Di salah satu bangunan Kastil, terdapat lorong besar yang serat akan keindahan dan kemewahan. Bukan sesuatu yang spesial, mengingat hampir setiap sudut Kastil ini juga memiliki nuansa demikian.Namun, yang membuatnya berbeda adalah fakta bahwa terdapat penjagaan yang begitu ketat.Sepanjang jalan, ada deretan prajurit berjirah lengkap, berdiri dengan mantap di kedua sisi lorong.Tubuh mereka sepenuhnya ditutupi oleh armor baja, menenteng pedang besi yang masih tersarungkan. Namun lengan mereka yang satunya sudah tersedia di gagang pedang, bersiap untuk mengeluarkannya kapanpun itu dibutuhkan.Ren berjalan di lorong tersebut, mengabaikan para penjaga, begitu juga sebaliknya, mereka sudah mengenalnya.Tiba di ujung lorong, Ren dihadapkan dengan sebuah pintu besar, dirinya menatap pintu itu dengan ekspresi serius, tahu bahwa apa yang menunggunya di dalam adalah sesuatu yang begitu penting.Mengangguk pada kedua prajurit yang menjaga pintu, mereka membukakannya dan Ren segera melangkah masuk.Di dalam, Ren segera di hadapkan pada sebuah ruangan aula yang luas. Berbeda dari ruangan lain di Kastil ini yang penuh akan dekorasi indah, disini, ruangannya tampak sepi dan monoton.Seluruh jendela tertutup rapat tanpa cahaya masuk, satu-satunya sumber penerangan adalah cahaya dari deretan lampu minyak yang digantung di sudut ruangan.Bagian tengah aula diletakkan meja bundar besar dengan dua belas bangku di sekelilingnya, beberapa kosong, beberapa telah terisi."Ini dia, akhirnya pahlawan kita datang."Ren menoleh ke sumber suara, melihat seorang pria usia tiga puluhan tengah duduk, tersenyum akrab padanya. Pria itu memiliki rambut hitam pendek ditata rapi dan mata biru yang dalam, mengenakan pakaian kehormatan kesatria. Dia adalah Sir Cale, seorang Master Pedang, sama seperti dirinya.Ren mengangguk padanya, berjalan dan membungkuk ke kursi utama. "Maaf telah membuatmu menunggu Yang Mulia."Arthur Von Artia, Raja Kerajaan Artia dan ayah dari tunangannya, Alicia, melambaikan tangannya dengan santai, berkata ramah. "Jangan khawatir Sir Ren, kau datang tepat waktu."Bangkit, Ren mengambil kursinya sendiri, menatap sekeliling dan menemukan hanya ada lima orang yang mengisi ruangan."Baiklah, karena semua orang sudah hadir, kau bisa memulainya Sir Cale." Raja memberi perintah.Sir Cale bangkit dari kursinya, membungkuk pada Raja. "Sesuai keinginan anda Yang Mulia."Menatap mereka yang hadir, Sir Cale melanjutkan dengan nada berat. "Kami telah mengetahui dimana lokasi para pengkhianat."Kata-katanya segera membawa keheningan yang dingin di seluruh aula, semuanya memiliki ekspresi serius.Dua minggu lalu, terdapat penyerangan yang terjadi di Istana, bukan oleh kerajaan lain, tapi dilakukan oleh beberapa petinggi yang melakukan upaya kudeta.Mereka menyerang tokoh penting, salah satunya adalah keluarga kerajaan — mereka berniat membunuh semuanya dalam satu malam.Untungnya upaya mereka gagal. Namun, meski begitu, dampak yang dihasilkan tidaklah kecil, banyak tokoh yang berhasil dibunuh, beberapa ada yang seharusnya juga ikut hadir di pertemuan ini.Para kursi kosong ini dulunya adalah milik mereka, sayangnya mereka telah tiada sekarang, telah gugur sebagai rekan yang menjadi korban kudeta.Tapi ada juga yang mati sebagai pengkhianat. Beberapa petinggi disini juga merupakan pelaku, sialnya ada dua yang berhasil selamat dan masih menjadi buron. Berita atas penemuan lokasi para pengkhianat itu jelas sepenuhnya menarik minat mereka."Apa kredibilitas informasi ini bisa dipercaya, Sir Cale?"Suara kasar yang agak tua terdengar. Ren mengalihkan pandangan untuk melihat Sir Orum, seorang pria tua di usia lima puluhan dengan rambut hitamnya yang mulai memutih.Meski begitu, dia sama sekali tak terlihat seperti orang tua rentan. Sebagai Master Pedang, Sir Orum memiliki fisik yang kuat — meski masa jayanya telah usai, dirinya masih berbahaya di medan pertempuran, bahkan mata hitamnya pun masih memancarkan ketajaman seorang pejuang.Sir Cale tersenyum ramah, sedikit membungkuk untuk menunjukkan rasa hormatnya. "Sir Orum, informasi ini datang melalui kabar burung yang dikirim oleh prajurit kita yang menjaga perbatasan. Dikatakan bahwa beberapa warga sipil melihat figur orang yang mirip seperti para pelaku. Prajurit kita mencoba menyamar dan mengkonfirmasi, mereka memang menemukan bahwa meski belum pernah bertemu orang-orang ini, mereka yakin 90% atas kemiripan keduanya dengan para pengkhianat yang kita cari."Ren dan yang lainnya mengerutkan kening, informasi barusan tidak sepenuhnya bisa diandalkan.Memang benar, para prajurit yang bertugas di perbatasan mungkin tidak pernah memiliki kesempatan untuk melihat secara langsung para petinggi yang berkhianat ini, jadi mereka hanya bisa menilainya melalui selebaran gambar para pelaku."Aku tahu bahwa ada kemungkinan informasi ini salah, tapi ini adalah hal terbaik yang kita punya." Sir Cale melanjutkan.Raja Arthur menangguk. "Aku sudah membaca langsung surat itu, dan memang sejauh ini, hanya itu yang kita punya." Menatap yang lain, Raja melanjutkan. "Aku ingin mendengar apa pendapat kalian perihal ini."Tak ada yang langsung menjawab, sampai ketika Sir Cale berpendapat. "Menurutku ini layak dicoba, kami tak bisa kehilangan kesempatan untuk mencabut para rumput liar ini, terutama ketika kita berpacu pada waktu, mereka mungkin telah pergi jika kita terlalu lama bertindak."Ren meliriknya dan bertanya. "Sir Cale, jika aku boleh tahu, kapan berita ini diterima?""Burung yang membawa berita tiba satu jam yang lalu, melihat isi suratnya, aku segera membawanya kehadapan Yang Mulia, memikirkan jarak tempuh dan waktu pembuatan surat, aku memperkirakan para pengkhianat ini terlihat di pagi hari," jawabnya.Ren mengerutkan kening, bergumam. "Jika mereka melanjutkan perjalanan ke luar perbatasan, menghitung waktu istirahat di malam hari, mereka mungkin akan tiba di kerajaan lain dalam dua hari."Sir Cale mengangguk. "Itulah sebabnya aku mengatakan bahwa kita berpacu pada waktu. Jika kami salah, maka kami hanya akan menyianyiakan waktu, tapi jika orang ini ternyata benar para pengkhianat, maka kita telah melewatkan kesempatan emas. Kesempatan berikutnya pasti akan lebih sulit di dapat mengingat mereka telah berada di luar teritori kerajaan kita."Yang lain merenung dengan muram, sampai pada akhirnya Raja menghela napas berat dan berkata. "Aku sudah membuat keputusan."Yang lain menatapnya saat Raja melanjutkan. "Kalian berempat akan berangkat untuk memeriksa sendiri informasi ini."Ren mengerutkan kening, begitu pula yang lain, bukan karena perintah Raja, melainkan penggunaan katanya yang tidak menyebut tiga, melainkan empat, karena sejatinya itu berarti...Pria tegap berusia lima puluh lainnya, yang selama pertemuan ini selalu berdiri di belakang Raja, menunjukkan ekspresi bingung. Dia berbisik kepadanya. "Yang Mulia, apa maksudmu-""Kau benar Galahad, aku ingin kau ikut dalam misi ini." Raja berkata tegas, memotongnya.Tak hanya Sir Galahad, tapi Ren dan yang lainnya menatap tak senang atas perintah itu.Ren ingin mengatakan sesuatu sebelum didahului oleh Sir Cale. "Yang Mulia, aku menentang ini, Sir Galahad adalah kesatria pribadi anda, tanpa kehadirannya, keselamatan anda akan dipertaruhkan."Raja menatap para kesatria yang hadir dan menggeleng. "Memang sudah menjadi tugas kalian untuk melindungiku, tapi lebih dari itu, mematuhi perintah Raja adalah hal yang perlu kalian prioritaskan."Menatap tegas, Raja melanjutkan. "Jangan lupa, kedua pengkhianat ini adalah Master Pedang seperti kalian, jika terjadi pertarungan, maka kemungkinannya kalian akan terbagi menjadi dua kelompok, yang satu akan melawan bersama-sama, sedangkan yang lain harus melawannya dalam pertarungan satu lawan satu. Karenanya, lebih baik Galahad ikut hadir, sehingga kalian bisa melawan satu pengkhianat berdua, meningkatkan potensi kemenangan dan keselamatan."Mendengarnya, Ren segera berdiri dan berkata. "Yang Mulia, aku tidak keberatan terlibat dalam pertarungan satu lawan satu, karenanya anda tidak perlu mengirim Sir Galahad untuk ini."Raja menatapnya, entah mengapa matanya yang tegas tampak melembut melihat pemuda itu. Dia tersenyum kecil. "Sir Ren, aku tidak meragukan kompetensimu, kami semua tahu prestasimu, kau memiliki peran besar dalam memadamakan api kudeta sebelumnya.""Karena itu Yang Mulia, aku-""Tetap tidak." Raja memotong dengan tegas. "Keputusanku sudah bulat, apakah masih ada yang ingin mengemukakan pendapatnya?"Yang lain terdiam, termasuk Ren yang memiliki ekspresi tak nyaman. Raja mengabaikannya dan menatap pria di sampingnya. "Bagaimana denganmu Galahad, kau punya pikiranmu sendiri perihal ini?"Sir Galahad, meski tampak ragu, dia akhirnya mengutarakan pendapatnya. "Sejujurnya aku ingin menentang perintahmu Yang Mulia, meninggalkanmu tanpa penjagaan yang layak adalah hal terakhir yang ingin aku lakukan. Tapi... melihat ketegasanmu, aku tahu bahwa anda tidak akan menarik diri dan pelayan setiamu ini hanya akan patuh pada perintahmu Yang Mulia."Raja mengangguk puas. "Inilah yang aku suka darimu Galahad."Menatap yang lain, Raja melanjutkan. "Demi menjaga kerahasiaan dan menghindari mata-mata dari pihak musuh, hanya kalian berempat yang akan berangkat, tanpa membawa pasukan prajurit, menyamar sebagai pedagang.""Kalian akan mulai bergerak saat tengah malam nanti. Jika informasi itu salah, kembalilah, namun jika itu benar." Raja berhenti sejenak, matanya berkilat dingin, berseru dengan tegas. "Aku ingin kalian membawa kepala mereka ke hadapanku!"Ren, Sir Cale, Sir Orum dan Sir Galahad, bangkit, menjawab dengan tegas. "Sesuai perintah anda Yang Mulia!"Mengangguk senang, Raja memerintahkan yang lain untuk kembali, semuanya, kecuali Ren.Sir Cale yang berjalan pergi, memberinya kedipan nakal dan berkata. "Bintang hanya bersinar di malam hari, ini mungkin waktunya bagimu untuk bersinar."Sudut wajah Ren berkedut mendengar analogi puitisinya. 'Apa maksudnya itu? apa dia berharap aku akan memanfaatkan situasi buruk ini?'Mengabaikan godaan Sir Cale, Ren dengan tenang menunggu. Namun, dirinya terkejut melihat bagaimana Raja juga meminta agar Sir Galahad untuk meninggalkan ruangan.Sebagai kesatria pribadi Raja, dia seharusnya selalu berada di sisinya.Namun yang tak kalah mengejutkannya adalah fakta bahwa Sir Galahad dengan mudah menyetujuinya. Pria tua bertubuh tegap itu sama sekali tidak memprotes, sangat kontras dengan dirinya sebelumnya.Ketika pintu kembali tertutup, hanya menyisakan mereka berdua, Ren tak bisa tidak merasa gugup akan situasi yang ada.Dia tidak bodoh, perginya Sir Galahad mengindikasikan bahwa akan ada pembicaraan pribadi di antara mereka. Lagi pula, selain sebagai bawahan dan atasan, mereka juga memiliki hubungan sebagai calon menantu dan calon mertua.Ren menelan ludahnya, mencoba menampilkan citra diri yang tenang, meski di dalam dirinya begitu gugup karena sendirian berhadapan dengan Raja, tidak, dengan calon ayah mertuanya.Arthur, Raja Kerajaan Artia, merebahkan dirinya ke kursi, menarik napas dalam-dalam, seolah tengah menyegarkan dirinya kembali dan memang, dia tampak lebih santai setelahnya. Menatap pemuda di hadapannya, Arthur tersenyum ringan. "Tak perlu begitu tegang, aku tidak akan membawamu ke tiang gantung atau semacamnya."Ren tersenyum masam, ingin mengatakan sesuatu namun Raja memotongnya lebih dulu."Tentu, jika kau membuat putri kecilku menangis, itu bisa saja jadi kenyataan.""..."Ren menelan ludahnya, meski terdengar seperti lelucon, entah mengapa dirinya merasa bahwa itu tidak sepenuhnya salah. Pria tua di depannya ini, jika menyangkut perihal putrinya, pasti tidak akan ragu untuk melakukan apapun bahkan jika dia harus membakar dunia sekalipun. Sungguh Pak Tua yang menakutkan dengan leluconnya yang mengerikan!"Itu tidak akan pernah terjadi Yang Mulia!" Ren menjawab tegas, atau lebih tepatnya dengan sedikit rasa panik.Raja mengangguk, melambaikan tangan. "Santai saja, aku disini untuk menyampaikan beberapa patah kata untukmu." mengambil jeda, tiba-tiba sorot matanya berubah tajam saat dia berkata dengan serius "Aku ingin kau kembali hidup-hidup Nak."Ren terdiam, tak menyangka kata-kata semacam itu yang akan keluar, dia berkata dengan ragu. "T-Tentu Yang Mulia, aku pasti akan berusaha untuk tetap hidup dan-""Bukan itu." Raja menggeleng. "Yang aku maksudkan adalah kau harus kembali hidup-hidup, tak peduli bagaimana kondisinya nanti. Kemenangan bukanlah perioritasmu, membunuh pengkhianat bukanlah tujuanmu, yang akan kau utamakan adalah keselamatanmu, kembali dalam keadaan hidup, bahkan jika itu berarti harus melarikan diri dari pertempuran yang berbuah pada gagalnya misi."Sejenak ada keheningan yang melenyelimuti aula, hanya cahaya lampu minyak yang secara samar bergerak meliuk-liuk menerangi ruangan.Ekspresi Ren berkonflik, dia berkata dengan ragu. "Yang Mulia... sebagai seorang kesatria, aku diharuskan untuk maju dan tak mundur dalam misi, bahkan jika itu berarti kematian sekalipun, jadi-""Aku tidak meminta ini sebagai seorang Raja Nak." Raja memotong. "Aku meminta ini sebagai seorang ayah dari putri yang tidak ingin dia kembali kehilangan orang yang disayanginya."Napas Ren tercekat, dia tahu apa yang dimaksudkan oleh Raja, itu terjadi sekitar dua tahun lalu saat Alicia kehilangan ibunya, Ratu Selena.Ren dengan jelas tahu betapa berdukanya gadis itu. Bahkan pada faktanya, itu adalah momen dimana Ren menyetujui untuk mengambil Alicia sebagai murid dengan syarat dirinya takkan menangis lagi, itu adalah caranya membantu gadis itu pulih dari lukanya.Namun seiring waktu, mereka menjadi begitu dekat dan pada akhirnya, beberapa bulan yang lalu, dengan izin Raja, mereka diresmikan sebagai tunangan.Ren menatap Raja, kepergian Ratu jelas tak hanya bertampak pada Alicia, Raja juga pasti merasakan duka yang mendalam, Pak Tua itu hanya lebih pandai menyembunyikannya.Ren bisa menemukan jejak kelelahan di wajah Raja, mata emasnya lebih sayu tak seperti dulu, rambut pirangnya juga tampak lebih berantakkan, begitu pula pada jenggotnya yang lebih panjang dan tak terurus. Meski masih tampil anggun selayaknya seorang Raja, mereka yang mengenal dekat beliau pasti bisa melihat dengan jelas perbedaanya.Penampilannya yang berantakkan ini seolah dirinya tidak terawat, atau mungkin lebih tepatnya, orang yang biasa mengurusinya kini telah tiada.Ren curiga bahwa motivasi para pengkhianat ini melakukan kudeta ada hubungannya dengan perubahan Raja yang tampak lebih kuyu setelah kepergian istrinya. Mereka pasti berpikir bahwa Raja tidak sekuat dulu, bisa ditusuk dari belakang. Syukurnya orang-orang ini sudah mati, dan yang lainnya hanya menunggu waktu untuk diadili."Aku mengerti Yang Mulia, aku akan memprioritaskan keselamatan, tapi aku juga akan mencoba yang terbaik untuk menjalankan misi, jika sesuatunya tidak berjalan baik, aku akan segera mundur dan tidak keras kepala."Raja menggeleng. "Fakta bahwa kau mencoba mencari jalan tengah, menunjukkan bahwa kau keras kepala Nak."Ren tersenyum masam, tapi tak menentang. Raja melambaikan tangannya. "Kau bisa kembali sekarang Nak."Dengan itu Ren berdiri, membungkuk kepada Raja sebelum berjalan keluar. Tapi tiba-tiba Raja kembali berbicara, seolah dirinya baru mengingat sesuatu. "Benar, aku perlu mengingatkanmu, jangan terlalu lama di luar, kau harus membawa gadis itu kembali sebelum malam."Langkah Ren terhenti, dia berbalik dengan kaku. "Yang Mulia... kau tahu?"Raja menatap geli. "Apa? apa kau pikir aku tidak tahu bahwa kau akan membawanya untuk berkencan di luar?"Ren hanya tersenyum canggung, sementara Raja mencibir. "Aku memiliki informasi langsung dari orang terdekatnya, jadi ini tidak perlu diragukan kredibilitasnya." Raja melambaikan tangan. "Intinya kembalilah sebelum malam, kau mengerti?"Ren membungkuk. "Aku mengerti Yang Mulia, kami akan kembali sebelum matahari terbenam."Raja mengangguk puas, sementara Ren kembali berjalan ke luar ruangan. Tiba di luar, dia berpapasan dengan Sir Galahad yang menunggu, mereka saling memberi anggukan hormat.Ren berjalan, terkekeh pahit saat dia berpikir. 'Gadis bodoh, dia benar-benar tidak bisa menyimpan rahasia.'Tak sulit untuk mengetahui siapa orang terdekat yang dimaksud Raja sebagai sumber informasinya, itu pastilah Bibi Mai.Ren bisa menebak skenario apa yang mungkin terjadi. Gadis itu, dalam kebahagiaanya pasti bercerita ke Bibi Mai, dimana yang terakhir pasti akan menyampaikannya pada Raja. Ren menggeleng, geli dengan betapa cerobohnya Alicia.Tanpa disadarinya, Sir Galahad tak langsung masuk ke ruangan, dia menatap punggung pemuda itu — disaat Ren telah pergi dari pandangan, barulah dirinya masuk ke dalam aula pertemuan."Semuanya berjalan baik Yang Mulia?"Mendengarnya, Raja terkekeh. "Bocah itu cukup keras kepala, tak peduli seberapa berbakatnya dia dalam berpedang, egonya masih anak muda berdarah panas.""Aku akan berasumsi itu adalah hal yang baik Yang Mulia." Sir Galahad tersenyum.Raja menjawab sinis. "Hal baik apanya? aku sudah begitu kerepotan dengan memiliki anak perempuan, dan bocah itu akan menjadi salah satunya? juga... jangan begitu formal, kita bisa lebih santai jika sendirian Gal."Sir Galahad menggeleng tak berdaya. "Kau tak pernah berubah dalam hal ini Arthur.""Yah... aku berharap pada banyak hal yang tidak akan berubah Gal, tapi waktu begitu kejam, dia tak menunggu siapapun dan lewat begitu saja." Mata Raja sejenak berubah, serat akan rasa melankolis. "Aku hanya ingin anak itu bahagia, dia telah kehilangan ibunya dan dia tidak boleh kehilangan yang lainnya."Sir Galahad menatap jenuh, dia menghela napas berat. "Mari lakukan yang terbaik dan selesaikan semua ini Arthur, demi masa depan."Raja mengangguk, tersenyum ringan. "Tentu saja, aku tidak akan punya muka untuk menghadap Selena nanti jika aku tak mampu membuat buah hati kami bahagia."Menutup mata, Raja merebahkan diri ke kursi, mengangkat kepalanya. Senyum lembut terbentuk di wajahnya, sementara ada butiran air mata yang tumpah.Di sampingnya, Sir Galahad menunggu dengan hikmat, menemani Rajanya dalam mengingat kembali kenangan manisnya bersama istri tercintanya, Ratu Kerajaan Artia, Selena Von Artia.------------------------------Halo! masih ada yang stay lanjut baca cerita ini? komen ya... tunjukan hawa kehadiran diri kalian wahai para pembaca yang budiman...