagian dalam warung itu, ada beberapa orang yang makan dan minum di dalam warung itu. Wajah Jeannie dan Renz terpukau dan kagum dengan aroma masakan dan suasana hangat didalam warung Padang itu.
Vin: "Iya, pak. Saya dan teman saya itu bukan dari daerah kota, kami dari luar kota." (Wajahnya melihat kearah Jeannie dan Renz, lalu melihat kearah pemilik warung itu)
Pemilik Warung: "Oh begitu, jadi di kota ini menggunakan Fiat sebagai mata uang, nak. Kamu bisa mendapatkan Fiat darj berjualan seperti saya, atau kamu juga bisa menjadi petualang untuk mendapatkan Fiat." (Menjelaskan secara singkat bagaimana sistem uang di kota ini kepada Vin, dengan wajah yang ramah)
Vin: "Petualang?, apakah ada pekerjaan itu?." (Sedikit heran dengan perkataan pemilik warung tadi)
Pemilik Warung: "Tentu ada, disini ada Perkumpulan Petualang. Lokasi mereka ada di pusat Kota, kamu bisa bergabung kesana nak. Apalagi melihat tubuh mu yang kuat dan kamu juga memiliki pedang." (Menunjuk kearah pusat kota, lalu melihat kepedang Vin yang berada di samping kirinya Vin)
Vin: "Oh begitu, terimakasih pak, atas informasinya. Ngomong ngomong, kami disini belum punya Fiat, apakah bisa kami makan sedikit untuk hari ini?. Saya janji akan membayarnya setelah saya punya cukup uang." (Sedikit memohon kepada pemilik warung itu, sambil mengenggam erat pedang di samping kirinya)
Pemilik warung itu berfikir sejenak, melihat dengan seksama kearah Vin dan pedang Vin.
Pemilik Warung: "Tidak apa apa, nak. Kamu bisa makan untuk saat ini, tapi tolong jangan memaksakan diri untuk mencari uang. Nikmati lah perjalanan dikota ini, dan kalau kamu lapar, kamu bisa kembali lagi kesini. Saya akan menyambut kalian dengan ramah seperti biasa." (Wajah yang ramah dan senyuman hangatnya tertuju pada Vin)
Vin: "Terimakasih, pak." (Menaruh tangan kanannya di dada kiri, lalu menundukkan kepalanya kebawah sebagai ucapan terimakasih)
Pemilik warung dan Vin berjalan masuk bersama kedalam dan melihat lihat bagian dalam warung itu.
Vin: "Eh." (Matanya sedkit kaget melihat Jeannie dan Renz)
Vin melihat Jeannie dan Renz yang sedang makan dengan lahap, mereka makan ayam dan beberapa daging yang dijual di warung itu.
Vin: "Maaf, pak. Mereka makan terlalu banyak." (Melihat kearah pemilik warung)
Pemilik Warung: "Tidak apa apa, wajah mereka terlihat sangat bahagia ketika memakan masakan Padang saya. Inilah kenapa saya mendirikan warung ini, nak. Saya ingin melihat orang lain bahagia dengan masakan yang saya buat." (Melihat kearah Jeannie, Renz dan beberapa orang yang makan disana)
Pemilik Warung: "Ayo duduk, nak. Kamu juga harus makan bersama teman mu." (Melihat kearah Vin dan dengan ramah mempersilahkan Vin juga ikut makan)
Vin: "Baik, pak. Terimakasih." (Menundukkan wajahnya sedikit demi menghargai pemilik warung itu)
Vin dan pemilik warung itu berjalan menghampiri meja di tempat Jeannie dan Renz sedang makan, lalu Vin duduk disana dan memesan makanan kepada pelayan di warung itu. Vin memesan makanan yang sama seperti mereka.
Mereka bersama duduk disana, pemilik warung itu juga duduk disamping Vin.
Jeannie: "Kalian sudah dekat ya?." (Sambil mengunyah makanan, berbicara kepada Vin dan Pemilik Warung itu)
Sementara itu Renz masih dengan lahap makan, dan tidak memperdulikan keadaan sekitarnya.
Vin: "Ya begitulah, aku juga sudah bertanya tanya tentang kota ini." (Berbicara kearah Jeannie yang sedang mengunyah makanan)
Pemilik Warung: "Ngomong ngomong, kalian ini dari mana?." (Berbicara dengan ramah kepada mereka)
Vin: "Kami dari luar kota, pak. Kami ingin ke Akademi Dilveria, tapi karena kami belum makan, jadi kami mampir dulu kesini. Oh iya, nama saya Vin Crimson, maaf saya baru memperkenalkan diri." (Vin tersenyum tipis)
Pemilik Warung: "Nama saya, Adika Sur. Saya pemilik warung Padang ini, senang melihat kalian mampir kesini." (Dengan raamah membalas perkataan Vin)
Makanan yang dipesan Vin tiba, sebuah makanan yang terlihat mengoda dengan daging yang melimpah. Daging Ayam dan Sapi yang dibumbui dengan rempah rempah khas makanan Padang.
Adika: "Makanlah, Vin. Kalian tidak perlu bayar untuk saat ini, anggap saja ini hadiah atas kedatangan kalian kesini." (Dengan senyuman hangat berbicara pada Vin, Jeannie dan Renz)
Vin, Jeannie dan Renz memakan masakan Padang itu bersama, makanan lezat yang disajikan membuat perut mereka penuh dan membuat wajah mereka menjadi bahagia.
Pelayan warung: "Pak Adika, kami perlu bantuan mu." (Salah satu pelayan memanggil Adika)
Adika: "Tunggu. Vin dan kalian, makan saja ya. Saya ada urusan." (Berdiri sambil menepuk pundak Vin, lalu berjalan menghampiri pelayan tadi)
Jeannie: "Apakah benar kita tidak perlu bayar, Vin?." (Setelah selesai makan, Jeannie bertanya kepada Vin)
Vin: "Begitulah, Besok aku akan bekerja untuk mencari uang. Aku harus membalas budi kepada pemilik warung tadi." (Setelah Vin menelan makanannya, Vin menjawab pertanyaan Jeannie)
Jeannie: "Kerja apa?." (Dengan heran bertanya kembali)
Vin: "Kamu tidak perlu tahu, Jen." (Dengan nada pelan menjawab pertanyaan Jeannie dengan singkat)
Jeannie: "Kenapa?, eh. Tadi kamu manggil aku "Jen"?." (Matanya serius menatap Vin)
Vin tidak menjawab dan lebih memilih untuk makan dari pada menjawab pertanyaan Jeannie.
Sementara itu, wajah Renz terlihat bahagia dan puas dengan makanan yang disajikan. Renz tidak bisa berkata apapun.
Jeannie: "Hei, jawab dong." (Wajah kesal dan matanya menatap Vin dengan serius)
Vin: "Begitulah." (Dengan singkat menjawab Jeannie)
Jeannie: "Hah?." (Bingung dengan jawaban Vin)
Vin tidak melanjutkan percakapan dengan Jeannie.
Vin: "Renz, Woy. Ayo kita pergi." (Setelah Vin selesai makan, Vin memanggil Renz)
Jeannie: "Hei, jangan ubah topik." (Dengan suara kesal berbicara pada Vin)
Renz: "Hah?, oh. Kita ga bayar?." (Renz kembali ke dunia nyata dan bertanya kepada Vin)
Vin: "Nanti aku jelaskan." (Berdiri dari tempat makan, lalu berjalan ke Adika)
Jeannie: "Hei, Vin." (Berdiri lalu berbicara dengan kesal kepada Vin)
Vin berjalan tanpa menghiraukan Jeannie.
Vin bertemu dengan Adika, Vin melihat kalau Adika sedang melayani beberapa pembeli didepan warung.
Vin: "Pak, Adika. Kami izin untuk pergi ya, saya akan kembali lagi besok untuk membalas budi." (Berbicara pada Adika yang sedang berada di depan warung)
Adika: "Oh, baiklah, Vin. Besok kembali lagi kesini ya, saya akan menyambut dengan hangat." (Dengan ramah berbicara pada Vin)
Jeannie dan Renz mengikuti Vin dibelakang, mereka mendengar percakapan Vin dan Adika.
Vin: "Terimakasih, pak. Saya izin pergi." (Menaruh tangan kanannya di dada kirinya, lalu menundukkan kepalanya kebawah sebagai ucapan terimakasih)
Vin bejalan duluan kedepan, lalu diikuti Jeannie dan Renz.
Jeannie dan Renz tersenyum hangat kepada Adika, dan Adika juga membalas dengan senyuman hangat juga.