Bersembunyi di balik semak dan pepohonan rimbun, Ren dan Sir Galahad menunggu, mengantisipasi pertarungan yang sudah di depan mata.
Keduanya sudah ada di posisi yang ideal, karena tak jauh dari mereka, ada dua orang yang sedang duduk, menyalakan api, tampak tengah beristirahat.
Menatap keduanya yang berjarak sekitar sepuluh meter darinya, Ren segera melihat wajah-wajah yang familiar, itu adalah Damien dan Noel, mantan rekannya sesama Kesatria.
Damien adalah pria yang sedikit lebih tua dari Sir Cale, berambut hitam panjang dengan mata hitam obsidian. Dia tengah duduk dengan pedangnya tepat di sampingnya.
Di depannya, ada pria paruh baya, berambut hitam pendek dengan mata coklatnya yang kini tampak fokus menatap wajan, memasak sesuatu di atas api. Itu adalah Noel.
Ren menarik napas dalam-dalam, menguatkan diri. Meski dia tidak begitu akrab dengan keduanya, mereka tetap pernah menjadi rekannya. Dirinya jelas kecewa atas upaya pengkhianatan keduanya. Tentu, dia tidak akan ragu untuk memberi hukuman yang pantas, bahkan jika itu adalah kematian.
Menatap lebih jauh, ke area gelap di sisi lain hutan. Meski tak melihatnya, Ren yakin bahwa Sir Cale dan Sir Orum juga sudah ada di posisi. Ketika waktunya tiba, keempatnya akan secara serentak maju untuk mengatasi target masing-masing.
Ren melihat Sir Galahad memberinya kode untuk bersiap, penyergapan akan segera dimulai. Tangan Ren mengeras di gagang pedang, siap mencabutnya dan langsung memberikan serangan mematikan.
Namun, matanya melebar saat secara tiba-tiba, targetnya, Damien, justru yang bergerak lebih dulu — dia menerjang ke arah mereka, sambil mengayunkan pedangnya yang diselimuti Aura Pedangnya yang berwarna hitam.
Ren sudah menghunus pedang, menyelimutinya dengan Aura Pedangnya sendiri yang berwarna emas. Namun, Sir Galahad bertindak lebih cepat, dia menebas pedangnya, memblokir serangan Damien.
Suara denting yang kuat bergema di hutan yang sepi. Tapi itu bukan satu-satunya suara konfrontasi, karena tak lama, Ren mendengar suara dentingan pedang yang lain.
Menoleh, Ren melihat bahwa yang bergerak bukan hanya Damien, Noel juga melakukan serangan tiba-tiba ke arah kelompok lain. Namun, sepertinya Sir Cale telah memblokirnya, karena di kejauhan, dia melihat pancaran rona biru, yang merupakan warna Aura Pedangnya.
Damien, yang serangannya diblokir, melangkah mundur, mengambil jarak. Melihat keduanya, dia tersenyum. "Wah wah... aku tidak ingat mengundang tamu, bolehkah aku tahu, atas dasar apa tuan-tuan ini datang ke kemah kecilku?"
Sir Galahad mengacungkan pedangnya, terselimuti oleh Aura Pedangnya yang berwarna merah. "Mantan Kesatria Kerajaan Artia, Damien El Raguel, kau dinyatakan bersalah atas tuduhan pengkhianatan terhadap mahkota — serahkan dirimu untuk diadili di ibu kota, atau kau akan dieksekusi di tempat."
Mendengar deklarasinya, Damien tersenyum sinis. "Serahkan diri dan diadili di ibu kota? maksudmu berakhir di tiang gantung?"
"Itu adalah hal yang pantas kau dapatkan. Jika kau masih memiliki sedikit jiwa kesatria, maka menyerahlah, terima hukumanmu dan mati dengan terhormat."
"Hahaha... mati dengan terhormat?" Damien tertawa keras. "Kau serius dengan kata-katamu? dimana letak kehormatannya saat eksekusimu menjadi tontonan publik? kau benar-benar sudah gila Galahad."
"Jadi kau akan melawan?" Sir Galahad, dengan nada mengancam bertanya, bahkan menambah intensitas Aura Pedangnya, membuatnya tampak lebih berbahaya.
Namun, tanpa merasa terintimidasi sedikit pun, Damien menyeringai. "Hehe... kenapa kau tak mencoba mengambil kepalaku sendiri, Pak Tua?"
Sir Galahad, dengan ekspresi tenangnya yang tidak berubah, berkata. "Kalau begitu, maka aku akan mengeksekusimu di-"
Sebelum kata-katanya selesai, Damien sudah menerjang, mengayunkan pedangnya yang diselimuti rona hitam. Ren segera maju, mengambil inisiatif dan memblokir serangan — tak sampai disitu, Ren memutar tubuhnya dan memberikan tebasan ke samping.
Damien mundur untuk menghindar, namun pemuda di depannya dengan gesit mempersempit jarak dan kembali menyerang.
"Kau benar-benar merepotkan bocah, aku seharusnya membunuhmu sejak dulu." Damien mencoba menangkis dan menghindari setiap serangan.
"Sayang sekali itu tidak akan mungkin," kata Ren, tanpa menghentikan rentetan tebasannya. "Karena kau lebih lemah dariku."
Wajah Damien berubah muram, dia meningkatkan auranya dan menyerang tanah, membuatnya retak dan menghancurkan momentun rentetan serangan Ren — yang terakhir mundur beberapa langkah, menatap waspada.
"Ayo! aku ingin lihat sekuat apa Pangeran Emas-"
Sebelum Damien menyelesaikan kata-katanya, Sir Galahad sudah maju menerjang, mengayunkan pedangnya yang diselimuti rona merah, tampak berbahaya.
Damien menghindar ke samping. Namun, Ren sudah tiba di depannya, melepaskan tebasan tajam. Dia memblokirnya, dan mundur dua langkah akibat dampak benturan.
'Cih! ini merepotkan.' gerutu Damien, melihat dirinya terpojok.
Melawan dua Master Pedang di saat yang bersamaan terlalu berlebihan, apa lagi, keduanya bukanlah Master Pedang biasa.
Membuat keputusan, Damien mencoba bertahan sejenak, menghindar, menahan dan sedikit memberi serangan balasan meski tak banyak. Dirinya telah menerima beberapa goresan di tubuhnya, bukan luka serius, tapi tetap menjengkelkan.
Sampai akhirnya, dia melihat kesempatan. Menguatkan kakinya, Damien segera mendorong kuat, melesat cepat dan mengangkat pedangnya.
Melihat Damien ke arahnya, Ren bersiap akan serangan. Namun, pria itu tidak menyerangnya, gerakan pedangnya hanya gertakan, dia melewatinya dan berlari menjauh ke belakang.
"Sial! dia lari!" Ren berseru.
Sir Galahad langsung mengejarnya. Ren juga akan bergerak mengikuti, namun terhenti di tengah jalan. Berbalik, dia melihat pertarungan di sisi lain.
Sir Cale dan Sir Orum tengah bertarung melawan Noel. Dentingan pedang dan pancaran warna Aura Pedang mereka beradu, mengisi hutan dengan suara bising pertempuran dan segala hiruk pikuknya.
Seolah merasakan tatapannya, dikejauhan, Sir Cale berseru. "Kejarlah! yang ini akan kami urus, kau kejar targetmu!"
Seruannya tampak menyadarkannya, Ren tanpa ragu berlari, menyusul Sir Galahad. Seiring jauhnya dia bergerak, semakin pudar juga suara pertempuran di belakangnya.
Butuh waktu beberapa saat baginya untuk menyususl Sir Galahad. Sulit untuk melihat pergerakan mereka karena kondisi malam dan betapa rimbunnya hutan. Syukurnya, sesekali akan terdengar suara denting pedang, membuatnya tahu harus pergi ke arah mana.
Ren melihat keduanya tengah bertarung di dekat tebing. Ren berlari memutar, mencoba menyerang dari belakang.
Damien terdorong mundur, dia berbalik, berniat untuk pergi. Namun, siluet pedang dengan rona emas mendekat padanya — melompat ke samping, dia menghindari serangan.
Berdiri, Damien melihat dua orang di depannya. "Tidakkah ini berlebihan kawan, dua lawan satu, bukankah seharusnya seorang kesatria bertarung dengan rasa hormat."
"Kau bukan Kesatria, tak lebih dari mayat berjalan." Sir Galahad menggeleng, tanpa ada perubahan eskpresi. "Tak perlu ada rasa hormat untuk berurusan denganmu."
Damien mencibir, dia melirik sekitar, tak menemukan celah. Ada dua Master Pedang di depannya, sementara di belakangnya adalah tebing tinggi. Dirinya hanya bisa menerobos ke depan, atau dengan bodoh memanjat tebing.
Damien menatap ke arah tetentu, sebelum meludah dengan kesal. Dia melirik ke belakang, hanya menemukan kegelapan kosong — dia ingin meludah kesal, tapi berhenti saat sebuah kesadaran menimpanya.
'Kosong? itu area kosong dan bukan tebing?' pikirnya, kembali melirik ke belakang dan menemukan memang itu adalah cekungan di tengah tebing, itu adalah sebuah Goa!
Ren yang dari tadi menatap waspada pada setiap gerak-gerik Damien, melihat fokus pria itu tampak teralihkan. Melihat tujuan lirikan matanya, Ren melihat sebuah area gelap yang tampak seperti lubang besar di tengah tebing.
Gelapnya malam dan rimbunnya tanaman di mulut Goa, membuatnya tak begitu memperhatikan.
Menebak apa yang direncanakan pria itu, Ren segera maju.
Damien berlari ke belakang, masuk ke dalam Goa. Baru sampai di mulut Goa, instingnya berteriak akan bahaya, tanpa pikir panjang, dia segera melompat ke samping.
Ren tak berhenti saat serangannya gagal, dia menebas ke samping, namun Damien melompat tinggi untuk menghindar. Ren mengejarnya, dia melompat, menebasnya. Namun Damien telah memutar tubuhnya, alhasil, serangan Ren hanya mengenai langit-langit Goa, serpihan bebatuannya berjatuhan.
Saat baru menapaki tanah, Damien segera dihadapkan dengan Galahad yang melesat padanya, mengayunkan pedangnya yang tampak berapi-api.
Meningkatkan intensitas auranya, Damien memblokir serangan, membuatnya terpental, masuk lebih dalam ke dalam Goa.
Damien hanya berhenti ketika punggungnya merasa menabrak sesuatu yang datar. Dia tidak peduli pada apa itu, tidak ketika seorang pemuda menerjang padanya, bersiap mengayunkan pedangnya yang berkilauan akan cahaya emas, sedikit menerangi Goa.
Memusatkan kekuatan di kakinya, Damien melompat tinggi, menghindari serangan. Tapi, dia sudah harus bersiap untuk melawan Galahad di bawah, yang sudah mengambil ancang-ancang, bersiap menyerangnya.
Ren, yang serangannya gagal mengenai Damien, tak langsung berbalik dan mengejar. Dirinya dikejutkan dengan fakta bahwa tangannya terpental saat mengenai benda di depannya.
Pedangnya yang telah diselimuti Aura Pedangnya sangat tajam. Kecuali benda yang telah diselimuti oleh Aura Pedang dari Master Pedang lain, mungkin tidak ada hal yang tidak bisa dia potong.
Karenanya, mengetahui tangannya justru terpental saat berbenturan akan sesuatu, menunjukkan bahwa sesuatu itu tidak lazim.
Ren menatap benda di depannya. Itu tampak seperti panggung kecil setinggi satu meter, berbentuk lingkaran, berdiameter sekitar lima meter dan terbuat dari batu.
Ren tak bisa melihat lebih jelas, hanya sekilas. Lagi pula, benda itu hanya diterangi secara remang oleh Aura Pedangnya sendiri. Namun, dia masih bisa melihat bahwa benda itu tampak begitu halus dan memiliki ukiran hiasan di sekitarnya, bukti bahwa itu adalah sesuatu yang dibuat oleh manusia.
Dentingan pedang di belakang menyadarkan Ren. Mengesampingkan penemuannya, Ren berbalik, bergerak ke depan namun tak langsung melesat maju. Dirinya berjalan perlahan, menghilangkan Aura Pedangnya, membuat area sekitarnya gelap tak terlihat.
Ren dengan cermat memperhatikan pertarungan di depan, agak sulit, mengingat mereka berada di dalam Goa, di malam hari. Satu-satunya sumber penerangan adalah Aura Pedang masing-masing, serta percikan api yang sesekali muncul dari setiap benturan.
Ren dengan senyap berjalan mendekat, menunggu momentum untuk menyerang.
Damien telah bertukar lusinan serangan dengan Galahad — dan untuk yang kesekian kalinya, dia terlempar karena daya kekuatan serangan musuh terlalu kuat.
'Sial! Bajingan ini sudah tua! tapi kenapa dia begitu kuat?' gerutu Damien, memikirkan bagaimana Galahad tampak memiliki kekuatan serang yang lebih unggul, terlebih dengan perbedaan yang cukup besar.
Damien curiga bahwa karakteristik Aura Pedangnya ada hubungannya dengan peningkatan kekuatannya. Dirinya merasa masam, mengingat karakteristik Aura Pedangnya sendiri adalah Korosi.
Dirinya mampu membuat segala macam benda logam mengalami korosif dengan cepat. Dalam waktu singkat, itu akan membuatnya rapuh dan mudah dihancurkan.
Ini adalah kekuatan yang bagus jika berhadapan dengan sekelompok prajurit berbaju besi. namun, ini hampir tidak berguna jika digunakan melawan seorang Master Pedang.
Sesama Aura Pedang bisa saling menahan, tidak peduli yang lain memiliki karakteristik seperti apa. Karenanya, untuk membuat kekuatannya berguna, dia harus menyerang bagian tubuh musuh yang tidak diselimuti Aura Pedang.
Sialnya, itu sangat sulit. Tidak mudah menemukan bagian itu, bahkan jika ada, dia hanya mampu memberi gejala korosif pada benda logam, ini tidak bisa diterapkan kepada makhluk hidup.
Damien meludah kesal, tahu bahwa kekuatannya tidak berguna melawan musuh, dia benar-benar terpojok, terutama ketika ada dua musuh yang harus dilawannya.
Tunggu, dua?
Sebuah kesadaran menamparnya saat dia teringat bahwa dirinya tengah berhadapan dengan dua musuh, bukan satu!
Damien terlalu fokus dalam pertarungan instensnya melawan Galahad, sampai sejenak dia lupa bahwa ada satu orang merepotkan lainnya yang harus dia waspadai.
Melirik sekitar, Damien tak melihat apapun — selain Galahad yang berdiri agak jauh darinya, dengan pancaran rona merahnya, dia tak menemukan apapun di sekitarnya.
Namun, segera Damien merasa ada sesuatu yang melesat kepadanya. Dia mundur selangkah sambil menoleh ke sumber gerakan.
Detik berikutnya, Damien merasakan sakit yang menyengat di mata kirinya.
"Aaaa!!" Berteriak kesakitan, Damien menebas sembarang sambil bergerak mundur lebih jauh.
Dia meletakkan tangannya di mata kirinya, dan menemukan jejak basah, itu adalah darahnya.
Ren mundur, mendekat ke Sir Galahad, menyalakan kembali Aura Pedangnya, menerangi area sekitarnya.
"Apa itu barusan?" Sir Galahad bertanya.
Ren menoleh. "Aku menyerangnya tanpa Aura Pedang, sehingga dia tidak bisa melihatku. Sayangnya, dia sempat mundur selangkah, sebelum pedangku memotong lehernya, itu hanya mengenai mata kirinya."
Sir Galahad mengangguk, menatap Damien yang mengerang kesakitan di depan.
"Apa kalian sudah selesai?"
Suara yang familiar terdengar dari belakang mereka. Berbalik, Ren menemukan Sir Cale berjalan mendekat.
"Sir Cale? kau sudah selesai?" tanya Ren.
"Aku mencoba mengamankan Noel, sayangnya dia terlalu keras kepala, jadi aku harus terpaksa membunuhnya," jawabnya, mengehela napas kecewa.
"Bagaimana dengan Sir Orum?"
"Oh, dia? Sir Orum mengamankan mayatnya, aku kemari untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa kulakukan."
Ren mengangguk. "Semuanya berjalan baik disini, dia sudah terluka, kami bisa menyelesaikannya sekarang."
Sir Cale melihat kedepan, kepada Damien, yang menatap balik padanya. "Kau benar, Sir Ren, kami harus menyelesaikannya sekarang dan secepatnya kembali."
Ren berjalan ke depan, meningkatkan Aura Pedangnya saat rona emasnya semakin kuat, menerangi lebih banyak area sekitar. "Kalau begitu, aku akan maju lebih dulu, Sir Cale, kau bisa-"
Sebuah tebasan, dengan cepat melintasi wajah Ren, sementara dirinya dengan sigap menghindar. Ren mundur beberapa langkah, namun Sang Pelaku mengejarnya, bergerak cepat untuk memberikan serangan lain.
Sir Galahad sudah maju, memblokir serangannya.
Ren merasakan adanya pergerakan di belakangnya. Sudah menebak apa itu, dirinya langsung berbalik dan melepaskan tebasan horizontal, melepaskan kekuatan Aura Pedang yang telah dikumpulkannya.
Damien harus kembali terpental karena benturan. Kekuatan Aura Pedang yang dikumpulkannya tidak sebanyak Ren. Dia meringis saat merasakan sakit di mata kirinya.
Sir Galahad menatap Sir Cale dengan wajah gelap. "Seperti yang diharapkan, kau juga adalah pengkhianat."
Sir Cale berdiri dengan tenang, ekspresi wajahnya tidak banyak berubah, masih dengan senyum ramahnya. "Maaf mengecewakanmu Sir Galahad."
Menoleh kepada Ren, dia berkata dengan kecewa. "Sayang sekali, aku pikir akan selesai dengan cepat."
Ren menyipitkan matanya. Tangannya bergerak ke pipinya, ada sebuah luka gores disana.
Sejak peringatan Sir Galahad, dirinya telah menyiapkan diri untuk lebih sadar dan berhati-hati di sekitar Sir Cale atau Sir Orum. Karenanya, dia mampu dengan sigap menghindari serangan dadakannya. Meski tentu, itu masih menggores sisi wajahnya.
Menyentuh lukanya, Ren merasakan sensasi dingin yang menyengat, bahkan ada kepingan es disepanjang goresan. Itu jelas akibat serangan Sir Cale — yang Aura Pedangnya, memiliki karakteristik berupa pembekuan.
"Aku mencoba untuk percaya bahwa kecurigaan itu tidak akan terbukti." Mata Ren menajam. "Siapa sangka kau datang untuk membuktikannya langsung, Sir-tidak, pengkhianat Cale."
Melihat rasa hormat pemuda itu telah hilang dan digantikan dengan niat membunuh, Cale tetap memberikan senyum ramah. "Dunia selalu berputar Ren, terkadang itu akan membawamu ke tempat yang kau pikir tak pernah ada. Hmm... kurasa itu adalah salah satu kutipan Raja Arkham?"
"Lalu bagaimana dengan Sir Orum? apa dia juga bagian dari ini?"
Alis Cale terangkat. "Sir Orum? oh dia-"
"Sayangnya tidak, dia bukan bagian dari kami."
Suara lain mengiterupsi. Ren menoleh untuk melihat Noel berjalan kemari. Mata Ren menyipit, mewaspadainya.
Noel menyeringai padanya. "Lama tidak bertemu Sir Ren, terakhir kali kita bertemu adalah saat kita bertarung di lorong Istana, itu sekitar dua minggu yang lalu."
"Ya, dan sangat disayangkan aku gagal membunuhmu, tidak seperti Edmund, teman pengkhianatmu itu." Ren mencibir.
Sorot mata Noel berubah tajam. Dalam aksi kudeta sebelumnya, dia dan rekannya, Edmund, mendapat bagian untuk membunuh Ren. Namun sialnya, yang terakhir terlalu kuat, — mereka bertarung seimbang, tak peduli meski keduanya bertarung bersama untuk melawannya.
Sampai ketika Edmund terbunuh, Noel tahu bahwa dia harus segera melarikan diri, dan disinilah dia sekarang.
"Mata dibalas mata Nak, aku akan mengambil kepalamu, dan menyerahkannya pada Raja." Noel tersenyum kejam. "Aku ingin tahu, apa ekspresi wajahnya saat dia melihat kepala menantunya, hehe... itu pasti layak untuk dilihat."
"Kau bisa mengambil kepalanya, tapi matanya akan menjadi milikku!" Damien, dikejauhan berseru marah. "Mata dibalas mata, dan aku akan mengambil matamu, menjadikannya cindramata untuk selalu mengingatkanku pada luka sialan ini!"
Ren mencengkram pedangnya lebih kuat, auranya berkobar, matanya dipenuhi niat membunuh dan keinginan untuk bertahan hidup.
Sir Galahad, bahkan ketiga musuh lainnya, juga melakukan persiapan yang sama.
Kelimanya bersiap untuk melanjutkan pertempuran berdarah mereka. Meski tentu, kini situasinya telah terbalik, Ren dan Sir Galahad harus bersiap untuk melawan ketiganya, berada di posisi yang kurang menguntungkan.