Arthur menerima kotak kecil itu dari Lisa dengan hati-hati, seolah benda itu terbuat dari kaca tipis yang mudah pecah. Ia membuka kotak itu perlahan, dan kami bertiga melongo melihat isinya.
Bukan kunci berbentuk naga atau peta kuno seperti yang Arthur duga, melainkan sebuah gelang sederhana yang terbuat dari keramik putih. Gelang itu terlihat biasa saja, tanpa ukiran atau hiasan apapun.
"Hah? Cuma ini?" Arthur mengerutkan keningnya, kecewa. "Aku kira isinya sesuatu yang lebih... mengagumkan."
Lisa terkikik, "Jangan meremehkan benda kecil itu, Arthur. Itu adalah Gelang Athena, salah satu benda paling penting bagi seorang siswa di Akademi Athena."
Aku menatap gelang itu dengan penasaran. "Apa fungsinya?" tanyaku.
"Gelang itu akan memantau kekuatan sihir dan Ki kita," jelas Lisa. "Dari data yang dikumpulkan gelang itu, akan ditentukan peringkat kita sebagai seorang Astral Knight. Selain itu, gelang ini juga berfungsi sebagai alat komunikasi, penyimpanan data, dan bahkan bisa memantau kondisi tubuh kita."
"Wow," gumamku kagum. Teknologi di Nexus benar-benar canggih.
Lisa tersenyum, "Kepala Sekolah Nancy juga berpesan bahwa gelang ini akan berguna untuk kegiatan dan acara-acara akademi nanti. Jadi, pastikan kalian selalu memakainya, ya?"
Arthur menepuk jidatnya, "Astaga, aku lupa mengambil gelang ini waktu pengambilan informasi kelulusan kemarin! Pantas saja Ibu menyuruhku untuk tidak lupa mengambil 'sesuatu' di stasiun."
Lisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil. "Dasar Arthur..."
Aku melihat interaksi mereka dengan senyum kecil. Arthur ini memang lucu dan sedikit ceroboh. Jangan-Jangan orang ini bodoh, batinku dengan nada bercanda.
Arthur memakaikan gelang itu di pergelangan tangannya, dan gelang itu segera menyala dengan cahaya biru lembut. "Wah, keren!" serunya dengan antusias.
Lisa kemudian memberikan satu gelang lagi padaku. "Ini untukmu, George."
Aku menerima gelang itu dan memakainya. Gelang itu terasa dingin dan halus di kulitku. Seketika, cahaya biru menyala, dan aku merasakan energi aneh mengalir di tubuhku. Sepertinya, kehidupan baruku di Akademi Athena benar-benar dimulai sekarang.
"Wah, keren!" Arthur memutar-mutar pergelangan tangannya, mengagumi gelang Athena yang melingkar di sana. Cahaya biru yang berdenyut lembut seolah memberikan sentuhan magis pada gelang sederhana itu.
Aku pun melakukan hal yang sama, mengamati gelang di tanganku dengan penasaran. Rasanya aneh, seolah ada energi yang mengalir di bawahnya. Aku tak sabar untuk mengetahui lebih banyak tentang kegunaan gelang ini dan kehidupan di Akademi Athena.
"Sebaiknya kita bergegas," Lisa berkata, menyadarkan kami dari lamunan. "Hari masih pagi, dan kita harus segera sampai di akademi agar tidak terlambat untuk upacara penerimaan siswa baru."
"Ah, benar juga," Arthur menepuk jidatnya. "Baiklah, ayo kita pergi!"
Kami bertiga pun meninggalkan stasiun dan melangkah keluar ke jalan raya Athena. Udara pagi yang segar menyambutku, berbeda dengan udara pengap dan polusi di Terra. Aku terkesima melihat keindahan kota ini di bawah sinar matahari pagi. Bangunan-bangunan yang megah dan beraneka ragam berjajar di sepanjang jalan, dihiasi dengan ukiran dan hiasan yang rumit. Kendaraan-kendaraan ajaib beterbangan di langit yang biru cerah, beberapa di antaranya menyerupai burung, naga, bahkan kapal layar. Orang-orang dari berbagai ras berjalan berdampingan, menciptakan suasana yang hidup dan harmonis.
"Karena jaraknya tidak terlalu jauh, kita jalan kaki saja, ya?" usul Arthur. "Sekalian, aku bisa menunjukkan suasana di sekitar Athena padamu, George."
Aku mengangguk setuju. Aku penasaran ingin mengeksplorasi kota ini lebih jauh.
Saat kami berjalan, Arthur menjelaskan berbagai hal tentang Athena, mulai dari sejarah berdirinya kota ini, sistem pemerintahan, hingga kebudayaan dan tradisi masyarakatnya. Aku mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang membuatku penasaran.
Tiba-tiba, Arthur berhenti dan menepuk jidatnya. "Eh, tunggu dulu," katanya dengan ekspresi bingung. "George, apakah kau sudah terdaftar sebagai siswa di Akademi Athena?"
Aku terdiam. Sejujurnya, aku tidak tahu. Nancy hanya menyuruhku naik kereta dan pergi ke Athena, tapi ia tidak pernah menjelaskan tentang proses pendaftaran atau persyaratan masuk akademi.
"Seharusnya, sebelum masuk akademi, kau harus mengikuti ujian seleksi dulu," lanjut Arthur. "Tapi kau baru sampai di Athena hari ini..."
Lisa tersenyum, "Tidak perlu khawatir, Arthur. Lihat, George sudah mengenakan seragam Athena. Itu berarti dia sudah diterima di akademi."
Arthur menatapku dengan heran. "Benarkah? Tapi bagaimana mungkin?"
"Mungkin Kepala Sekolah Nancy sudah mengurus semuanya," jawab Lisa tenang. "Lagipula, orang yang menjemput George di Terra adalah Kepala Sekolah sendiri. Itu sangat jarang terjadi, lho."
Arthur mengangguk-angguk, masih sedikit bingung. "Hmm... benar juga. Kepala Sekolah Nancy memang kadang-kadang bertindak misterius."
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Akademi Athena, meninggalkan misteri tentang penerimaan George yang aneh itu untuk diungkap kemudian.
Kami bertiga melangkah menyusuri jalanan kota Athena yang ramai. Sinar matahari pagi menyinari bangunan-bangunan yang menjulang tinggi, memantulkan cahaya dari berbagai warna dan bentuk. Aku terpesona melihat kehidupan di Nexus yang begitu berbeda namun juga mirip dengan Terra.
"Di sana ada pasar terbuka," Arthur menunjuk ke arah sebuah lapangan yang dipenuhi dengan tenda-tenda berwarna-warni. "Kau bisa menemukan berbagai macam barang di sana, mulai dari bahan makanan, pakaian, hingga barang-barang magis."
Aku melihat orang-orang berlalu-lalang di pasar itu, beberapa di antaranya menawar harga dengan penjual, yang lain hanya melihat-lihat barang dagangan. Ada yang berbelanja dengan uang biasa, ada pula yang menggunakan koin emas atau bahkan batu permata sebagai alat tukar.
"Kalau itu toko senjata favoritku!" Arthur berkata dengan semangat, menunjuk ke sebuah bangunan dengan etalase yang memamerkan berbagai macam senjata, mulai dari pedang, tombak, busur dan anak panah, hingga tongkat sihir dan artefak magis. "Nanti kuajak kau ke sana, George. Kau pasti tertarik melihat koleksi mereka."
Aku tersenyum. Aku memang penasaran ingin melihat senjata-senjata di Nexus. Apakah mereka setajam dan sekuat senjata di Terra? Atau mungkin mereka memiliki kemampuan magis yang luar biasa?
"Kalau aku lebih suka ke kafe itu," Lisa menunjuk ke sebuah kafe kecil dengan taman yang rindang di depannya. "Mereka menyajikan kue dan teh herbal yang enak sekali. Kita bisa ke sana nanti setelah selesai urusan di akademi."
"Setuju!" Arthur mengangguk antusias.
"Aku juga suka kue-kue di sana."
Kami melanjutkan perjalanan, melewati rumah-rumah penduduk, taman-taman kota, dan beberapa bangunan publik seperti perpustakaan dan rumah sakit. Kehidupan di Athena tampak damai dan sejahtera. Orang-orang beraktivitas seperti biasa, bekerja, berbelanja, atau sekedar bersantai di taman. Tak jauh berbeda dengan kehidupan di Terra, hanya saja di sini ada sentuhan sihir di mana-mana.
"Kalian berdua sudah lama berteman?" tanyaku penasaran, melihat kedekatan Arthur dan Lisa.
Arthur tersenyum, "Ya, bisa dibilang begitu. Kami sudah kenal sejak kecil."
"Ayahku dan ayah Lisa adalah teman baik," lanjutnya. "Meskipun ayah Lisa, setelah kepergian Ibu Lisa, menjadi agak... pendiam dan ketat. Dulu, ketika kami masih kecil, orang tuaku sering mengunjungi ayah Lisa, dan di sanalah kami bermain bersama."
Lisa mengangguk, "Aku tidak begitu ingat Ibu, karena beliau sudah tiada sejak aku lahir. Tapi Ayah sering bercerita tentang betapa baik dan hangatnya Ibu. Dan aku senang bisa berteman dengan Arthur sejak kecil."
Aku tersenyum, merasakan kehangatan dalam persahabatan mereka. Meskipun ada kesedihan di masa lalu mereka, mereka tetap bisa saling mendukung dan menjalin ikatan yang kuat.
Setelah berjalan sekitar setengah jam, kami akhirnya sampai di gerbang Akademi Athena. Gerbang itu terbuat dari besi tempa yang kokoh, dihiasi dengan ukiran burung hantu, simbol kebijaksanaan dan pengetahuan. Dua orang penjaga berseragam berdiri di samping gerbang, mengawasi siapa saja yang masuk dan keluar.
"Ini dia, Akademi Athena," Arthur berkata dengan bangga. "Siap untuk memulai petualangan baru, George?"
Aku menarik napas dalam-dalam, menatap gerbang itu dengan perasaan campur aduk antara gugup dan semangat. Inilah awal dari perjalanan baruku, perjalanan untuk menemukan jati diri dan takdirku sebagai seorang Astral Knight.
Gerbang Akademi Athena menjulang tinggi di hadapan kami, kokoh dan megah. Aku merasakan degup jantungku semakin kencang saat melihat para siswa-siswi lain yang juga sedang menuju ke dalam akademi. Mereka berjalan dengan percaya diri, mengenakan seragam yang sama dengan kami, namun dengan variasi warna dan lencana yang menunjukkan fakultas atau jurusan mereka.
Di antara kerumunan itu, aku melihat seorang gadis dengan rambut perak panjang yang dikepang rapi. Ia berjalan dengan anggun, diikuti oleh dua orang pria yang tampak seperti pengawal pribadinya.
"Itu Astrid Vance," bisik Arthur, mengikuti arah pandanganku. "Keluarganya adalah keturunan Astral Knight yang terkenal. Katanya, semua anggota keluarganya memiliki peringkat tinggi."
Aku mengangguk kagum. Tak heran ia terlihat begitu percaya diri dan berwibawa.
Tiba-tiba, sebuah kereta mewah berhenti di depan gerbang. Seorang pemuda dengan rambut pirang dan mata biru yang tajam melangkah keluar dari kereta itu, diikuti oleh beberapa pelayan yang membawa barang-barangnya.
"Dan itu Zephyr Vaughn," Arthur berkata dengan nada sedikit sinis. "Salah satu bangsawan di Nexus. Agak aneh sebenarnya dia memilih untuk menjadi Astral Knight. Kebanyakan bangsawan lebih suka terlibat di pemerintahan."
"Kenapa begitu?" tanyaku penasaran.
"Yah, para bangsawan itu biasanya keturunan dari pahlawan-pahlawan yang berjasa besar pada saat The Great Fall, peristiwa di mana Nexus hampir dihancurkan oleh Apollyon," jelas Arthur. "Mereka mewarisi gelar dan kekuasaan dari nenek moyang mereka, dan biasanya fokus untuk mengelola wilayah kekuasaan mereka."
"The Great Fall?" Aku mengerutkan kening. "Apa itu?"
Lisa tersenyum, "Jangan khawatir, George. Nanti kau akan mempelajari sejarah Nexus di kelas khusus untuk para Terran."
Saat kami mendekati gerbang, seorang gadis dengan rambut merah menyala dan mata hijau tajam menghampiri Lisa. Ia mengenakan seragam yang sama dengan Lisa, namun dengan ekspresi dingin dan angkuh.
"Lisa," sapanya dengan nada sinis. "Sepertinya kau masih gigih untuk masuk ke akademi ini, ya? Bahkan bisa lulus ujian seleksi sekalipun."
Lisa hanya tersenyum ramah, tidak terpengaruh oleh sindiran gadis itu. "Tentu saja, Lily. Aku ingin menjadi Astral Knight seperti ayahku."
Aku memperhatikan kedua gadis itu dengan seksama. Mereka sangat mirip, hampir seperti pinang dibelah dua. Hanya saja, Lily memiliki aura yang lebih dingin dan tajam.
"Sebaiknya kau tidak terlalu dekat dengan Terran itu, Lisa," Lily menatapku dengan sinis. "Nanti kau ikut-ikutan menjadi pusat perhatian."
Tanpa menunggu jawaban, Lily berbalik dan pergi dengan angkuh.
Arthur tertawa kecil, "Sepertinya aku diabaikan sama sekali oleh Lily. Padahal kami juga saling kenal." Ia menepuk pundakku, "Jangan terlalu dipikirkan, George. Lily memang sedikit... unik."
"Apa para Terran dibenci di sini?" tanyaku khawatir.
"Bukan dibenci, sih," jawab Arthur. "Hanya saja, beberapa penduduk Nexus melihat para Terran dengan cara yang berbeda. Mungkin karena kami berasal dari dunia yang berbeda, dan kebanyakan Terran tidak memiliki kekuatan magis."
Ia tersenyum, "Tapi jangan khawatir, George. Kau bukan satu-satunya Terran di Athena. Dan aku yakin kau akan menemukan teman-teman yang menerimamu apa adanya."
"Lagipula," Arthur menambahkan dengan nada bercanda, "bukan hanya kau yang menjadi pusat perhatian di sini. Aku dan Lisa juga punya 'reputasi' yang cukup menarik di akademi ini."
Lisa tertawa kecil, "Arthur, jangan menakut-nakuti George."
Kami pun sampai di gerbang akademi. Para penjaga memeriksa gelang Athena kami dan membiarkan kami masuk. Aku menarik napas dalam-dalam, siap menghadapi petualangan baru di dunia yang penuh keajaiban ini.